"Dulu saya pernah ada benjolan di payudara. Sampai-sampai badan saya meriang, panas dingin. Udah gitu (pengobatan alternatifnya) "disembur" sama orang "bisa". Selain "disembur" juga diurut, begitulah pengobatan alternatif masa dulu. Kemudian memerah dan ukuran benjolannya sampai membesar. Lama kelamaan benjolan itu pecah, keluar isinya banyak darah, nanah. Sesudah pecah, saya tenang jadinya, bahkan sampai sekarang enak tuh. Selama itu pula saya enggak pernah berobat ke dokter."
= = = = Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Pengalaman itu disampaikan salah seorang ibu separuh baya dalam sesi tanya-jawab talkshowEdukasi Kanker Payudara (Breast Cancer) yang diselenggarakan komunitas Pink Shimmer Inc bekerjasama dengan RS Mitra Kemayoran Jakarta, pada Sabtu (17 Juni 2017) di Jalan Pinang, Pamulang Timur, Tangerang Selatan. Talkshow ini menjadi bahagian acara Ramadan Berkah, selain bakti sosial pemberian bantuan paket sembako kepada para dhuafa, juga buku pelajaran kepada anak-anak kurang mampu.
Menyimak pengalaman pengobatan alternatif untuk menghilangkan benjolan di payudara tadi, Dinda Nawangwulan yang menjadi salah satu pembicara edukasi mengingatkan agar meskipun benjolan yang sempat memerah dan membesar itu sudah pecah, tetap harus diperiksakan ke dokter.
"Meski sudah pecah benjolannya, saya berharap sih semoga semuanya baik-baik saja. Tapi, saya sarankan agar tetap dilakukan pengecekan medis ke dokter. Karena kita tidak tahu, apakah yang didalam itu sudah bersih atau belum. Supaya kita tahu kondisi badan kita sendiri. Karena, yang mengontrol badan kita adalah diri kita sendiri, bukan dokter, bukan suami, atau bukan orang lain," ujar Dinda, survivor Kanker yang sekaligus penggagas Pink Shimmer Inc, lembaga non profit yang sejak berdiri pada 2007 terus memotivasi penderita Kanker Payudara.
Kisah perjuangan inspiratif Dinda berawal ketika pada 2005 silam ia menemukan terdapat benjolan pada payudaranya. Dinda yang baru berusia 30 tahun dan sedang menjalani masa-masa keemasannya, tiba-tiba harus menerima vonis bahwa benjolan tersebut adalah tumor! Â Â
"Tapi, untuk mengetahui tumor ganas atau jinak maka saya harus melakukan pemeriksaan biopsi. Kalau tumornya ganas maka itu berarti positif kanker. Resiko yang harus saya hadapi adalah satu payudara saya harus diangkat, supaya akar-akar kankernya tidak menyebar. Lemas sekali saya membayangkan mengapa hidup saya harus mengalami kenyataan pahit yaitu harus menerima resiko diangkat kedua payudara ini," tutur Dinda.
Sedangkan kalau hanya diangkat tumor ganas atau kankernya saja, lanjut Dinda, maka dirinya harus melakukan kemoterapi atau dimasukkan cairan ke dalam tubuh (payudara) melalui infus untuk membunuh sel-sel kanker. "Tapi efek kemoterapinya, seperti disampaikan oleh dokter waktu itu adalah, rata-rata akan mengalami rambut rontok, kulit kusam, mual-mual dan sebagainya. Termasuk, ada masa saya mengalami kondisi drop, demam sampai tidak nafsu makan. Meskipun, tidak semua penderita kanker yang dikemoterapi mengalami hal-hal seperti demikian," urai pemilik rambut agak pirang lurus sepunggung ini.
Dua bulan menjalani treatment pengobatan alternatif seperti itu, ungkap Dinda, dirinya memutuskan untuk berhenti karena efeknya cukup menyakitkan. "Setelah itu, kakak saya membawa saya ke Singapura untuk pemeriksaan tumor. Hasil pemeriksaan biopsi menyatakan itu adalah tumor ganas dan posisinya stadium 1 grade 3. Grade 3 artinya keganasan tumornya ini tinggi sehingga akan cepat sekali penyebarannya ke bagian-bagian lain dari tubuh," tutur anak ke 12 dari 13 bersaudara ini.