Suara bising pasti sangat mengganggu ketenangan. Bahkan Wikihow menyatakan, dampak kebisingan bisa mengakibatkan tuli, kelelahan lantaran tidak dapat beristirahat dengan prima hingga masalah psikologis.
Untuk itu, diantara saran yang disampaikan adalah membuat rumah bebas bising. Caranya? Membuat rumah atau ruangan yang kedap suara. Kalau tidak ingin membangun ulang dinding-dinding dan lantai yang kedap suara, maka bisa saja menggunakan pilihan alternatif semisal, melekatkan karpet di sekujur dinding juga lantai. Juga, menempelkan busa (spons) pada dinding, atau meletakkan rak yang penuh buku di dinding.
Pilihan alternatif mengurangi tingkat kebisingan silakan saja dipilih. Tetapi, salah satu yang paling mudah dilakukan tentu dengan menambahkan fitur kedap suara. Terkait masalah ini, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah, kini telah berhasil mengembangkan piranti yang sanggup mereduksi kebisingan suara, gema atau gaung suara.
Selain untuk mengatasi keluhan gema dan gaung ruangan yang terlalu mengganggu, tim peneliti juga menemukan fakta, bahwa banyak produk eco absorber berbagai merek dijual di pasaran. Tetapi, kebanyakan hanya produk impor, seperti merek 3M yang berasal dari Jerman dan masih banyak lagi. Berbanding terbalik, eco absorber buatan dalam negeri justru minim.
“Untuk itulah kami menciptakan eco absorber dengan menerapkan konsep ramah lingkungan. Pilihan kami adalah menciptakan eco absorber menggunakan bahan baku natural, berbasis alam, dan akrab dengan lingkungan. Apalagi, isu yang berkembang saat ini adalah isu penyelamatan lingkungan melalui gerakan Go Green dan sejenisnya,” jelas Andi, sapaan akrabnya yang termasuk anggota tim periset dan berhasil meraih gelar Sarjana Teknik berkat skripsi tentang eco absorber.
“Selain menggunakan kayu Sengon, kami juga memakai serat Kenaf sebagai isian dari panel-panel eco absorbernya. Kenaf itu semacam pohon Tebu yang kita ambil batangnya saja, lalu kita buat serat-seratnya untuk kemudian diisikan ke panel eco absorber. Pengaruh kayu Sengon dan serat Kenaf inilah yang optima menyerap atau meredam suara. Panel yang terbuat dari kayu Sengon dan berisi serat Kenaf ini kemudian dikemas lagi dengan busa, lalu kami percantik dengan balutan kain Linen,” tuturnya ditemui ketika menjaga stand UNS dalam Pameran Tangerang Selatan Global Innovation Forum (TGIF) di Puspiptek, Serpong, baru-baru ini.
Mengapa pilihannya jatuh kepada kayu Sengon?
Andi menuturkan, dalam hal menyerap bunyi, kayu Sengon sangat efektif. Selain karena ringan, juga karena serat kayunya yang sangat mendukung optimalisasi penyerapan suara. “Konsepnya, kayu Sengon dipergunakan untuk meredam bunyi atau suara karena relatif ringan, meskipun tidak terlalu ringan juga sebenarnya. Kalau menggunakan kayu yang berat, maka sangat tidak mungkin dilakukan. Kayu Sengon ini sengaja kami pilih karena memiliki massa jenis seberat 0,3 sampai 0,4 kilogram per meter kubik,” jelasnya.
Tim periset pernah juga menggunakan bahan baku lain, seperti kayu Mindi. Tetapi karena massa jenisnya lebih besar, maka hasilnya menjadi kurang maksimal. “Sedangkan untuk serat Kenaf, kami sengaja manfaatkan karena produk ini melimpah, khususnya yang didatangkan dari wilayah Lamongan, Jawa Timur,” terang Andi.
Proses pembuatannya?
Andi menguraikan prosesnya, gelondongan kayu Sengon mula-mula dipotong menjadi bentuk balok-balok kayu. Tetapi, bukan sembarangan potong! Karena, pemotongannya punya teknik khusus tersendiri.
“Pemotongannya dilakukan secara melintang atau bukan seperti memotong dalam bentuk papan kayu. Kenapa melintang? Karena membuat bunyi lebih bisa masuk melalui serat-serat kayu Sengon. Beda bila dipotong memanjang seperti bentuk papan, serat-serat kayunya malah akan memantulkan bunyi atau suara alias tak mampu meredam bunyi. Nah, balok-balok kayu Sengon yang dipotong melintang ini kemudian dimasukkan ke dalam oven untuk pemanasan selama sekitar 1 minggu. Memang agak lama prosesnya, karena tergantung juga dengan faktor cuaca. Ukuran oven ini besar ‘kok, ukuran 1,5 m x 1,5 m dengan ketinggian mencapai 3 meter. Proses peng-oven-an ini bekerjasama dengan UKM-UKM yang biasa mengolah kayu Sengon. Pemanasan ini dilakukan untuk mengeringkan atau mengurangi kadar kandungan air pada kayu. Begitu juga dengan serat Kenaf, kita panaskan menggunakan oven sekitar 5 sampai 6 jam,” tutur Andi.
Dari referensi yang diperoleh, kayu Sengon cenderung kurang menjadi sasaran hama atau rayap tanah karena memiliki kandungan zat ekstraktif. Tak aneh bila kayu ini menjadi favorit untuk membuat perahu, jembatan dan pendukung bahan baku kayu dalam membangun rumah.
Dibandingkan dengan produk impor, eco absorber buatan UNS jelas mampu bersaing. Bahkan, produk ini lebih inovatif karena sangat concern perihal ramah lingkungan (eco friendly). “Untuk produk-produk impor, mungkin saja menggunakan resin maupun zat-zat kimia dan sebagainya,” tukas Andi sembari menyebut harga Rp 500 ribu untuk panel eco absorber ukuran satu meter persegi.
Semakin Banyak Dipergunakan
Sementara itu, menurut Prof Dr Kuncoro Diharjo ST MTselaku penggagas sekaligus peneliti eco absorber, produk inovatif ini sudah memenuhi persyratan untuk digunakan sebagai peredam suara di ruang pertemuan. Pengujian sudah dilakukan di ruang meeting Hotel Pusdiklat UNS dan ruang kerja Laboratorium Material Teknik Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin UNS.
Saat ini panel eco absorber sudah dipakai di salah satu ruang kerja Laboratorium Material Teknik. Proses produksi yang sedang dilakukan adalah untuk pemasangan sebagai peredam suara di salah satu ruang kelas Taman Kanak-Kanak Widya Putra, binaan Dharma Wanita Persatuan UNS. Selanjutnya, akan dilakukan proses produksi untuk pemasangan di ruang meeting Hotel Pusdiklat UNS.
Akhirnya, lagi-lagi kita bangga dengan karya anak bangsa yang aplikatif dan ramah lingkungan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H