Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Menyelamatkan Hutan Bakau di Pulau Bawean

15 Oktober 2017   17:50 Diperbarui: 17 Oktober 2017   05:52 4243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jembatan kayu melintasi sungai untuk menuju dermaga tempat boat yang biasa digunakan pengunjung mengelilingi perairan dan hutan bakau. (Foto: Gapey Sandy)

"Bukan cuma penebangan liar pohon bakau dan cemara saja yang kami jaga, tapi juga pola dan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya untuk menangkap ikan, udang, kepiting serta hasil laut lainnya. Kami melarang penggunaan stroom listrik, potassium, pastac, tuba dan sejenisnya. Hal ini penting, supaya ekosistem di pantai tidak rusak," ujar Subhan yang ternyata juga mengantongi dua sertifikat sebagai instruktur penyelaman dari Scuba Schools International (SSI) di Pulau Bawean, dan ADS di Situbondo.

Rumah singgah yang dikerjakan penyelesaiannya oleh Pokmaswas Hijau Daun. (Foto: Gapey Sandy)
Rumah singgah yang dikerjakan penyelesaiannya oleh Pokmaswas Hijau Daun. (Foto: Gapey Sandy)
Pohon cemara, pasir putih, perairan sungai dan pantai serta hutan bakau, ekosistem yang tak boleh hilang. (Foto: Gapey Sandy)
Pohon cemara, pasir putih, perairan sungai dan pantai serta hutan bakau, ekosistem yang tak boleh hilang. (Foto: Gapey Sandy)
Hasil perjuangan Subhan bersama Pokmaswas Hijau Daun yang konsisten melestarikan hutan bakau menunjukkan hasil. Kini, warga masyarakat tidak lagi kesulitan menangkap ikan dan udang di sepanjang perairan pantai. Hal ini makin menyadarkan semua pihak bahwa ternyata dampak dari konservasi bakau begitu amat berarti bagi kehidupan. Hutan bakau memang menjadi lahan pembiakkan paling tepat bagi udang, kepiting, ikan dan lainnya.

Warga masyarakat sekitar bukan cuma dimudahkan dalam mencari hasil perikanan, tapi juga mereka dapat merasakan secara langsung keberadaan konservasi hutan bakau di Desa Daun. Caranya? Hasil keuntungan yang diperoleh Pokmaswas Hijau Daun dari hasil penjualan tiket masuk area konservasi dan penjualan bibit pohon bakau dibagi-bagi juga secara merata kepada warga sekitar, melalui proyek pembangunan akses jalan dan sebagainya. Disinilah masyarakat semakin merasakan dampak positif keberadaan lahan konservasi bakau.

Atas perjuangan menyulap kondisi perairan pantai yang gundul akibat hutan bakaunya ditebang secara liar menjadi lebat kembali, Pokmaswas Hijau Daun sempat meraih penghargaan sebagai Juara I Evaluasi Kelompok Masyarakat Pengawas Tingkat Provinsi Jawa Timur Tahun 2016 Pengawasan Bidang Pelestarian Sumber Daya Perikanan dari DKP Provinsi Jatim.

Lokasi hutan cemara yang harus juga dipelihara bersama. (Foto: Gapey Sandy)
Lokasi hutan cemara yang harus juga dipelihara bersama. (Foto: Gapey Sandy)
Pohon-pohon cemara yang baru berusia 2,5 tahun menambah sempurna konservasi hutan bakau di Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Pohon-pohon cemara yang baru berusia 2,5 tahun menambah sempurna konservasi hutan bakau di Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Tak pelak, hutan lindung bakau di Desa Daun potensial menjadi salah satu obyek wisata unggulan Pulau Bawean. Jaraknya juga tak terlalu jauh. Sekitar 30 menit perjalanan sepeda motor dari alun-alun Kecamatan Sangkapura. Apakah akses ke hutan bakau ini bisa dengan mengendarai mobil? Tentu tidak, karena dari Desa Daun, pengunjung harus melintasi jalan berlika-liku yang sempit di pematang sawah milik warga. Pemandangan ketika melintasi persawahan ini sangat eksotis, karena juga langsung menyaksikan alam pegunungan Pulau Bawean yang seolah menjadi 'pagar alam'. Apalagi, Pulau Bawean yang hanya terdiri dari dua kecamatan ini sering disebut orang sebagai 'pulau dengan 99 gunung'.

"Khusus untuk wisata, silakan pengunjung datang dan menikmati hijaunya suasana di hutan bakau ini. Tetapi ingat, kami belum membuka lahan khusus untuk perkemabahan, karena fasilitas pendukung lainnya belum memadai. Insya Allah, lokasi perkemahan akan disiapkan, bila semua fasilitas penunjang juga sudah siap," urai Subhan sambil mewanti-wanti pengunjung agar tidak memasuki area konservasi tertentu yang kini baru memasuki tahap awal.

Oh ya, di lokasi hutan bakau Desa Daun ini, pengunjung bisa menyewa perahu kanu (chukong) seharga Rp 35.000 untuk melihat sekeliling melalui perairan. Bisa juga menaiki boat wisata --- hasil sumbangan dari DKP Provinsi Jatim --- untuk berkeliling sungai dan menyaksikan lebatnya hutan bakau, cukup dengan tarif Rp 5.000 per orang.

Aneka bakau ada di hutan bakau Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Aneka bakau ada di hutan bakau Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Rombongan WriteVenture menyaksikan hijaunya hutan bakau di Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
Rombongan WriteVenture menyaksikan hijaunya hutan bakau di Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)
"Kami juga menyiapkan perahu bermesin bagi rombongan dengan jumlah maksimal 15 orang, yang hendak mengelilingi hutan bakau sekaligus menuju Pulau Noko Selayar, dengan biaya Rp 300.000. Selain, penanaman bibit pohon bakau yang kami hargai Rp 7.500 per bibitnya, dengan minimal jumlah bibit yang ditanam 15 -- 20 bibit bakau. Bagi para pelajar TK dan SD, Pokmaswas Hijau menetapkan tarif Rp 150.000 per paket, lengkap dengan edukasi, keliling hutan bakau, dan naik boat. Sedangkan bagi siswa SMP dan SMA, biaya per paketnya Rp 200.000," jelas Subhan sambil menawarkan juga penyewaan alat diving.

Ketika penulis bersama rombongan peserta WriteVenture berkeliling hutan tanjheng, banyak dijumpai tong-tong sampah berbahan dasar ban bekas, hasil sumbangan dari Persatuan Saudagar Bawean. Juga, banyak ditemui rambu-rambu peringatan semisal larangan membuang sampah sembarangan, larangan membakar ikan di lokasi hutan cemara dan masih banyak lagi. Tak kalah unik adalah tulisan-tulisan kreatif yang rada 'gombal' dan membuat senyum tersungging, misalnya tulisan berbunyi "Lupakan Mantan, Bahagia Di Sini", atau "Saat Ini Aku Masih Bahagia Tanpa Kamu", "Maaf ..., Saat Ini Aku Pengen Sendiri", dan lainnya.

Seolah pada antri ingin sendiri. (Foto: Gapey Sandy)
Seolah pada antri ingin sendiri. (Foto: Gapey Sandy)
Lupakan Mantan, Bahagia Di Sini. (Foto: Gapey Sandy)
Lupakan Mantan, Bahagia Di Sini. (Foto: Gapey Sandy)
By the way, hutan bakau di Desa Daun mirip-mirip dengan yang ada di Jakarta, tepatnya di hutan mangrove Pantai Indah Kapuk. Tapi, untuk yang ada di Pulau Bawean jelas punya kelebihannya sendiri, karena tersedia lahan berpasir putih, juga hutan cemara yang semakin menambah eksotik untuk berwisata di sini. Selain, keramahtamahan warga masyarakat sebagai bahagian dari kearifan budaya lokal Bawean atau Boyan.

Masyarakat Siap Tanam Bakau

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun