BIKUNS kini terus dipasarkan. Karena dibuat berdasarkan pesanan, peminat BIKUNS harus siap beli secara indent. Untuk itu, butuh waktu proses pembuatan. “Kalau pesanan indent, untuk pembuatan satu sepeda, bisa mencapai 2 sampai 3 bulan karena produksi kita masih terbatas sekali. Proses pembuatan body yang berbahan baku fibre glass itu yang memakan waktu lama karena pengerjaan percetakannya.
Mungkin, beda lagi kalau kita sudah memproduksi massal dengan menggunakan teknologi bahan baku plastik ABS atau acrylonitrile butadiene styrenesepertiyang digunakan pabrikan sepeda motor. Pakai ABS bisa jadi lebih cepat waktu produksinya,” kata Yohannes.
Kenapa diletakkan di ban depan? Alasannya, karena akselerasi BIKUNS bakal lebih bagus dan perawatan lebih mudah. Untuk pembersihan dan pemberian minyak pelumas pada rantai sepeda juga akan lebih aman, tidak terciprat atau menyelusup masuk ke penggerak motor listrik. Sehingga penggerak motor listriknya akan lebih bersih.
Tidak seperti motor konvensional yang meletakkan penggerak motor listriknya di belakang karena memfokuskan pada power atau daya, maka sepeda listrik Bikuns ini menempatkan penggerak motor listrik di ban depan karena mementingkan akselerasi. Karena memang, target pasar BIKUNS --- yang mampu menahan beban maksimal 250 kilogram --- adalah masyarakat perkotaan.
Yohannes menambahkan, pada sisi setang kiri ada panel yang memuat switch power ON/OFF, indikator daya baterai, switch kontrol pengaturan kecepatan LOW/MEDIUM/HIGH juga tuas rem belakang. Kalau di jalanan biasa, sebaiknya pilih kecepatan LOW, tapi nanti kalau sudah berada di jalan raya, bisa disesuaikan lebih cepat lagi MEDIUM juga HIGH, hingga maksimal 30 kilometer per jam. Ada juga kunci kontak yang memutus arus listrik, seperti kunci kontak pada sepeda motor konvensional.
Sedangkan di setang kanan, ada gas. Sistem gas pada setang ini ada dua macam, pertama yang dibuat seperti gas yang diputar pada sepeda motor, tapi ada juga yang seperti tuas dengan digerakkan naik atau turun dengan ibu jari saja. “Terserah kenyamanan konsumen saja, mau pilih yang gasnya seperti sepeda motor, atau pakai tuas,” tukasnya.
Kalau pakai cakram, harga jual bisa lebih mahal lagi. Tetapi, meskipun pakai rem karet dijamin sudah mencukupi,” jawab Yohannes sembari mengtakan bahwa pengendara BIKUNS tidak perlu melengkapi diri dengan SIM maupun STNK. “Karena, kecepatan maksimal 30 kilometer per jam yang bisa dicapai BIKUNS, tidak membuatnya lantas masuk dalam moda transportasi jenis kendaraan bermotor.”
Masa Prakomersialisasi
Sementara itu, Prof Dr Kuncoro Diharjo ST MT ketika diwawancarai penulis via aplikasi WhatsApp mengatakan, saat ini BIKUNS sedang dalam tahap prakomersialisasi. Komersialisasi dilakukan dengan kerjamasa UNS bersama CV Intek Unsindo yang bertempat di Karanganyar, Solo Raya.
“Saat ini, penggunaan BIKUNS semakin menjamur. Misalnya, BIKUNS sudah dipergunakan oleh para Caraka untuk mengantar dokumen di lingkungan kampus UNS, sebanyak 13 unit. Jelas, hal ini sekaligus mendukung komitmen untuk mewujudkan UNS sebagai Green Campus,” terangnya sambil menjelaskan kembali bahwa BIKUNS menggunakan baterai LiPo4/LiCo/Led Acid, motor listrik BLDC 250/500 W dan merupakan sepeda listrik pertama yang dibuat di Indonesia. BIKUNS didesain dengan dimensi 240 x 90 x 120 cm, dan cukup ringan manakala dikayuh.
Momentumnya adalah dalam rangka acara Malam Apresiasi Hari Teknologi Nasional (Harteknas) pada 10 Agustus 2016 kemarin. “Pengiriman BIKUNS sudah dilakukan untuk UI, sedangkan kepada empat universitas lainnya masih menunggu koordinasi dengan Direktur Inovasi Industri Kemenristekdikti,’ ujarnya.