“Mengapa pilih bisnis membatik?” tanya Agatha Nirbanawati yang bertindak sebagai pemandu talkshow#KetapelsMembatik.
“Kami sadar bahwa bangsa Indonesia punya warisan dunia yang membanggakan yaitu batik. Kebetulan juga pada 2004 silam saya berbisnis cinderamata khas Nusantara, demi mendukung tugas suami yang bekerja di salah satu perusahaan swasta asing dan kerapkali membutuhkan cinderamata tersebut. Setelah sempat wara-wiri membeli cinderamata khas Nusantara, akhirnya saya kepikiran untuk lebih baik memproduksinya sendiri saja. Nah, jatuhlah pilihan pada usaha untuk mulai membatik, sampai sekarang,” jawab Dra Nelty Fariza Kusmilianti selaku narasumber talkhow yang digelar Kompasianer Tangsel Plus (Ketapels) pada Sabtu, 25 Maret 2017 di bilangan Pondok Aren, Tangsel.
Rahab Ganendra serius membatik. (Foto: Gapey Sandy)
Meniup canting agar lubangnya tidak tersumbat karena lilin. (Foto: Gapey Sandy)
Rushan Novaly, tengah, juga sibuk membatik. (Foto: Gapey Sandy)
Dalam
talkshow bertajuk
Saatnya Batik Etnik Tangsel Memegang Kendali Menuju Go Internasional, Nelty menambahkan, pada awalnya, ia sekadar membuat Batik Etnik Banten. “Maklum, waktu itu belum ada Batik Etnik Tangsel karena Kota Tangsel pun belum lahir. Ternyata, apresiasi yang bagus ditunjukkan oleh warga negara asing. Mereka menyukai Batik Etnik Banten,” ujar pemilik Galeri Sekar Purnama ini.
Nelty yang sudah belajar membatik sejak 2002 --- dan menjajakan batik etnik hingga ke berbagai negara sejak 2004 --- mengatakan, pada saat membatik tidak boleh sembarangan dilakukan. “Ekspresi jiwa pembuatnya akan tercermin dari karya batiknya itu sendiri. Membatik juga perlu menggunakan pola, sebab kalau tidak, bakal jadi ‘Jaka Sembung’ alias tidak nyambung,” terangnya.
Elisa Koraag, kiri, asyik membatik. (Foto: Gapey Sandy)
Pak Ketu Ketapels, Rifki Feriandi berduet membatik dengan buah hatinya. (Foto: Gapey Sandy)
Membatik tidak bisa sembarangan. (Foto: Gapey Sandy)
Bagaimana sebenarnya motif-motif Batik Etnik Tangsel itu?
Nelty menjelaskan, sekalipun belum ada Perda yang menetapkan ikon tertentu sebagai pakem perlambang Kota Tangsel, tetapi dirinya dan teman-teman pengrajin Batik Etnik Tangsel tidak mau menunggu apalagi berpangku-tangan. “Berbagai motif kami ciptakan, seperti misalnya mengangkat destinasi wisata, kebudayaan, flora dan fauna, sektor usaha dan segala potensi lainnya yang berkembang di Tangsel. Misalnya, Bendungan Gintung, Bunga Anggrek, Kacang Kulit Sangrai, Stasiun Kereta Api Sudimara, Rumah Blandongan, Ondel-ondel dan sebagainya,” urainya penuh semangat.
Mulai gunakan kuas untuk pewarnaan. (Foto: Gapey Sandy)
Pewarnaan. Workshop Ketapels Membatik. (Foto: Gapey Sandy)
Serius mewarnai. (Foto: Gapey Sandy)
Talkshow#KetapelsMembatik ini didukung sepenuhnya oleh
Kompasiana dan
Bank Danamon. Turut juga berbicara dihadapan sekitar 30 Kompasianer adalah
Firdaus selaku Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangsel, juga Mirza dari Bank Danamon yang menjelaskan dukungan penuh bank ini terhadap kelanggengan dan kemajuan usaha masyarakat kecil juga menengah. Ada juga
Leonita Julian, yang menyebut dirinya sebagai Fashion Blogger.
Proses pewarnaan. (Foto: Gapey Sandy)
Mengajarkan proses membatik sejak dini. (Foto: Gapey Sandy)
Sim salabim menjadi warna hijau. (Foto: Gapey Sandy)
Menurut Leonita, pada masa sekarang, pengertian seni batik sudah mengalami pergeseran lagi namun dalam artian positif. Motif batik dan coraknya semakin beragam dan jumlah variasinya bertambah banyak juga. “Yang lebih penting lagi, seni batik sudah menjadi komoditas industri terutama skala kecil dan menengah,” ujarnya.
Agar supaya batik semakin digemari oleh kawula muda, kata Leonita lagi, maka cara paling mudah adalah, para desainer dan pengrajin batik membuat desain batik yang sederhana sehingga bisa dipakai sehari-hari atau jangan melulu batik hanya untuk pergi ke pesta saja. Dengan demikian semakin bisa diterima serta digemari anak-anak muda. Sedangkan untuk memperkenalkan motif-motif batik kepada anak-anak muda, saya melihatnya akan memiliki kendala, karena mereka kurang suka menghafal.
Nelty Fariza Kusmilianti (kiri) dan Agatha Memey Nirbanawati (kanan) dalam talkshow. (Foto: Gapey Sandy)
Nelty Fariza ketika presentasi. (Foto: Gapey Sandy)
Leonita Julian, fashion blogger menyampaikan presentasinya tentang mode batik masa kini. (Foto: Gapey Sandy)
Mirza dari Bank Danamon. (Foto: Gapey Sandy)
Paparan Mirza dari Bank Danamon. (Foto: Gapey Sandy)
Firdaus selaku Kepala Dinas Koperasi dan UKM Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
“Akan lebih baik apabila langsung disampaikan motif batik tersebut, lengkap dengan penjelasannya. Penjelasan yang langsung ini biasanya akan mudah untuk selalu diingatnya,” tutur Leonita yang beberapa kali menjadi juara lomba blog bertema fashion. (*)
Berikut adalah diantara motif-motif Batik Etnik Tangsel:
Leonita Julian dan Batik Etnik Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Batik yang sudah diwarnai dan yang belum, dengan motif sama. (Foto: Gapey Sandy)
Leonita Julian, fashion blogger mengapresiasi Batik Etnik Tangsel. (Foto: Gapey Sandy)
Dari kiri ke kanan: Firdaus, Nelty, Rifki Feriandi. (Foto: Gapey Sandy)
Sampai jumpa di kegiatan Ketapels berikutnya ...Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya