Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Money

Tambang Sokong Kehidupan Bangsa Sejahtera

13 November 2016   00:42 Diperbarui: 13 November 2016   01:25 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lembar Data Program Kesehatan 2013 di PTFI. (Sumber: PT Freeport Indonesia)

Menanti Jurus Pembenahan ala “Jonan - Arcandra”

Secara teknis, pertambangan berada dalam  kewenangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Duet Ignasius Jonan sebagai Menteri ESDM dan Arcandra Tahar sebagai Wakil Menteri ESDM menakhodai kementerian teknis yang bertanggung-jawab atas lima undang-undang. Mulai dari energi (termasuk Energi Baru dan Terbarukan/EBT), minyak dan gas (migas), mineral dan batubara (minerba), panas bumi (geothermal), dan kelistrikan. Tantangan kerja bagi keduanya jelas teramat berat, mulai dari masalah legal yang utamanya terjadi pada minerba, dan mafia migas yang harus keduanya siasati dengan memainkan jurus sakti mandraguna.

Bagaimana kondisi terkini dari lima sektor ini? Mari kita tinjau pada dua sektor saja, migas dan minerba. Tabloid Kontan edisi 24 – 30 Oktober 2016 mengolah data dari berbagai sumber secara apik. Untuk Migas misalnya, kondisi saat ini digambarkan dalam kondisi yang kedodoran. Produksi minyak Indonesia terus merosot. Pada 2020 nanti, lifting minyak mentah diperkirakan tinggal 480 ribu – 550 ribu barel per hari (bph). Begitu juga dengan produksi gas Indonesia yang terus mengalami kondisi yang sama. Pada 2020 kelak, lifting gas diprediksi sekitar 1,1 juta – 1,2 juta barel setara minyak per hari (bsmph). Sementara pada sisi lain, konsumsi minyak Indonesia tumbuh tidak terkendali. Bahkan kini mencapai 1,6 juta bph dan meningkat jadi 2,2 juta bph dalam satu dasawarsa ke depan.

Ketahanan Migas sudah 'lampu merah'. (Sumber: SKK Migas)
Ketahanan Migas sudah 'lampu merah'. (Sumber: SKK Migas)
Angka-angka mengkhawatirkan ini pernah disampaikan juga oleh Kepala Bagian Humas SKK Migas, Taslim Z Yunus ketika berbicara di acara Kompasiana Nangkring bersama SKK Migas bertajuk Menciptakan Iklim Investasi Yang Baik Untuk Industri Hulu Migas Indonesia pada 26 Agustus lalu di Jakarta. Penulis termasuk yang hadir kala itu, dan menuliskan reportase acara tersebut di sini.

Menurut Taslim, ketahanan energi Nasional sudah dalam status genting. “Diperkirakan, mulai 2019 nanti, produksi minyak dan gas di Indonesia akan terus mengalami penurunan sampai dengan 2025. Untuk minyak, sebenarnya puncak produksi sudah mencapai tahap puncaknya pada 1995 (second peak oil year), lalu kemudian terus menerus terjadi penurunan, meski sempat naik pada 2016 ini, tapi setelah itu akan kembali turun lagi. Begitu pun gas bumi, puncak kiri dan kanan (peak gas) hanya terjadi pada 2010 dan 2018, sementara pada rentang kedua tahun ini terjadi fluktuasi yang cenderung turun. Nah, mulai 2019 nanti, barulah produksi minyak dan gas bumi diramalkan akan sama-sama terus menurun. Inilah yang dimaksud status “lampu merah” untuk kemandirian atau ketahanan energi Indonesia,” prihatin Taslim.

Kalau Taslim menyebut status ‘lampu merah’, sebenarnya hal ini sama saja artinya dengan apa yang di-wanti-wantiKontan. Apabila tidak ada eksplorasi sumur baru, maka dalam delapan tahun ke depan, cadangan minyak Indonesia akan habis. Sementara cadangan gas akan habis dalam tempo 10 tahun mendatang. Imbasnya, penerimaan negara dari sektor migas akan terus anjlok, dan impor migas semakin membebani neraca perdagangan Indonesia.

Masalahnya, ketika investor datang dan hendak melakukan eksplorasi juga eksploitasi sumur Migas di Indonesia, masuk akal apabila banyak sekali tantangan yang dihadapi. Bukan melulu soal kemampuan dan pengalaman an sich, tapi juga yang bersifat eksternal apalagi internal.

Meity selaku Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) menyampaikan, untuk melakukan eksplorasi seperti yang juga diharapkan Pemerintah tidak semudah membalik telapak tangan. Malah persoalannya membelit.

“Mulai dari harga minyak dunia yang semakin anjlok, meskipun disertai juga dengan penurunan sejumlah pos-pos biaya produksi. Adanya PP No.79/2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Migas Bumi, dimana PP ini diminta untuk segera direvisi. Biaya pengeboran eksplorasi yang makin mahal karena trend eksplorasi Migas mengarah ke wilayah Timur Indonesia yang notabene minim infrastruktur, dan offshore atau lepas pantai. Biaya operasional Migas yang ada saat ini semakin besar akibat sumur produksi yang dikelola sudah tua, sehingga laju produksi tidak berbanding lurus dengan biaya. Kondisi sumur produksi yang sudah tua menjadikan cost maintenance dan cost recovery menjadi mahal,” ungkapnya.

Tabel statistik distribusi penerimaan negara. (Sumber: SKK Migas)
Tabel statistik distribusi penerimaan negara. (Sumber: SKK Migas)
Selain itu, imbuh Meity, banyaknya perizinan baik di tingkat pusat maupun daerah yang harus dipenuhi menyebabkan tidak adanya kepastian aturan terkait operasi Migas. Juga, banyak peraturan yang saling tumpang tindih antarinstansi terkait operasi Migas, baik di tingkat Pusat maupun Daerah. Dan, ketiadaan otoritas tunggal yang dapat menyelesaikan sengketa diantara instansi Pemerintah.

Pemerintah sendiri sebenarnya menyadari kondisi ketidaknyamanan ini. Lantaran dalam Nota Keuangan Beserta RAPBN 2017 disebutkan bahwa, secara umum, kinerja produksi minyak mentah di lapangan-lapangan migas nasional menunjukkan tren penurunan alamiah akibat kondisi sumur-sumur minyak yang sudah tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun