“Ketika Tangsel lahir, akhirnya saya juga membuat Batik Tangsel, karena memang toh saya juga bermukim di Tangsel. Apalagi saya sudah mengawali usaha batik ini dengan membangun market. Ini penting karena jangan sampai sementara ‘dapur’ kita melakukan produksi, tapi ‘ngebul’-nya malah tidak terjadi. Jadi, saya awali usaha membatik ini dengan membangun pasar sampai ke mancanegara,” ujar Nelty yang mengaku baru belajar membatik sejak 2002.
Menurut Nelty, salah satu motif yang tidak bisa dilepaskan adalah Bunga Anggrek van Douglas yang berwarna ungu. “Memang, selalu diusahakan untuk mengangkat kearifan budaya lokal diantaranya dengan memilih ikon flora dan fauna. Nah, karena di sejumlah wilayah Tangsel masyarakat ramai membudidayakan Anggrek Ungu jenis Van Douglas, maka motif Anggrek biasanya selalu muncul pada setiap desain dan motif Batik Etnik Tangsel. Apalagi, Walikota Airin Rachmi Diany sempat berharap agar Anggrek van Douglas menjadi lambang Kota Tangsel,” urai Nelty.
Motif lain? Tentu saja terus dikembangkan oleh para pengrajin Batik Etnik Tangsel yang jumlahnya masih terbatas hitungan jari. “Kami coba untuk mengangat potensi dan kearifan budaya lokal seperti misalnya Stasiun Sudimara di Jombang, Tangsel yang ternyata apabila dituangkan menjadi motif batik memiliki karisma yang luar biasa. Bahkan, ada juga motif Kacang Kulit Sangrai Keranggan. Seperti kita tahu, wilayah Keranggan di Kecamatan Setu, Tangsel, menjadi sentra produksi kacang kulit sangrai yang sudah begitu masyhur,” tutur Nelty mencontohkan.
Eh, asal tahu saja, belum lama ini, Walikota Airin Rachmi Diany dalam satu kesempatan kerjanya pun mengenakan busana Batik Etnik Tangsel bermotif Kacang Sangrai Keranggan. Luar biasa!
Batik Etnik Tangsel dengan motif Kacang Sangrai sebenarnya baru diluncurkan pada Oktober 2016 melalui ajang Batik Fashion Lunch bertajuk Batik Tangsel The Everlasting Heritage di salah satu hotel di bilangan Bintaro. Ajang ini sekaligus wujud kepedulian Nelty bersama sejumlah pengrajin dan desainer demi memperingati Hari Batik Nasional yang jatuh pada 2 Oktober. “Saya gemas, karena peringatan Hari Batik Nasional khususnya di Tangsel kurang semarak,” kesal Nelty.
Ada juga motif pesona Krakatau yang dipadu-padankan dengan Anggrek van Douglas. Hasilnya? Sangat mempesona. “Kami inginnya punya batik etnik yang selalu menampilkan ciri khas kearifan lokal. Letusan Gunung Krakatau itu sudah menjadi fenomena dunia yang luar biasa, dari sinilah kami mengapresiasikannya menjadi motif Batik Etnik Tangsel yang ada di Provinsi Banten, dengan dilengkapi sentuhan motif Anggrek van Douglas,” jelas Nelty.
Tapi, bukankah Gunung Krakatau tidak berada di Tangsel? Anak kelima dari tujuh bersaudara ini pun berkilah bahwa motif pesona Krakatau semata menampilkan pemandangan indahnya yang bisa disaksikan dari kawasan Anyer, Banten.
“Benar, Krakatau tidak berada di Tangsel. Tapi dari wilayah perairan di Anyer, kita bisa memandang pesona Krakatau yang begitu luar biasa indah dan fenomenal. Nah, jadi yang kami tampilkan secara motif adalah Pesona Krakatau yang ada di Banten dan menjadi kebanggaan Kota Tangsel yang juga bahagian dari Provinsi Banten. Jadi, cara pandangan Krakatau ini lebih kepada view-nya yang mempesona,” tandas Nelty.
Untuk lebih mengetahui khasanah motif Batik Etnik Tangsel, berikut sejumlah motif yang sudah memasyarakat: