Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Blogger Dilarang Nulis Berita?

18 September 2017   11:16 Diperbarui: 20 September 2017   08:53 4342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Citizen Journalist. (Foto: ThirstyFish.com)

Pepih menyodorkan dua acuan. Pertama, harapannya agar blogger, jurnalis warga bekerja dengan melandaskan moral pada apa yang pernah disampaikan Paul Johnson, sejarawan Amerika Serikat, tentang tujuh dosa besar Pers, yaitu:

  • Penyimpangan informasi
  • Dramatisasi fakta
  • Serangan privasi
  • Pembunuhan karakter
  • Eksploitasi seks
  • Meracuni pikiran anak
  • Penyalahgunaan kekuasaan

Memang, seven deadly sins ini ditujukan kepada Pers atau media mainstream, tapi perlu jua blogger dan jurnalis warga mengetahui, mengadopsi dan menghindarinya.

Kedua, dalam setiap kerja dan pekerjaannya, blogger, netter, jurnalis warga, warganet dan pegiat dunia daring disarankan untuk mematuhi sepuluh netiket ala Richard Craig, yakni:

  • Ingatlah orang
  • Taat kepada standar perilaku daring yang sama yang kita jalani dalam kehidupan nyata
  • Ketahuilah dimana kita berada di ruang siber
  • Hormati waktu dan bandwith orang lain
  • Buatlah diri kita terlihat baik beraktivitas daring
  • Berbagi ilmu dan keahlian
  • Menolong agar api peperangan tetap terkendali
  • Menghormati privasi orang lain
  • Tidak menyalahgunakan kekuasaan
  • Memaafkan jika orang lain berbuat kesalahan

Dua acuan netiquette tersebut sekali lagi membuktikan bahwa blogger dan jurnalis warga bekerja tanpa punya kode etik secara profesi dan Code of Conduct dari perusahaan. Aturan yang wajib diikuti masih terbatas pada saran dan belum tertuang menjadi sebuah kesepakatan bersama atau swa-regulasi. Dengan tanpa aturan formal maupun nonformal kayak gitu, apakah jurnalis warga dan blogger harus dibatasi atau bahkan dilarang saja untuk membuat berita maupun informasi? Jawabannya, tentu TIDAK.

Alasannya, wajah komunikasi dan informasi global sudah berubah. Saat ini adalah era 'Disruption', masa dimana perubahan terus terjadi secara sunyi, dengan ditandai berbagai inovasi teknologi yang terlahir tanpa henti. Berita dan informasi pun begitu. Apa-apa yang disampaikan blogger maupun jurnalis warga cukup sering menjadi sumber berarti bagi media arus utama.

Tidak cuma media cetak, bahkan televisi dan radio pun mulai menyediakan space khusus bagi liputan jurnalis warga maupun blogger. RRI Pro2FM Jakarta sempat menyediakan satu jam khusus bagi publik untuk menyampaikan berbagai informasi, melalui acara yang diberi nama 'Pro Aktif'. Radio Elshinta pun sampai saat ini masih terus mempersilakan pendengarnya berkontribusi menyuguhkan informasi melalui ruang khusus bertajuk 'Info Dari Anda'.

Inilah yang menjadi alasan juga, mengapa jurnalis warga maupun blogger meski tak berbekal kode etik maupun Code of Conduct, tapi jangan pernah melarang mereka meliput dan membuat berita serta informasi. As long as, netiquette diterapkan!

Apa yang dilakukan media sekaliber BBC boleh menjadi rujukan. Demi terus memanfaatkan konten dari warga, BBC membuat Kebijakan Redaksional agar konten warga layak tayang. Editorial Policy ini dinamakan BBC Guidance Note on User-Generated Content. Ada delapan halaman. Isinya lengkap mulai dari mengatur Safety of Contributors, Breaking the Law, Children and Young People, Checking the Facts, Transparency, Legal Advice, Payment for Material/Copyright dan lainnya.

Media mainstream memang tak boleh begitu saja melahap konten warga. Verifikasi dan cermatan masalah Etika adalah keharusan. Dalam bukunya Jurnalisme Online, Engelbertus Wendratama dari UGM Yogyakarta menulis, data tambahan dan verifikasi penting karena banyak konten warga yang tidak sesuai dengan prinsip dan etika jurnalisme, seperti kebenaran, keadilan, akuntabilitas, dan kemanusiaan.

Last but not least, tak harus melarang blogger dan jurnalis warga melakukan kerja dalam rangka membuat berita maupun informasi. Tapi pesannya, kode etik yang berlaku di dunia Pers patut juga diketahui dan syukur-syukur ditaati blogger pun jurnalis warga. Repot bin rempong? Enggak dong. Bukankah hal ini juga untuk kebaikan blogger dan jurnalis warga itu sendiri. Lebih jauh lagi, demi melindungi publik dari hoax, pelintiran dan 'penyemiran' berita maupun informasi.

Citizen Journalist. (Foto: ThirstyFish.com)
Citizen Journalist. (Foto: ThirstyFish.com)
Ada baiknya juga, khusus para blogger yang menjelma sebagai buzzer dari sebuah produk atau jasa, mulai tertib etika dalam menuangkan tulisannya. Maksud saya begini. Blogger yang menjadi buzzer biasanya ada menerima imbalan materi dalam beragam bentuk. Biasanya lho ya. Malah ada yang sebelum sepakat menuliskannya, lebih dahulu ditanyakan berapa tarif atau honor nulis yang dipatoknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun