Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Money

Tambang Sokong Kehidupan Bangsa Sejahtera

13 November 2016   00:42 Diperbarui: 13 November 2016   01:25 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengrajin Batik Tanak Liek di Padang. (Foto: Gapey Sandy)

Membedah tambang dari sisi produk galian erat kaitannya dengan pemanfaatan dalam dinamika kehidupan. Tambang memang untuk kehidupan. Tapi, mematut tambang dari sisi perekonomian pun ternyata sangat berkorelasi dengan naik turunnya pendapatan juga belanja negara. Tak bisa disepelekan nilai sumbangsihnya terhadap penerimaan negara. Pada APBN 2015 misalnya, penerimaan negara secara total berjumlah Rp 1.793,6 triliun. Dari angka ini, SDA Migas menyumbang Rp 224,3 triliun, sedangkan SDA Non Migas menyokong Rp 30,0 triliun.

Terbayang kalkulasi risiko negatif ekonominya yang  begitu besar bila sektor pertambangan tidak serius dibenahi atau dibiarkan stagnan dengan “ketidakhadiran” negara.

Peringatan yang seirama sebenarnya juga ditujukan agar duet “Jonan – Arcandra” segera aware dan ambil tindakan tegas terhadap maraknya tambang-tambang ilegal. Apa sudah sebegitu parah? Ya, sejumlah kasus sudah mengemuka dan mengancam kelestarian lingkungan hayati.

Setidaknya apa yang disampaikan Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan IPA Universitas Pattimura, Ambon, Yuthinus T Male seperti dimuat Kompas (19/9) harus menjadi perhatian. Misalnya, pekerja tambang ilegal yang menggunakan merkuri dan sianida di Gunung Botak, Maluku. Pemakaian merkuri untuk mendulang emas dipastikan bakal berdampak kerusakan jangka panjang. Air bekas proses pengikatan emas bisa merusak ratusan hektar kebun sagu dan areal persawahan warga.

Di Sulawesi Tengah beda lagi. Aktivitas penambangan liar justru sudah merambah dan menjarah hingga ke Taman Hutan Raya Sulteng. Padahal, taman hutan rakyat yang berada di perbukitan ini merupakan kawasan penyangga Kota Palu dan sangat vital mengendalikan bencana banjir maupun tanah longsor. Selain itu, sekitar 5.000 penambang liar di Poboya, disebut-sebut juga sudah menjarah 10 hingga 17 hektar kawasan Taman Nasional Lore Lindu yang mustinya haram untuk dieksploitasi.

Penambangan emas di Gunung Botak, Ambon. (Foto: indonesiatimur.co)
Penambangan emas di Gunung Botak, Ambon. (Foto: indonesiatimur.co)
Tambang emas liar di Dongi-Dongi, Poso, Sulawesi Tengah. (Foto: Antara)
Tambang emas liar di Dongi-Dongi, Poso, Sulawesi Tengah. (Foto: Antara)
Payung hukum untuk memberantas penambang liar yang merusak alam seperti itu sudah ada, yakni UU No.4/2009 tentang Pertambangan Minerba. Tinggal masalahnya, berkejaran dengan waktu saja. Antara kerusakan masif yang terus ditimbulkan dari hari ke hari, dengan penegakan hukum yang semestinya dilakukan.

Sesungguhnya, tambang untuk kehidupan!

Jangan biarkan siapa saja melakukan penambangan tanpa taat asas dan aturan. Apalagi tanpa tata kelola dan mengabaikan nasib masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun