Harapan Lukas, pada setiap kecamatan di Papua, ada terdapat SPBU. Alasannya logis, supaya masyarakat tidak kesulitan untuk mendapatkan BBM. Bukankah kemudahan memperoleh BBM juga menjadi salah satu faktor penggerak roda perekonomian daerah?
Sekali lagi, tak perlu memikirkan opini mereka yang nyinyir. Karena slogan "kerja, kerja dan kerja" yang menjadi ciri khas Presiden Jokowi bukan sekadar kalimat kosong. Kerja untuk Indonesia. Kerja untuk Merah Putih! Maka tak aneh kalau kemudian Gubernur Papua sampai mengeluarkan pernyataan yang begitu membuat bulu kuduk bergidik mendengarnya. Apa itu? "Dengan penetapan satu harga, maka orang Papua merasa kami juga orang Indonesia!" tegas Lukas Enembe.
Adapun jenis BBM yang termasuk dalam aturan tersebut adalah minyak solar 48, minyak tanah bersubsidi, serta premium penugasan atau bensin (gasoline) RON 88. Rantai distribusi 'BBM Satu Harga' adalah badan usaha penerima penugasan (Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Umum yang selanjutnya disingkat BU-PIUNU adalah Badan Usaha yang telah memperoleh Izin Usaha untuk melakukan Kegiatan Usaha Niaga Umum Bahan Bakar Minyak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan); penyalur (yaitu koperasi, usaha kecil, dan/atau badan usaha swasta nasional yang ditunjuk oleh BU-PIUNU untuk melakukan kegiatan penyaluran); dan konsumen.
Kendala dan Perkembangan 'BBM Satu Harga'
Sejak awal program dicanangkan, berbagai kendala pelaksanaannya sudah jelas-jelas menumpuk di pelupuk mata. Utamanya, kendala tersebut adalah tingginya biaya jalur distribusi dari Sabang sampai Merauke. Krisis harga minyak dunia yang masih fluktuatif pun menjadi masalah, seiring kapasitas produksi minyak mentah Indonesia yang selama ini belum mampu mencukupi kebutuhan domestik.
"Kendala lainnya adalah sulitnya mencari pengusaha atau investor untuk membangun SPBU di wilayah 3T alias Terdepan, Terluar dan Tertinggal. Untuk mewujudkan 'BBM Satu Harga', kita juga musti mencari darimana sumber-sumber BBM-nya, memikirkan bagaimana menerapkan moda transportasi yang tepat, dan mencari terlebih dahulu pihak-pihak yang dapat menjadi APMS atau Agen Premium dan Minyak Solar. Intinya, pelaksanaan program ini tidak mudah, karena misalnya, terlalu jauh jaraknya, sementara volume yang didistribusikan kecil, sehingga nilainya tidak terlalu ekonomis. Meskipun, tetap akan ada nilai ekonomis tersebut," tutur Adiatma Sardjito, Vice President Corporate Communication Pertamina, dalam satu kesempatan di Jakarta baru-baru ini.
Buktinya, mari kita lihat terlebih dahulu, optimalisasi jaringan distribusi BBM di Indonesia --- yang banyak dinilai rumit --- untuk menyalurkan BBM melalui pengoperasian berbagai infrastruktur penunjang. Untuk menyalurkan energi ke seluruh penjuru negeri, Pertamina mengoperasikan prasarana penunjang, seperti berikut:
* 6.454 SPBU.
* 2.856 unit mobil tanki (hingga Februari 2016).