Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Tanpa Tanam Pohon, Warga Tak Dapat Cap Stempel RW

1 November 2016   22:40 Diperbarui: 2 November 2016   02:09 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suku Dalu menjadi sebutan bagi warga yang baru bisa bekerja bakti pada malam hari akibat sibuk di siang hari. (Foto: glintunggogreen.com)

“Uang kas nol rupiah. Semua dana tersisa dihabiskan untuk masa pemilihan RW lengkap dengan kampanye sampai kepada pergelaran acara serah-terima jabatan Ketua RW. Bayangkan, saya mulai bekerja dengan kas RW yang posisinya nol rupiah,” tutur Bambang.

Padahal, Rukun Warga 023 termasuk gemuk jumlah warganya. “Di RW kami, ada 3mpat RT yang seluruhnya terdiri dari 303 Kepala Keluarga. Total seluruhnya ada 1.086 jiwa. Sebagian besar pekerjaan warga kami adalah buruh dan membuka usaha kecil-kecilan,” ujar Bambang yang punya titel Sarjana Pertanian.

Meski “diwariskan” uang kas nol rupiah, tapi Bambang tidak galau, sensi apalagi baper. Ia justru semakin bertekad bulat untuk tidak mau hanya sekadar menengadahkan tangan minta bantuan dana kepada Lurah. Atau, cuma “menjajakan” jasa dengan mengharap imbalan seketip dua ketip manakala ada warga yang butuh tanda-tangan dan cap stempel RW.

“Saya tidak mau yang seperti itu. Maka dari itu, sebagai manajer wilayah, saya bertekad untuk mempelajari potensi kewilayahan, yang ternyata, lokasi tempat tinggal kami berada di jalur strategis. Modal yang paling utama adalah karena di depan gang kami adalah jalan protokol, yang bahkan apabila Presiden RI Joko Widodo bolak balik ke Malang, pasti melintasi wilayah kami. Termasuk, kalau naik kereta api menuju Malang pun pasti akan melintasi wilayah kami, tidak mungkin lewat kota wisata, Batu,” tuturnya.

Nah, berbekal pembelajaran geografi dan demografi kewilayahan serta menjalankan fungsi manajer wilayah secara ethos pathos logos, mulailah Bambang bergerilya mewujudkan Tata Kelola Wilayah Berbasis Gotong-Royong.

Bambang Irianto memaparkan upaya yang dilakukan dalam mengubah mindset warga. (Foto: Gapey Sandy)
Bambang Irianto memaparkan upaya yang dilakukan dalam mengubah mindset warga. (Foto: Gapey Sandy)
Menurut Bambang, untuk mengubah semua perilaku buruk yang terlanjur menempel di lingkungan RW-nya, “Membangun lingkungan itu berarti sebanyak 60 persen adalah sama dengan mengubah mindset atau pola pikir, mental, dan budaya. Bahwa mengubah pola pikir masyarakat itu membutuhkan dana, jawabannya adalah benar, tetapi ini hanya menyumbang sekitar 20 persen saja. Sedangkan faktor ilmu pengetahuan hanya mendukung 10 persen. Sisanya, 10 persen lagi dilakukan dengan cara melakukan lomba, pressure dan regulasi,” urai Bambang.

Andaikata ada yang coba mengubah wajah suatu kampung dengan sekadar menggelar lomba ini-itu, maka efektivitasnya hanyalah 3,3 persen dari total upaya mengubah pola pikir masyarakat.

“Kalau cuma melaksanakan lomba ini-itu, maka ibaratnya apa yang dilakukan hanyalah sekadar supaya menang lomba. Ini sesuatu yang salah orientasi. Upaya melakukan perubahan lingkungan bisa jadi melempem dan patah semangat karena jumlah partisipasi warga yang sangat sedikit. Padahal seharusnya, partisipasi sebanyak 10 persen warga saja sudah merupakan jumlah yang luar biasa untuk mengubah wajah perkampungan,” terang Bambang sembari menampilkan meme pergelaran lomba-lomba antar kampung seperti seorang bocah gemuk yang wajahnya didandani bedak putih serampangan dengan diberi tulisan “tiwas dandan gak sido budal” (terlanjur sudah dandan tapi malah tidak jadi pergi).

Untuk membongkar mindset warga menuju perubahan yang baik, Bambang teringat semangat the founding fathers negara Indonesia yang sudah menanamkan jargon ’Bangunlah jiwanya, Bangunlah badannya’. “Semangat ini kemudian saya ejawantahkan dengan cara, dimulai dari sekarang juga; dimulai dari diri sendiri; dan dimulai dari yang mudah. Semua itu harus didasarkan pada dimulai dengan niat ibadah!” tegas Bambang.

Tapi, bukan berarti Bambang dengan mudah mengubah mindset warganya. Setahun upaya mengubah pola pikir itu hanya “dihabiskan” dengan melakukan banyak pertemuan atau rapat, diskusi, pro-kontra dan lainnya bersama warga.

Nah, dari frekwensi pelaksanaan rapat yang banyak dilakukan sepanjang satu tahun itu, akhirnya tercapai kesamaan pendapat dan kesepakatan bersama untuk melakukan gerakan penghijauan di RW 023. Tapi, meski sudah diketok palu dan disahkan, tetap saja kendala menghadang, karena para RT sepakat bertanya: “Mana dana untuk penghijauannya, Pak RW?” Padahal seperti sudah dijelaskan sebelumnya, dana kas RW itu kosong melompong.

Menyadari bahwa uang kas RW sama sekali nihil untuk menggerakkan penghijauan, spontan banyak warga yang mulai pesimis akan keberhasilannya. “Malah muncul istilah ‘ati karep, bondo cupet’ yang artinya ‘maksud hati benar-benar kepingin tetapi apa daya tidak ada dana’. Beginilah gambaran kepesimisan warga waktu itu,” cerita Bambang.

Warga yang tidak menanam pohon, tidak akan dilayani permintaan tandatangan dan cap stempel RW. (Foto: Gapey Sandy)
Warga yang tidak menanam pohon, tidak akan dilayani permintaan tandatangan dan cap stempel RW. (Foto: Gapey Sandy)
Kesamaan pendapat dan kesepakatan bersama untuk melakukan gerakan penghijauan di lingkungan RW 023 memang terkendala ketiadaan dana kas, tetapi hal ini tidak menyurutkan langkah Bambang untuk maju terus! “Sebagai manajer wilayah saya harus tetap optimis. Sebagai Ketua RW saya tidak boleh lemah. Kalau pemimpinnya saja sudah tidak optimis dan lemah, ya bagaimana nanti dengan nasib warganya?” tanya Bambang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun