Naik sepeda enggak perlu gowes. Cukup putar gas atau tekan tuas di setang kanan. Lalu, nikmati sensasi lajunya. Kecepatan sepeda listrik ini maksimal 30 kilometer per jam. Lumayanlah, cepat juga kaaan …?
Sepeda listrik ini namanya BIKUNS. Akronim dari BIKE UNS. UNS sudah pasti Universitas Sebelas Maret yang berlokasi di Surakarta, Jawa Tengah.
BIKUNS mulai terwacana pada 2014. Ketika itu, Prof Dr Kuncoro Diharjo ST MT dari Fakultas Teknik memiliki ide untuk membuat sarana transportasi yang ramah lingkungan tetapi memiliki fungsi yang mumpuni. Gagasan brilian ini semakin menguat untuk diwujudkan bahkan memperoleh sambutan sekaligus dukungan aktif dari Miftahul Anwar, koleganya sesama staf pengajar di fakultas yang sama.
Bersama Miftahul Anwar yang menjabat Kepala Tim Peneliti Pusat Unggulan Strategi Nasional (PUSNAS) kemudian terbentuklah tim riset dan pengembangan sepeda listrik, dengan salah seorang anggotanya adalah Prof Kuncoro.
![Yohannes Daud (kanan) menjelaskan tentang BIKUNS. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/27/ok-1-dscn5948-57ea0f29149773880f033788.jpg?t=o&v=770)
“Pada 2014 terbetik pertanyaan dari Prof Kuncoro, kenapa kita tidak memiliki sarana transportasi yang bagus? Sejak itu, muncul gagasan untuk membuat prototype sepeda listrik. Pada tahun yang sama kami mulai mencoba pembuatan sepeda listrik, dan berhasil membuat generasi pertamanya pada 2015.
Hasilnya? Sebenarnya sudah bagus, tapi pada body sepedanya masih terlalu kelihatan kaku. Akhirnya kita edit dan desain perbaikan lagi. Hingga selesai generasi kedua pada Januari 2016. Nah, ketika mulai dipamerkan kepada publik, responnya ternyata sangat bagus,” tutur Yohannes yang mengaku terlibat sebagai anggota tim research and development BIKUNS.
BIKUNS generasi kedua ini tentu lebih baik bila dibandingkan dengan buatan sebelumnya. “Terutama pada desain body yang lebih dapat diterima pasar,” ujarnya.
Melihat sendiri bagaimana tampilan BIKUNS memang ada kesan seperti sepeda biasa saja. Bedanya cuma karena ia mampu “melahap” arus listrik sehingga punya kekuatan elektrik. Tapi, kesan ini langsung ditepis Yohannes.
![BIKUNS menyasar target pasar ceruk khusus area green. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/27/ok-5-57ea0f74db22bd0f0a8b4573.jpg?t=o&v=770)
Kalau diangkat tangan, berat BIKUNS berkisar 60 sampai 65 kilogram. Sedangkan untuk pengecasan baterainya membutuhkan waktu colok ke listrik selama 3 sampai 4 jam. “Nanti akan full. Ada lampu indikator di kotak panel sebelah setang kiri, sama seperti indikator baterai kalau kita men-cas handphone. Kalau sambil nge-charge terus kita tinggal tidur ya enggak apa-apa, karena nantinya kalau sudah full akan mati dengan sendirinya. Dengan baterai yang full, sepeda listrik ini bisa mencapai jarak tempuh hingga 30 kilometer,” jelas Yohannes.
Terus, bagaimana kalau baterainya habis di tengah jalan? Ya … hahahaaa, tinggal di-gowes seperti sepeda biasa ajalah. Toh, ringan juga. “Andai baterainya habis, kita gowes juga enggak terlalu berat, asal jalanannya masih lurus dan permukaan jalannya stabil.
Artinya, hampir sama seperti beratnya sepeda biasa, hanya saja ditambah beban beberapa kilogram lantaran ada baterainya. Ketika baterainya masih tersedia, tapi kita tetap ingin menggowesnya, maka hal ini tidak akan menjadi masalah. Malah justru menggowesnya jadi lebih ringan, dan hemat baterai. Tetapi, kalau sambil menggowes kemudian berharap baterai dapat terisi secara otomatis, maka hal ini yang belum bisa terlaksana,” ujarnya lagi.
BIKUNS kini terus dipasarkan. Karena dibuat berdasarkan pesanan, peminat BIKUNS harus siap beli secara indent. Untuk itu, butuh waktu proses pembuatan. “Kalau pesanan indent, untuk pembuatan satu sepeda, bisa mencapai 2 sampai 3 bulan karena produksi kita masih terbatas sekali. Proses pembuatan body yang berbahan baku fibre glass itu yang memakan waktu lama karena pengerjaan percetakannya.
Mungkin, beda lagi kalau kita sudah memproduksi massal dengan menggunakan teknologi bahan baku plastik ABS atau acrylonitrile butadiene styrenesepertiyang digunakan pabrikan sepeda motor. Pakai ABS bisa jadi lebih cepat waktu produksinya,” kata Yohannes.
![Baterai tertanam didalam body. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/27/ok-6-57ea0fb0c3afbd420e4ac7d8.jpg?t=o&v=770)
Kenapa diletakkan di ban depan? Alasannya, karena akselerasi BIKUNS bakal lebih bagus dan perawatan lebih mudah. Untuk pembersihan dan pemberian minyak pelumas pada rantai sepeda juga akan lebih aman, tidak terciprat atau menyelusup masuk ke penggerak motor listrik. Sehingga penggerak motor listriknya akan lebih bersih.
Tidak seperti motor konvensional yang meletakkan penggerak motor listriknya di belakang karena memfokuskan pada power atau daya, maka sepeda listrik Bikuns ini menempatkan penggerak motor listrik di ban depan karena mementingkan akselerasi. Karena memang, target pasar BIKUNS --- yang mampu menahan beban maksimal 250 kilogram --- adalah masyarakat perkotaan.
Yohannes menambahkan, pada sisi setang kiri ada panel yang memuat switch power ON/OFF, indikator daya baterai, switch kontrol pengaturan kecepatan LOW/MEDIUM/HIGH juga tuas rem belakang. Kalau di jalanan biasa, sebaiknya pilih kecepatan LOW, tapi nanti kalau sudah berada di jalan raya, bisa disesuaikan lebih cepat lagi MEDIUM juga HIGH, hingga maksimal 30 kilometer per jam. Ada juga kunci kontak yang memutus arus listrik, seperti kunci kontak pada sepeda motor konvensional.
Sedangkan di setang kanan, ada gas. Sistem gas pada setang ini ada dua macam, pertama yang dibuat seperti gas yang diputar pada sepeda motor, tapi ada juga yang seperti tuas dengan digerakkan naik atau turun dengan ibu jari saja. “Terserah kenyamanan konsumen saja, mau pilih yang gasnya seperti sepeda motor, atau pakai tuas,” tukasnya.
![Para Caraka, pengantar dokumen di UNS sudah menyingkirkan sepeda motor konvensional. Beralih ke BIKUNS untuk bekerja di lingkungan kampus. (Foto: uns.ac.id).](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/27/ok-9-uns-ac-id-57ea0ff7747a61fb137ad832.jpg?t=o&v=770)
Kalau pakai cakram, harga jual bisa lebih mahal lagi. Tetapi, meskipun pakai rem karet dijamin sudah mencukupi,” jawab Yohannes sembari mengtakan bahwa pengendara BIKUNS tidak perlu melengkapi diri dengan SIM maupun STNK. “Karena, kecepatan maksimal 30 kilometer per jam yang bisa dicapai BIKUNS, tidak membuatnya lantas masuk dalam moda transportasi jenis kendaraan bermotor.”
Masa Prakomersialisasi
Sementara itu, Prof Dr Kuncoro Diharjo ST MT ketika diwawancarai penulis via aplikasi WhatsApp mengatakan, saat ini BIKUNS sedang dalam tahap prakomersialisasi. Komersialisasi dilakukan dengan kerjamasa UNS bersama CV Intek Unsindo yang bertempat di Karanganyar, Solo Raya.
“Saat ini, penggunaan BIKUNS semakin menjamur. Misalnya, BIKUNS sudah dipergunakan oleh para Caraka untuk mengantar dokumen di lingkungan kampus UNS, sebanyak 13 unit. Jelas, hal ini sekaligus mendukung komitmen untuk mewujudkan UNS sebagai Green Campus,” terangnya sambil menjelaskan kembali bahwa BIKUNS menggunakan baterai LiPo4/LiCo/Led Acid, motor listrik BLDC 250/500 W dan merupakan sepeda listrik pertama yang dibuat di Indonesia. BIKUNS didesain dengan dimensi 240 x 90 x 120 cm, dan cukup ringan manakala dikayuh.
![Dari kiri ke kanan. Sholihin (Dekan FT UNS), Kuncoro Diharjo (anggota tim riset dan penggagas BIKUNS), dan Rektor UNS Ravik Karsidi menjajal BIKUNS. (Foto: uns.ac.id)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/27/ok-8-uns-ac-id-57ea1030f29273901015eac8.jpg?t=o&v=770)
Momentumnya adalah dalam rangka acara Malam Apresiasi Hari Teknologi Nasional (Harteknas) pada 10 Agustus 2016 kemarin. “Pengiriman BIKUNS sudah dilakukan untuk UI, sedangkan kepada empat universitas lainnya masih menunggu koordinasi dengan Direktur Inovasi Industri Kemenristekdikti,’ ujarnya.
Adapun pihak lain yang sudah akad pembelian BIKUNS dan terealisasi adalah Fakultas Teknik UI. Sementara PT Pembangunan Perumahan akan segera ter-delivery pesanan BIKUNS-nya pada November – Desember 2016 ini. “Pesanan juga kembali datang dari Rektor UNS yang akan menjadikan BIKUNS sebagai kendaraan para Dekan selama bekerja di area kampus,” jelasnya bangga.
Hingga kini, kata Prof Kuncoro, BIKUNS dikembangkan dan difokuskan untuk memenuhi ceruk pasar khusus. “Misalnya, kawasan Green Campus, zona Green Industry, kawasan rumah sakit, silentzone maupun green area lainnya,” terangnya sembari mengatakan bahwa harga Rp 8,5 juta per unit sudah sangat full of discount. “Karena pembeli memperoleh tambahan dua box bagasi kiri dan kanan pada sisi belakang sepeda listriknya.”
![BIKUNS ketika dipamerkan stand UNS dalam Pameran Tangerang Selatan Global Innovation Forum (TGIF) di Puspiptek - Serpong, 20 - 23 September 2016. (Foto: Gapey Sandy)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/09/27/ok-7-57ea10e3509773ce10bfe4c6.jpg?t=o&v=770)
* * * * *
Tonton video blogging (VLOG) BIKUNS.