“Membatik itu ada ruhnya. Tidak asal sekadar menorehkan malam menggunakan canting di atas selembar kain saja.”
Kalimat sarat falsafah itu meluncur dari Nelty Fariza Kusmilianti, salah seorang pengrajin Batik Etnik Tangerang Selatan (Tangsel) ketika dijumpai komunitas Ketapels --- Kompasianer Tangsel Plus --- di lobby Hotel Santika, Bintaro, pada pertengahan Maret kemarin.
Pertemuan sengaja dilaksanakan untuk membicarakan rencana menggelar talkshow & workshop#KetapelsMembatik bertajuk ‘Saatnya Batik Etnik Tangsel Memegang Kendali Menuju Go Internasional’. Perhelatannya sendiri bakal dilangsungkan Sabtu, 25 Maret 2017 (09.00 – 14.30 wib) di Galeri Sekar Purnama, Pondok Aren, Tangsel.
Merek batik ‘Sekar Purnama’ itu sendiri memang erat kaitannya dengan Nelty. Maklum, perempuan kelahiran Cianjur, 8 September 1962 ini tak lain dan tak bukan adalah sang pemiliknya.
“Saya mulai menekuni usaha kerajinan membatik sejak tahun 2004. Waktu itu, Batik Etnik Tangsel belum ada, karena Kota Tangsel sendiri pun belum lahir. Meski begitu, motif batik etnik sudah mulai saya kembangkan sejak pertama terjun ke dunia membatik,” kenang Nelty yang menetap di Villa Bintaro Regency, Pondok Aren, Tangsel.
Pilihan Nelty untuk serius membuka usaha kerajinan batik etnik ternyata tepat! Karena, pada tahun-tahun berikutnya, 2005 – 2006, Nelty berhasil membawa marwah dan kebanggaan batik etnik hingga ke mancanegara, dalam hal ini Jepang. Ketika itu, Nelty --- yang kini masih menjabat sebagai Ketua Bidang Event Organizer Ikatan Kartini Profesional Banten, Indonesia (IKAPRI) periode 2014 hingga 2019 ---, sukses menggelar pameran batik etnik di Negeri Matahari Terbit itu. Sekaligus pula Nelty mendulang banyak pundi-pundi Yen Jepang karena berhasil mencatatkan angka penjualan batik etnik yang mencengangkan.
Bagaimana enggak? Asal tahu saja, ketika di Tokyo itu, batik etnik Banten yang sengaja dibuat dan dipamerkan Nelty, ludes diborong pengunjung yang banyak diantaranya merupakan jajaran diplomat asing. Termasuk, coba tebak siapa ayo? Ya betul, keluarga istana kekaisaran Jepang pun tertarik demi melihat keindahan desain juga motif batik etnik Banten. Mereka pun ikut membelinya.
“Menariknya, motif etnik dari Batik Benteng Tangerang justru mencerminkan percampuran budaya yang melekat dari sejumlah wilayah yang begitu kuat pengaruhnya. Misi saya adalah untuk mengangkat nilai positif dari akulturasi budaya masyarakat. Diantaranya, masyarakat Tionghoa yang ada di Tangerang dimana mereka dikenal dengan sebutan Cina Benteng. Dengan motif Batik Benteng ini saya berharap orang juga tahu, bahwa ada akulturasi budaya dari unsur masyarakat Tionghoa di Tangerang. Bahkan tidak hanya sekadar tahu, tapi saya berharap siapa saja akan mengerti bahwa masyarakat Cina Benteng bahkan pernah ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Motif Batik Benteng misalnya, saya mengangkat tentang faunanya seperti gambar Ular Naga, juga warna batiknya yang kontras dengan dominasi warna merah dan kuning keemasan,” tutur anggota Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) pimpinan Ketua Umum Elza Syarief ini.
Tak hanya itu, ada juga motif Ondel-ondel Betawi, dan motif geometris Al-Bantani yang terinspirasi dari tokoh ulama Banten bernama Syekh Al Bantani. Tak cuma itu, motif Gerbang Tigaraksa pun pernah juga menjadi sumber inspirasi Nelty berkreasi.
Nah, ketika Kota Tangsel lahir pada 2008 lalu, Nelty yang sudah cukup pengalaman membuat batik etnik dengan mengangkat kearifan lokal tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Ia pun turut menjadi salah seorang pengrajin yang melahirkan Batik Etnik Tangsel.