Menanam pohon, bagi Bambang adalah wujud rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa. “Saya terus memompa semangat agar Gerakan Asal Hijau ini maju berkembang dengan dukungan warga. Semua dilaksanakan sekaligus sebagai wujud dari rasa syukur kepada Allah SWT karena sudah diberikan oksigen yang berlimpah dan gratis,” tutur Bambang.
“Bayangkan, begitu mahal harganya kalau kita harus membeli oksigen untuk bernafas. Sementara, Allah SWT memberikan oksigen secara gratis. Maka itu kita harus bersyukur atas anugerah cuma-cuma dari Allah SWT ini dengan cara menanam pohon, karena bukankah oksigen dihasilkan dari pohon-pohon itu. Niatkanlah menanam pohon itu sebagai ibadah dan insya Allah menjadi kunci masuk surga,” seru Bambang.
Kunci keberhasilan untuk menggiatkan gerakan penghijauan adalah karena bermodalkan empat hal sepele tapi penting. Pertama, kita semua memiliki waktu. Bambang mengistilahkan hanya orang yang dirawat di ICU rumah sakit saja yang tidak punya waktu. Kedua, kita punya akal. Ketiga, kita punya sampah. Dan keempat, kita punya teman. “Dengan keempat modal ini, maka semuanya menjadi mungkin,” tukas Bambang sembari menyebutkan bahwa langkah selanjutnya adalah melakukan interaksi, networking, silaturahim, dan bertukar pikiran dengan para ahli.
Gerakan Menabung Air
Bambang juga memprakarsai GEMAR atau Gerakan Menabung Air. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi berbagai krisis yang mendera dunia, diantaranya krisis air. Menurut Bambang, air yang ada di seluruh dunia, 97,5 persen terdiri dari air laut, dan 2,5 persennya adalah air tawar.
Dari 2,5 persen air tawar itu, sebanyak 70 persennya berada di kutub, dan 29,7 persen berada didalam tanah, serta 0,3 persen adalah air tawar danau dan sungai. “Yang membuat banjir dan sebagainya berasal dari yang 0,3 persen ini,” ujarnya.
Kalau pada masa lampau yang belum banyak bangunan didirikan, air hujan itu 10 persennya mengalir, 40 persennya menguap, dan 50 persennya meresap ke dalam tanah. Sedangkan kini, dengan banyaknya bangunan pemukiman dan gedung-gedung pencakar langit, maka ketika hujan turun 30 persen menguap, 50 persen mengalir, dan hanya 15 persen saja yang terserap ke dalam tanah. “Mencermati hal ini, maka siapa pun penjabat gubernur DKI Jakarta, pasti akan mengalami ancaman risiko banjir ketika musim penghujan,” ujar Bambang seraya berpesan agar setiap warga harus bijak mengelola air.
Sistem kanalisme yang hanya memindahkan satu lokasi banjir ke lokasi lain di sekitarnya ini tidak berlaku di RW 023. Karena, menurut Bambang, ketika musim penghujan tiba, melalui program GEMAR maka air hujan diharapkan jangan sampai “pergi” ke RW tetangga. “Melalui program GEMAR, kami berharap air bisa masuk meresap ke dalam tanah melalui lubang-lubang biopori, sumur-sumur injeksi, bak kontrol resapan, parit-parit resapan dan lainnya,” urai Bambang.
Khusus menyangkut Lubang Resapan Biopori (LRB), menurut Bambang, fungsinya banyak sekali. Mulai dari mempercepat peresapan air hujan sehingga efektif mencegah genangan air dan banjir serta erosi tanah juga longsor. LRB juga mampu mengatasi sampah organik sehingga mampu meningkatkan cadangan air tanah, dan menghasilkan kompos untuk semakin menyuburkan tanah. “Pada akhirnya, dengan LRB maka penyakit yang disebabkan genangan air dan banjir akan berkurang, terciptanya lingkungan hidup yang nyaman dan lestari karena kelembaban terjaga, serta untuk mendukung pengembangan agribisnis perkotaan,” tutur Bambang.
Bambang punya cara sendiri untuk menjaga jangan sampai air hujan yang turun di wilayah RW 023 berpindah atau “lari” ke RW tetangga. Caranya, ia meminta kepada segenap warga untuk apalagi hujan turun, maka perhatikan secara seksama bagaimana dampak genangan yang ditimbulkan. “Setiap ada genangan air, maka segera diberi tanda. Maksudnya, agar keesokan harinya dapat segera dibuat lubang biopori maupun sumur injeksi. Opsi diantara dua ini disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat genangan airnya,” tutur Bambang.
Dari program GEMAR ini, akhirnya RW 023 berhasil membuat kalkulasi matang. Dari seluruh 650 lubang resapan biopori (terdiri dari tiga jenis: standar menggunakan pipa paralon, jumbo dari kaleng cat 10 kilogram, dan super jumbo yang terbuat dari kaleng cat 25 kilogram), 6 sumur injeksi, 3 bak kontrol resapan, dan 40 meter parit resapan, efektivitasnya pada setiap kali hujan turun, mampu menampung air hingga 44.050 liter. “Dari April 2015 hingga April 2016 dimana terjadi 96 kali hujan, maka begitu dikalikan: 96 kali hujan x 44.050 liter = 4.228.800 liter air hujan yang mampu ditampung,” ujarnya semangat.