Dua motor besar milik Habibie yang begitu mulus dan kinclong ‘menyambut’ saya yang baru saja menaiki anak tangga memasuki Museum Bank Mandiri. Kedatangan saya ke museum yang terletak di barat Jakarta ini lantaran tertarik melihat langsung Pameran Foto Habibie 80 Tahun yang bertema “Cinta Sang Inspirator Bangsa Kepada Negeri”.
Selain melihat-lihat foto yang dpamerkan, saya juga berhasrat menyimak pergelaran stand up comedy yang pada Sabtu, 13 Agustus 2016 kemarin memang sedang dilangsungkan di lokasi yang sama.
Pameran foto Habibie dan gebyar aneka lomba yang dilaksanakan berbagai komunitas yang tergabung dalam Friends of Mandiri Museum. Pameran ini dibuka untuk umum mulai 24 Juli – 21 Agustus 2016 di Museum Bank Mandiri, Kota Tua – Jakarta Barat.
Motor besar ini menjadi saksi bisu karena pernah ditunggangi secara berboncengan oleh RI-1 dan RI-2. Ya, Presiden Soeharto dan Wakil Presiden BJ Habibie pernah mengendarainya di halaman Istana Negara.
Pak Habibie kala itu yang duduk di depan, sementara Pak Harto nyaman membonceng di belakang. Kedua petinggi negeri ini nampak mengenakan helm. Pak Habibie mengenakan kemeja tebal lengan panjang plus rompi, sedangkan Pak Harto memakai jaket tebal yang menutupi badan.
Foto ketika keduanya tengah berkendara motor besar di sisi tangga istana pun menjadi salah satu foto yang dipamerkan di museum yang berlokasi di Jalan Lapangan Stasiun Nomor 1 Jakarta – Kota (tepat berada di depan Stasiun Kota atau Stasiun BEOS).
Sekadar ilustrasi, bangunan Museum Bank Mandiri memiliki luas 10.039 m2, dan gedungnya dirancang oleh tiga arsitek Belanda yaitu JJJ de Bruijn, A P Smits dan C van de Linde. Mulai dibuat pada 1929 dan diresmikan pada 14 Januari 1933. Gedung yang memiliki empat lantai seluas 21.509 m2 dan bergaya arsitektur Nieuw Zakkelijk atau gaya ArtDeco ini termasuk bangunan Cagar Budaya yang wajib dilestarikan.
Ada pula replika pesawat produksi PT IPTN yakni N250 yang bersebelahan dengan kotak kaca yang berisi kamera merek Leica berikut tiga buah replika mobil.
Mengapa kamera? Ya, seperti kita tahu sama-sama, Habibie termasuk yang hobi akan fotografi. Banyak foto penuh kenangan sudah dihasilkan melalui bidikan dan jepretannya bersama kamera buatan Jerman ini.
Sesuai judulnya yaitu pameran foto, seluruh deretan foto yang berkisah mengenai perjalanan hidup Habibie yang kini genap berusia 80 tahun --- Habibie lahir pada 25 Juni 1936 di Pare-pare, Sulawesi Selatan ---, terpajang begitu rapi.
Mulai dari Habibie di masa kanak-kanak yang foto close up-nya masih berteknologi hitam putih, Habibie remaja, ketika Rudy menikah dengan Ainun pada 12 Mei 1962, masa menjabat sebagai menteri, wakil presiden, ketika menjabat sebagai presiden dan masa sesudahnya.
Yang tak boleh dilewatkan adalah foto yang bertutur tentang keluarga. Misalnya tentang sang ibunda RA Tuti Marini Puspowardojo, sang istri tercinta Hasri Ainun Besari, juga foto-foto kebersamaan dengan kedua anaknya, Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie.
Foto-foto yang dipamerkan niscaya membangkitkan harmoni betapa hangat dan bersajahanya keluarga Habibie. Tak hanya itu, panitia penyelenggara pun dengan cerdas menampilkan kutipan pernyataan Habibie yang terkait dengan sejumlah foto yang penuh makna hakiki.
Foto yang bersumber dari The Habibie Center ini diberi judul “Hasri Ainun Habibie, Belahan Jiwa Sang Inspirator Bangsa”. Tidak cukup sampai di sini, panitia penyelenggara masih memberi nafas kehidupan pada foto tersebut dengan mencantumkan kutipan apa yang pernah disampaikan Habibie kepada Ainun.
Kutipannya bertuliskan: “She’s my lucky angel”. [Wowww … so sweet and so romatic!]
Sebagai sosok yang inspiratif, Habibie memang pandai merangkai kata menjadi kalimat yang penuh penjiwaan dan menggugah nurani. Hal ini nampak manakala Habibie terlihat sedang bercengkerama dengan dua orang perempuan terkasihnya, sang ibunda dan sang istri.
Foto mereka bertiga semakin lengkap karena diberi kutipan terkait betapa penuh hormatnya Habibie terhadap sang ibunda.
Dalam kutipan tersebut, Habibie berujar: “Yang lebih saya mengeti sekarang adalah kebaikan keputusan ibu saya. Beliau dari semula berkeyakinan bahwa Ainun adalah jodoh terbaik saya”.
Kemesraan Habibie dan Ainun memang sudah menjadi rahasia umum. Habibie yang penuh tanggung-jawab menjadi tulang punggung keluarga, sementara Ainun yang penuh dedikasi mendampingi sang suami seraya merawat penuh tali kasih kedua buah hati mereka.
Foto-foto hitam putih ketika Habibie menikahi Ainun menjadi saksi bisu betapa romantisnya Habibie, sekaligus apa yang pernah diucapkannya menjadi kutipan yang “laki-laki banget” alias pria idola.
Pada salah satu foto ketika keduanya berbalut busana Jawa dan tengah menikah, ditampilkan kutipan perkataan yang pernah disampaikan Habibie kepada sang terkasih, Ainun.
Kata Habibie: “Kalau saya bikin sakit hati Ainun, itu sama saja saya bikin sakit hati saya sendiri”. [Duuuhhhh … perempuan mana yang enggak akan kelepek-kelepek kalau sang arjuna bicara seperti kayak begini siiiih … proud of you, Habibie!]
Nah, bagi saya, sosok Habibie juga mewakilkan filosofi cinta sejati yang abadi. Mungkin, saya menawarkan filosofi keempat yakni Habibie_Eternal_Love yakni mencintai dengan penuh kesejatian, kesetiaan yang hanya sementara terpisahkan oleh maut, ajal, kematian.
Mengapa saya sampai pada tahap pemahaman cinta yang sepenuh jiwa ini? Ya, kepergian Ibu Ainun untuk selama-lamanya menjadi bukti jawaban tak terelakkan. Meski Habibie seperti begitu terguncang lantaran belahan jiwanya kembali menghadap Ilahi, tapi semua orang bisa mengerti dengan sendirinya, betapa cinta dan kesetiaan Habibie terhadap Ainun tak gampang lekang.
Salah satu foto yang dipamerkan adalah ketika Habibie berziarah di makam Ainun. Sambil tertunduk dan tangan memegang batu nisan Ainun, Habibie seolah tak ingin berpisah raga dengan istri tercinta yang selama ini sudah begitu teramat mendampingi lahir-batinnya.
Foto syahdu ini semakin menundukkan hati dan membangkitkan empati ketika diberi kelengkapan berupa kutipan Habibie mengenang kepergian Ainun. Begini ujar Habibie: “Terima kasih Allah, Engkau telah pisahkan kami.
Sementara berada dalam keadaan berbeda. Istriku Ainun dalam dimensi baru dan alam baru. Saya dalam dimensi alam dunia. Jika sampai waktunya, tugas kami di alam dunia dan di alam baru selesai, tempatkanlah kami manunggal di sisi-Mu karena cinta murni, suci, sejati, sempurna dan abadi”. [Hiks, hiks … siapa yang tidak haru membaca guliran kalimat penuh rindu kepada kekasih yang ‘sementara’ pergi dan menunggu di alam keabadian kelak ini?]
Festival Habibie
Pada hari yang hampir bersamaan, turut diselenggarakan juga hajat terkait 80 Tahun Habibie. Di lokasi berlainan yang tak terlalu jauh dari Museum Bank Mandiri, tengah diselenggarakan Festival Habibie. Bagaimana suasana meriah festival di Museum Nasional itu?
Begitu lancar Hani menyampaikan opininya tentang sosok Habibie. Siswi SMP Global Islamic School di Condet, Jakarta Timur ini mengatakan, Habibie adalah orang yang selalu memiliki semangat tinggi.
“Biarpun banyak mencemooh Habibie itu jelek, Habibie tidak akan berhasil, tapi tetap Habibie pantang menyerah dan selalu menunjukkan semangat yang tinggi untuk semakin maju”.
Hani yang masih belia dan boleh dibilang belum lahir ketika Habibie memegang tampuk tertinggi kekuasaan negara, sungguh luar biasa karena memiliki kekaguman yang begitu dalam terhadap seorang putra bangsa bernama Habibie.
“Ya tentu, aku kagum dengan Habibie. Aku ingin meneladaninya. Aku sangat bangga bahwa Indonesia ini punya seorang Habibie. Sebagai generasi penerus, aku harus bisa melakukan kesuksesan yang sama seperti dilakukan Habibie dan generasi sebelum aku,” tuturnya.
Selain untuk merayakan hari ulang tahun Habibie yang ke-80 tahun --- tepat pada 25 Juni 2016 --- dan kontribusinya terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di Indonesia, festival ini juga menyatukan seluruh organisasi yang berhubungan dengan Habibie dan merayakan perjalanan panjang Indonesia selama 60 tahun; menginformasikan kepada publik tentang perkembangan terakhir di bidang IPTEK di Indonesia yang dimotori oleh organisasi, pemerintah, institusi, korporasi, dan masyarakat yang berdampak bagi masa depan Indonesia; serta mengangkat inovasi-inovasi yang dihasilkan dari komunitas STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematics) di Indonesia.
Festival Habibie juga menjadi momentum peluncuran “Berkarya!Indonesia” sebagai sebuah gerakan nasional dengan tagline “Membudayakan Teknologi”.
"Selain ekhibisi berbagai stand yang memperlihatkan hasil karya maupun inovasi teknologi berikut terapannya dan disampaikan langsung kepada masyarakat pengunjung, ada pula aneka talkshow, aneka kursus untuk anak-anak, planetarium yang mobile dan masih banyak lagi," jelas Ilham Akbar Habibie, salah seorang putra Habibie sekaligus penyelenggara festival kepada Berita Satu.
Sehingga dengan begitu, siapa saja dapat mengerti, memperoleh informasi, mendapatkan inspirasi sekaligus motivasi agar suatu saat dapat segera mulai berkarya sendiri juga dengan menggunakan teknologi,” imbuhnya.
Jadi, sampai hari ketiga saja, jumlah pengunjung sudah mencapai 21.000 orang. Artinya, sudah lebih dari tiga kali lipat dari ekspektasi awal kita. Belum lagi nanti ditambah jumlah pengunjung pada hari keempat. Alhamdulillah, festival ini sukses,” ujar Ilham.
Bagaimana respon pengunjung usai melihat-lihat Festival Habibie?
Pasangan suami istri, Luthfi dan Eli, asal Matraman, Jakarta Timur mengaku sangat senang dan bersyukur dapat hadir di Festival Habibie.
“Ternyata banyak sekali karya-karya Habibie yang sangat membanggakan. Mulai dari pesawat, tank, kapal laut, senjata, teknologi penyaringan air dan masih banyak lagi. Saya dan pasti kita semua bangga, bahwa Indonesia punya putra bangsa seperti Habibie ini,” aku Ibu Eli kepada penulis.
Sedangkan sang suami, Luthfi mengatakan, dirinya sangat mengapresiasi seluruh karya Habibie untuk bangsa Indonesia ini.
“Terutama produk pesawat terbang yang sangat luar biasa. Saya berharap generasi penerus bangsa, anak-anak kita saat sekarang ini dapat meneladani dan bahkan ada yang bisa menjadi The Next Habibie berikutnya,” harapnya.
Ramainya pengunjung Festival Habibie memang sudah nampak sejak dari halaman luar Museum Nasional. Karena, di situ terdapat dua karya Habibie yang sarat teknologi dan dapat langsung dilihat, dipegang bahkan “ditumpangi”. Tiada lain itu adalah replika Pesawat N250 produksi PT IPTN, dan Panser Anoa 2 buatan PT Pindad.
Terkait N250, pada sejumlah foto yang turut dipamerkan dalam festival, ada foto tulisan tangan Habibie. Tulisan tangan ini bukan sembarang coretan tangan, melainkan ‘Sajak Persembahan Generasi Penerus’ yang disampaikan pada saat roll out N250 pada tanggal 10 November 1994 di IPTN, Bandung. Begini sajak Habibie yang begitu menggugah semangat itu:
Padamu Ibu Pertiwi
Padamu Pahlawan
Padamu Pejuang
Dikenal maupun tidak dikenal
Terimalah persembahan kami
Generasi penerus
Karya kami
Teknologi canggih
Umat manusia
Kami kuasai
Kami miliki
Kami kembangkan
Kami kendalikan
Mandiri, untukmu Ibu Pertiwi
Meneruskan perjuangan
Masyarakat Indonesia
Adil dan makmur
Berdasarkan Pancasila, UUD ‘45
Pembangunan berkesinambungan
Dengan semangat
Tekad
Tak mengenal lelah
Tak mengenal menyerah
Semangatmu
Pahlawan pejuang bangsa
Di bumi Indonesia
Di alam baka
Kami lanjutkan
Sepanjang masa
(Generasi penerus, Habibie, 5 November 1994, jam 15.38 wib)
Sementara itu, Panser Anoa 2 6x6 Amphibious, sebenarnya bermula dari platform Armoured Personnel Carrier (APC). Kendaraan tempur (ranpur) taktis ini tidak saja mampu melaju lincah di darat tapi juga andal bermanuver di air.
Penggunaan kata “amphibious” lantaran terdapat water propeller yang berukuran besar pada bagian belakang. Berkat water propeller ini panser dapat melaju lebih cepat, berputar 360 derajat, juga mundur dan mengerem di air.
Para pengunjung, khususnya anak-anak, saling bergiliran untuk dapat menaiki N250 dan Panser Anoa 2. Semua mengantri dengan sabar.
Sementara itu, terlihat para guru dan orangtua yang tidak sedikit memberi penjelasan kepada anak-anak tentang dua produk sarat teknologi dan kaya inovasi hasil karya asli nan mengagumkan PT Pindad, di mana Habibie pernah menjadi Direktur Utamanya sejak 1983 hingga 1997.
Tercatat, pada 1983, Habibie yang menjabat sebagai Menristek mengambil alih pengelolaan Pindad dari TNI AD. Bersama sembilan perusahaan lain, Habibie menaunginya dibawah Badan Pengelola Industri Strategis (BPIS).
Pada hari ketiga Festival Habibie, antrian pengunjung yang hendak membeli tiket masuk ke Museum Nasional per kepala seharga Rp 2.000 untuk anak-anak, Rp 5.000 orang dewasa, dan Rp 10.000 untuk warga negara asing, cukup mengular panjangnya.
Tetapi hal ini tidak melunturkan niat dan semangat untuk terus berusaha dapat masuk ke dalam arena. Maklum, suasana di dalam hall festival juga tidak kalah serunya. Ada banyak stand yang begitu interaktif kepada pengunjung.
Mulai dari stand Yayasan Amal Abadi Beasiswa Orbit Hasri Ainun Habibie, PT PAL, PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, PT Regio Aviasi Industri (RAI), Sritex, Mizan Group, Universitas Al Azhar Indonesia, Berkarya!Indonesia yang stand-nya mempromosikan situs www.nexthabibie.com, Bank Mandiri dan lainnya.
Tak hayal, banyak pengunjung rela antri untuk berfoto seolah sedang memegang senjata api otomatis. Sejumlah senjata produksi PT Pindad yang dipamerkan misalnya SS1-V1 kaliber 5.56 mm, SS2-V1 berkaliber 5.56 x 45 mm, SS1-R5 kaliber 5.56 mm, SS2-V5 A1 berkaliber 5.56 mm dan masih banyak lagi.
Ada juga stand Batik Rudy Habibie persembahan Wastra Carita (kain yang bercerita). Ini adalah beberapa variasi kain Batik Rudy Habibie, yang seluruh proses, mulai dari mendesain motif --- termasuk menemukan motif-motif yang sesuai dengan karakter Habibie, hingga mencanting, pewarnaan dan berbagai proses lainnya dikerjakan oleh para pengrajin batik di Yogyakarta dan Solo.
Pakem dan filosofi batik tetap dipegang teguh, hingga Wastra Carita lahir berbarengan dengan peluncuran film Habibie 2 yang juga bertepatan dengan ulang tahun ke-80 Habibie.
Variasi, pakem dan filosofi batik Rudy Habibie itu misalnya: ‘Merengkuh Mega Mendung, Membiakan Pelangi Inspirasi’ yang maknanya begitu mendalam yaitu cinta Habibie pada Tuhan dan negaranyalah yang mengilhami Rudy untuk memberikan yang terbaik dan menginspirasi orang lain. Filosofi batik lainnya adalah ‘Parang Yang Pantang Untuk Karam’ di mana mewakili karakter Rudy (sapaan akrab Habibie ketika muda) yang tak pernah menyerah, ibarat ombak laut yang tak pernah berhenti bergerak.
Sedangkan batik yang berfilosofi ‘Bunga Wijayakusuma, Kemenangan Keluhuran Budi Pekerti’ mengartikan Wijayakusuma sebagai lambang wahyu, sesuatu yang langka, karunia Tuhan bagi Habibie.
Habibie memang ‘Wijayakusuma’
Sosok inspiratif yang amat didamba
Sosok teladan setiap anak bangsa
Sepanjang karya
Sepanjang masa
-- oooOooo --
Saksikan VLOG (Video Blogging)-nya, yang penulis buat, berikut ini:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H