Petani merasakan dampaknya. Lahan kebun dan sawah seluas kurang lebih 45 hektar nyaris tidak bisa dikelola sama sekali. Jangankan untuk menanam padi dan palawija, bahkan bidang-bidang sawahnya pun rusak. Gerusan ombak laut terus merambah dan mencacah daratan, termasuk ya itu tadi, kebun juga sawah. Musim demi musim, abrasi pantai membuat warga masyarakat Pulau Bawean meradang. Mereka tersadar: ADA KESALAHAN YANG SUDAH DILAKUKAN.
Kesalahan yang dimaksud, tidak lain adalah penggundulan hutan bakau. Akibatnya, pada sekitar tahun 1995, sebagian besar sawah-sawah mereka tak lagi bisa dikelola sama sekali. Pengikisan pantai mengubah tanah bercocok-tanam jadi berlumpur juga berair asin. Air laut! Kerusakan ekosistem pantai yang dimulai dengan lenyapnya pohon-pohon bakau, kontan dibayar mahal.
Wajarlah alam murka. Pohon-pohon bakau (mangrove) yang oleh masyarakat lokal disebut tanjheng semakin habis dibabat. Bukan cuma batang-batang tanjheng yang ditebas, bahkan daun-daunnya pun sengaja dirontokkan.
![Untuk menuju ke lokasi hutan bakau di Desa Daun, Kec Sangkapura, Pulau Bawean harus melintasi pematang sawah yang berlika-liku menggunakan sepeda motor. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/15/kom-1-59e337d38cd0210ff0159232.jpg?t=o&v=770)
![Peta Mangrove Pokmaswas Hijau Daun Bawean. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/15/edit-2-59e338fc4548020ff3373f22.jpg?t=o&v=770)
Lengkaplah sudah, batang-batang pohon bakau dieksploitasi. Daun-daunnya pun digunduli. Ekosistem pantai hancur. Abrasi pantai membuat babak belur.
Menghadapi kondisi tidak menguntungkan ini, kesadaran masyarakat untuk melestarikan pohon-pohon bakau pun tumbuh. Aksi nyata ditunjukkan kepada bumi. Perairan sekitar pantai yang gundul mulai ditanami bakau lagi. Bakau yang masih tersisa, semampu tenaga dirawat dan dipelihara.
![Pintu masuk hutan lindung bakau di Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/15/edit-4-59e338938cd0210d4f518242.jpg?t=o&v=770)
![Pos depan dan pintu masuk ke hutan bakau di Desa Daun, Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/15/kom-2-59e338cd147f9671a5001972.jpg?t=o&v=770)
Meski begitu, semangat melakukan penghijauan di lokasi sepanjang garis pantai tak pernah pupus. Aparat Pemerintah, para tokoh masyarakat dan warga masyarakat terus bahu-membahu menyelamatkan pohon-pohon bakau yang masih tersisa. Sedangkan untuk penanaman bakaunya masih belum dilakukan secara masif.
Akhirnya, pada 2013, di Desa Daun, Kecamatan Sangkapura, terbentuk komunitas warga pelestari pohon tanjheng. Mereka menamakan diri Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Hijau Daun, tugasnya tidak sekadar melakukan konservasi tapi juga edukasi. Secara legalitas formal, Pokmaswas Hijau Daun resmi dinyatakan berbadan hukum oleh Kemenkum dan HAM pada 2016.
![Subhan, Koordinator Pokmaswas Hijau Daun. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/15/edit-6-59e3393d63eae7140538a082.jpg?t=o&v=770)
![Pohon bakau yang sempat gundul kini semakin bersemi kembali di Pulau Bawean. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/10/15/kom-7-59e3397dd14ea20b3719dec4.jpg?t=o&v=770)