Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menjajal Bandung "Offroad"

14 Agustus 2016   13:47 Diperbarui: 16 Agustus 2016   00:10 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memasuki track berlumpur pekat yang semakin menantang. (Foto: Gapey Sandy)

Menikmati Kota Bandung, tak sekadar surga kuliner, tempat wisata dan fesyennya saja. “Paris van Java” juga menyuguhkan wisata menarik sekaligus menantang. Apalagi, kalau bukan offroad! Ya, berkendara di lintasan pebukitan yang menderu debu, berbatu dan hutannya yang cukup lebat di kaki Gunung Tangkuban Parahu yang punya ketinggian 2.084 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Pengalaman offroad di Bandung, baru-baru ini saya dapatkan. Kebetulan, awal Agustus kemarin, saya menjadi bahagian dari rombongan peserta workshop dari Jakarta --- yang beranggotakan 20 orang --- demi menjajal jadi offroader.

Kali pertama panitia menawarkan kegiatan offroad, jujur saja, saya masih belum terpikir untuk membayangkan bagaimana kira-kira offroad itu. Malah sempat terbetik dalam pikiran, offroad yang dimaksud adalah berpetualang dengan kendaraan mini jeep lalu menyusuri pepinggiran pematang kebun di salah satu lokasi outbond yang pasti berlokasi di Bandung “atas”. Pikiran ini muncul karena separuh dari peserta workshop yang siap ikutan offroad adalah perempuan.

Ternyata, apa  yang saya pikir, keliru!

Land rover offroad menjemput langsung ke hotel. (Foto: Gapey Sandy)
Land rover offroad menjemput langsung ke hotel. (Foto: Gapey Sandy)
Bergerak meninggalkan hotel, melaju di jalur aspal mulus. (Foto: Gapey Sandy)
Bergerak meninggalkan hotel, melaju di jalur aspal mulus. (Foto: Gapey Sandy)
Kami berangkat dari hotel tempat menyelenggarakan workshop sekaligus menginap sekitar jam 14.00 waktu setempat. Sebelumnya, panitia terus mewanti-wanti separuh bawel: “Jangan telat ya, jam dua siang, sudah ditunggu dan siap di lobby”. Hotel  tempat kami menginap berlokasi di Jalan Setiabudi, tepatnya di sisi kiri sesudah Terminal Ledeng, Cidadap, Bandung Utara, kalau dari “bawah” (Geger Kalong dan sekitarnya) menuju ke Lembang.

Benar saja, ketika seluruh rombongan sudah siap di lobby hotel, tak dinyana muncul dari arah pintu gerbang hotel, tiga kendaraan tuwir, tua, tapi masih gagah dengan suara buangan knalpot yang mendehem kencang laiknya mobil sport. Inilah tiga kendaraan offroad yang sengaja diundang panitia untuk menjemput kami dan melayani sensasi offroad. (Awas, jangan dibaca “oprod”, heheheheee …)

Tiga kendaraan ini, satu berwarna kuning dan dua lainnya, hijau “army” alias ijo tentara. Inilah Land Rover tumpangan yang siap menjelajah dan menyusuri kaki gunung berstatus stratovolcano, Tangkuban Parahu.

Melewati Kampung Gajah Mini Zoo di Jalan Sersan Bajuri. (Foto: Gapey Sandy)
Melewati Kampung Gajah Mini Zoo di Jalan Sersan Bajuri. (Foto: Gapey Sandy)
Mengarah menuju ke Lembang, dan belok kiri ke Parongpong. (Foto: Gapey Sandy)
Mengarah menuju ke Lembang, dan belok kiri ke Parongpong. (Foto: Gapey Sandy)
Kehadiran tiga Land Rover tuwir di area hotel jelas sangat kagak matching. Bangunan hotel yang megah nan eksotik langsung kontras dengan kehadiran mobil offroad yang renta namun masih tetap nampak kegaharannya ini. “Ooohhh, ternyata kita dijemput langsung ke hotel nih? Aku pikir kita naik bus dulu ke lokasi offroad,” ujar salah seorang peserta offroad spontan, sembari heran dan mengernyitkan dahi melihat barisan rapi tiga Land Rover. Kok heran? Ya, maklum, panitia tidak banyak memberi informasi detil tentang rencana offroad ini.

Panitia membagi 20 peserta offroad menjadi tiga tim. Satu Land Rover offroad bisa ditumpaki sampai delapan offroader. Beruntung, Land Rover yang saya tumpangi termasuk long chasis. Muatannya, satu penumpang di kiri depan bersama supir, tiga penumpang di tengah dengan kursi menghadap ke depan, dan empat penumpang di belakang yang duduk saling berhadapan.

Okelah, langsung kita berangkat … ngeeeeng!

Perjalanan offroad dimulai --- tentu saja --- sejak keluar dari hotel. Langsung ambil kiri dan menanjak terus mengarah ke Lembang. Heheheeenyentrik juga naik Land Rover rame-rame di jalan beraspal mulus yang menanjak. Duduk persis di belakang supir saya bisa melihat betapa ringan “kendaraan perang” ini disetir. Bahkan dengan muatan yang sarat penumpang pun, Jalan Setiabudi yang menanjak seolah tak ada apa-apanya. Lancar dan deru mesinnya pun “empuk”. Ajrut-ajrutan kursinya? Hahahaaa beluuummmm! Maklum, masih jalan aspal.

Dari Jalan Kolonel Masturi belok kanan menuju PTPN VIII Bukit Unggul, Sukawana. (Foto: Gapey Sandy)
Dari Jalan Kolonel Masturi belok kanan menuju PTPN VIII Bukit Unggul, Sukawana. (Foto: Gapey Sandy)
Perkebunan teh Sukawana. (Foto: Gapey Sandy)
Perkebunan teh Sukawana. (Foto: Gapey Sandy)
Track di Sukawana yang mulai berbatu dan bergelombang. (Foto: Gapey Sandy)
Track di Sukawana yang mulai berbatu dan bergelombang. (Foto: Gapey Sandy)
Sekitar jarak perjalanan sepuluh menit dari hotel, di jalan agak mengkol yang banyak para tukang ojek, iring-iringan kendaraan offroad ‘tekuk kiri’, belok kiri dan keluar dari jalan beraspal. Rupanya, ini jalan pintas yang tidak seberapa lebar, menuju pemukiman cukup padat penduduk, yang nantinya akan keluar di arah Jalan Sersan Bajuri. Pertama keluar dari jalan raya, kendaraan sudah menyusuri jalan menurun yang tidak mulus. Menyusuri sejumlah lokasi pemancingan dan kemudian menanjak lagi menjejaki jalan dengan peluran semen yang tidak rata. Jalannya kadang berkelok, menanjak, menyempit dan ,,, wes, ewes-ewes pokok’e blasukan di pemukiman.

Sempat saya berpikir, apa begini doang offroadnya?

Ternyata, lagi-lagi pikiran saya salah. Tiga Land Rover yang membawa rombongan kami akhirnya keluar dari kawasan pemukiman penduduk, untuk kemudian mulai menyusuri jalan raya yang cukup ramai. Inilah rupanya Jalan Sersan Bajuri, yang di sisi kanan jalan cukup menjanjikan pemandangan alam yang menghijau. Perjalanan terus berlanjut, pada kilometer 3,8 kami melintasi lokasi wisata Kampung Gajah (Mini Zoo) Wonderland, dan di kilometer 4,7 melewati Restoran Kampung Daun. Dua lokasi yang saya sebutkan ini setidaknya bisa menjadi tetengger atau pertanda rute awal lintasan offroad kami.

Saya sendiri sempat melihat Kantor Kecamatan Parongpong di sisi kanan. Nah, di sekitar sinilah, pada sisi kiri dan kanan jalan banyak sekali terdapat para petani tanaman hortikultura dan bunga hias. Ada juga sih yang menanam sayur-mayur. Bunga anyelir, mawar, bibit pohon cemara, pinus dan masih banyak lagi. Warna-warni bunga kontan saja membuat pemandangan di kawasan Cihideung, Parongpong ini amat memikat hati. Dan memang, inilah Parongpong, kota wisata bunga yang eksotis di Bandung Barat, dengan hawa yang cukup sejuk karena memang berada di kaki Gunung Tangkuban Parahu.

Persinggahan pertama, Landy Coffee di Sukawana. (Foto: Gapey Sandy)
Persinggahan pertama, Landy Coffee di Sukawana. (Foto: Gapey Sandy)
Berfoto di alam Sukawanan nan hijau. (Foto: Gapey Sandy)
Berfoto di alam Sukawanan nan hijau. (Foto: Gapey Sandy)
Duh, kalau boleh tambah waktu menginap di Bandung, kepingin rasanya bermalam di Parongpong. Sambil mengulik dengar kisah masyarakat setempat yang akrab dengan tanaman hias dan sayur-mayur. Damai rasanya … ihik.

Perjalanan terus berlanjut. Kali ini melewati sepanjang Jalan Kolonel Masturi. Siapa Masturi? Beliau adalah mantan Bupati Bandung yang dilantik pada 27 Februari 1967, dan pernah menerima anugerah “Pahlawan Pembangunan Daerah Kabupaten Bandung".

Pada lintasan jalan yang mulai menanjak, iring-iringan kendaraan kami berbelok ke kanan. Keluar dari jalan beraspal, dan sempat saya baca papan penunjuk arah di dekat situ, tertulis: PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) Kebun Bukit Unggul Bagian Sukawana.

Rupanya, kami mulai memasuki jalan yang mengarah menuju ke Perkebunan Teh Sukawana. Inilah perkebunan yang menjadi salah satu andalan daya tarik wisata Parongpong. Jalan masuknya tidak terlalu lebar, dan kami disambut di sisi kiri jalan dengan kebun sayur-mayur, khususnya labusiam yang kelihatannya sudah siap panen. Jalanannya sendiri sebenarnya beraspal, tapi kemudian hancur dan membuat perjalanan sesungguhnya offroad dimulai. Jreng!

Offroad, kopi, live music, sambil jualan kacamata-kah? (Foto: Gapey Sandy)
Offroad, kopi, live music, sambil jualan kacamata-kah? (Foto: Gapey Sandy)
Dari Jalan Kolonel Masturi menuju ke Perkebunan Teh Sukawana berjarak 2 kilometer. Mulai dari perkebunan, pemukiman, hingga lintasan jalan yang akhirnya memasuki area kebun teh. Kebayang dong, gimana indah dan sejuknya perkebunan teh, dimana rombongan tiga Land Rover kami mulai melintasinya.

Track offroad pun mulai membuat kondisi kabin di setiap kendaraan ajrut-ajrutan. Track yang bergelombang, dipenuhi lubang-lubang jalan yang menganga serta bertanah merah, sesekali ditingkahi dengan bebatuan yang tidak kecil. Empat ban Land Rover yang kembang-kembangnya masih bagus mulai menapaki medan lawan. Tapi nyentriknya, tetap saja saya bisa memperhatikan Kang Dedi, sang supir Land Rover begitu tenang mengendari. Sangat ringan melihatnya memutar dan “membanting” setir yang kadang begitu cepat gerakannya. Sementara kami, para penumpang, mulai banyak berteriak lantaran goyangan dan guncangan body kendaraan yang aduhai! Seakan-akan tubuh ini dihempas-hempas dan dikocok tanpa ampun, hahahaaaa …

Usai melintasi perkebunan teh, jalan tanah merah bergelombang dan “rusak” terus menanjak. Bahkan semakin menanjak kala menuju ke lebatnya hutan pinus. Iring-iringan Land Rover membuat lintasan melengkung seperti huruf “U” tapi menanjak. Sambil membelah hutan pinus, rupanya, di punggung  bukit kami sudah sampai pada persinggahan pertama. Inilah persinggapan Landy Coffee. Nama “Landy” saya pikir bukan nama orang, atau pemiliknya. Saya beropini, nama “Landy” merupakan pelesetan dari “Land Rover”. Heheheeee … semoga asumsi saya benar adanya.

Jalan menyempit dan pepohonan serta semak yang lebat. (Foto: Gapey Sandy)
Jalan menyempit dan pepohonan serta semak yang lebat. (Foto: Gapey Sandy)
Bagaikan dihempas-hempas dengan track yang dalam, sempit, miring, dan bergelombang. (Foto: Gapey Sandy)
Bagaikan dihempas-hempas dengan track yang dalam, sempit, miring, dan bergelombang. (Foto: Gapey Sandy)
Di tempat ngopiini, ada Land Rover merah yang disulap menjadi semacam “food truck”. Kopi yang ditawarkan sangat beragam. Mulai dari Kopi Aceh Gayo, Mandailing Toba, Sipirok, Lintong, Bali Kintamani, Toraja Sapan, Flores Bajawa, dan Kopi Papua Wamena. Wuuuiiihhhh … negeriku Indonesia yang menjadi surganya kopi lengkap dengan para penikmatnya. Seorang barista di kabin dalam Land Rover siap menyajikan kopi pesanan pengunjung. Bukan dengan gelas biasa penyajiannya, tapi lebih sexy lagi cara minumnya, dengan menggunakan alat minum teh yang seperti timer tetes demi tetes. Artinya, sensasi rasa, aroma dan “meledak”-nya kopi lebih ditonjolkan di lidah daripada hanya sekadar nyeruputkopinya itu sendiri.

Eh iya, buat yang enggak berkarib dengan kopi, ada teh yang segar juga kok. Pokoknya minum kopi di persinggahan ini menjadi bahagian tersendiri dari perjalanan offroad. Meja kursi kayu ditata apik berpadu dengan pepohonan pinus yang menjulang menantang langit. Di sisi atas, ada live music. Seorang gitaris memainkan lagu-lagu ciamik sesuai selera, mulai dari genjrengan lagu-lagu Slank, Dewa 19, Peter Pan dan masih banyak lagi. Semua bisa ikut interaksi bernyanyi. Asal nyanyinya yang bagus ya suaranya, karena saya melihat ada dua hammock yang menggantung diantara dua pohon pinus. Didalam hammock ada yang lagi tidur. Jadi kalau ada yang mau nyanyi terus suaranya ‘sember’ saya khawatir membangunkan yang lagi tidur nyaman di hammock … hahahahaaa (Eits, jangan lupa nyawer sukarela buat yang nyanyi … hihihihiiiii)

Puas ngopi, bernyanyi dan berfoto di Perkebunan Teh dan Hutan Pinus Sukawana. Rombongan bergerak kembali. Kali ini perjalanan offroad semakin menanjak dengan track yang semakin ekstrim! Kiri kanan jalan tidak hanya sekadar hutan pinus nan lebat, tapi juga cekungan, jalan berlumpur pekat yang dalam, serta terkadang menyempit yang hanya muat pas satu body mobil saja. Kiri kanannya langsung menyentuh tanah tebing, maupun semak belukar. Hebatnya, Land Rover ini seperti semakin menemukan tajinya, karena tebing tanah terus “digesrek” begitu juga dengan semak belukar. Disinilah offroader semua musti hati-hati, jangan sampai mengeluarkan anggota badan. Bisa berabe akibatnya.

Hempasan kendaraan makin membuat tidak nyaman penumpang. Tapi justru disitulah seninya. Semua penumpang merasakan adrenalin tinggi yang luar biasa. Tertawa, mengaduh, berteriak dan sebagainya, maklum berasa di-roller coaster pakai Land Rover, wakakakakkkk …

Memasuki track berlumpur pekat yang semakin menantang. (Foto: Gapey Sandy)
Memasuki track berlumpur pekat yang semakin menantang. (Foto: Gapey Sandy)
Track berlumpur tebal yang lumayan dalam. (Foto: Gapey Sandy)
Track berlumpur tebal yang lumayan dalam. (Foto: Gapey Sandy)
Saya sendiri sempat beberapa kali mengambil video dari kaca samping bagian kanan mobil. Hasilnya? Terkagum-kagum melihat keandalan ban Land Rover yang melindas dan menjejaki lintasan offroad yang super hancur! Sampai-sampai saya bisa melihat betapa di tebing tanah track ada bekas putaran roda Land Rover, pertanda mobil bikinan “England” ini benar-benar menggesrek tebing tanpa ampun.(Ini mobil apa tank sih, hahahaaaa ...)

“Ini sedang tidak musim hujan. Jadi track-nya lumayan ringan. Akan semakin sulit apabila musim hujan tiba. Jalanan penuh air, licin, dan lumpur yang dalam,” ujar Kang Dedi usai menekuk kaca spion kanan dan kiri kendaraannya. Gokil ‘kan? Spion aja ditekuk, karena memang track yang dilalui sangat dalam tebing tanah kiri dan kanannya, dan pas-pasan dengan ukuran mobil. Bayanginnya begini aja, mobil kita masuk di selokan atau parit tanah yang dalam lagi sempit. Nah, gitu aja simple-nya!

Akhirnya, setelah sekitar 1 – 1,5 jam perjalanan, sampailah kami di persinggahan kedua. Namanya persinggahan tempat dimana terdapat Benteng Belanda. Kalau tidak salah, lokasinya ada di Cikahuripan. Udara di sini sejuk. Tersedia toilet sederhana yang terbuat dari bilik kayu. Di seberangnya ada warung penduduk setempat. Jalan menuju ke Benteng Belanda disediakan anak tangga yang menanjak. “Kalau mau ke Benteng Belanda, jalan kaki sekitar 20 menit,” kata Aceh Gunawan, sang penyelenggara Bandung Offroad kepada saya.

Aceh Gunawan, salah seorang pemandu dan penyelenggara Bandung Offroad dan Hani Setiyaji, salah seorang pemilik Land Rover untuk Bandung Offroad. (Foto: Gapey Sandy)
Aceh Gunawan, salah seorang pemandu dan penyelenggara Bandung Offroad dan Hani Setiyaji, salah seorang pemilik Land Rover untuk Bandung Offroad. (Foto: Gapey Sandy)
Menurut Kang Aceh, wisata Bandung Offroad sebenarnya sudah dimulai sejak tahun ’90-an. “Sebenarnya, track yang kita lintasi tadi pada awalnya adalah merupakan jalan perkebunan. Tapi, lama kelamaan rusak dan terus semakin rusak karena lalu-lintas beban berat kendaraan pengangkut hasil perkebunan. Nah, jalan yang semakin rusak ini akhirnya dijadikan sebagai track wisata Bandung Offroad. Awalnya hanya track wisata offroad sebenarnya, tapi karena jalan semakin rusak, ya sudah berubah menjadi track adventure offroad,” jelas orang asli Jawa Barat dan bukan Aceh ini.

Di track offroad dengan rute Bandung - Sukawana – Cikole - Lembang ini, lanjut Kang Aceh, termasuk yang paling bagus lintasannya. “Jalur offroad melintasi Sukawana ini kami menyebutnya sebagai long trip dan memang dari segi adventure-nya cukup ekstrim. Rute lainnya, kami sebut sebagai short trip yang menuju ke Gunung Putri dengan melewati Cikole. Adapun dari sisi durasi waktu, kalau berangkat dari Bandung lalu menuju Sukawana dan ke arah Cikole untuk kemudian ke Lembang atau sebelum Tangkuban Parahu, apabila dalam kondisi musim hujan, bisa memakan waktu sekitar 5 sampai 6 jam,” ungkapnya seraya menyebutkan bahwa persinggahan Benteng Belanda ini baru merupakan rute pertengahan dari Sukawana menuju ke Lembang. “Kalau diperkirakan, rutenya berjarak sekitar 20 sampai 30 kilometer”.

Kang Aceh menambahkan, wisata offroad ini bukan menitikberatkan pada masalah kecepatan perjalanannya, tapi aspek fun atau kegembiraan para offroader-nya. “Yang penting adalah semua peserta offroad itu menjadi happy. Fun. Karena memang ada track yang sangat dalam, kemiringan hingga 60 derajat, melintasi parit dengan dinding tebing yang tinggi, semak belukar yang menghantam body kendaraan, lumpur yang dalam lagi pekat dan sebagainya. Dengan kondisi Land Rover yang tahun produksinya ada yang 1965, juga 1972, tapi meskipun dengan kemiringan track offroad mencapai 60 derajat, tetap dapat safety bagi supir dan penumpangnya,” urainya.

Persinggahan kedua di Benteng Belanda. (Foto: Gapey Sandy)
Persinggahan kedua di Benteng Belanda. (Foto: Gapey Sandy)
Dua jempol untuk Land Rover di track Bandung Offroad ini. (Foto: Gapey Sandy)
Dua jempol untuk Land Rover di track Bandung Offroad ini. (Foto: Gapey Sandy)
Eh … ada satu yang lumayan bikin bergidik dari penuturan Kang Aceh. Karena ternyata, menurut si Akang, warga setempat menyebut kawasan persinggahan kedua di Benteng Belanda ini sebagai “leuweng kunti”. Apa itu? “Artinya, hutan kunti, maksudnya kuntilanak. Mungkin karena dulu, sejarahnya ada penampakan kunti-kunti atau apalah gitu. Di sini ada bunker peninggalan Belanda, luasnya sekitar dua hektar. Kita tinggal berjalan kaki menuju ke arah atas sana, sekitar 40 menit pulang-pergi,” jelasnya.

Melalui wisata adventure Bandung Offroad dengan track yang cukup ekstrim tapi tetap mengutamakan sisi fun dan happy bagi offroader, Kang Aceh berharap, pengunjung dapat mengeksplorasi dan memperkenalkan eksotisme kawasan Bandung Utara. “Terutama untuk mengangkat cerita soal peninggalan Benteng Belanda melalui media sosial dan sebagainya.

Selain itu, dengan semakin banyaknya offroader yang datang ke sini, maka penduduk setempat juga dapat terangkat sisi ekonomi dan kesejahteraannya karena bisa berdagang panganan di wilayah persinggahan ini,” jelasnya sambil menjelaskan bahwa di Bandung ada yang namanya RRCB alias Range Rover Club Bandung. “Jumlah kendaraannya sekitar 150 unit. Semua itu milik pribadi-pribadi, tetapi dengan bergabung dalam satu wadah, dan kini sudah ada yang namanya Trans Rover, maka secara terkoordinasi kendaraan milik pribadi tadi bisa diikutkan untuk disewakan mengangkut offroader”.

Sementara itu, Kang Hani Setiyaji sebagai salah seorang pemilik Land Rover seri 3 mengatakan, wisata Bandung Offroad memiliki track yang cukup ekstrim. “Kendaraan seri 3 ini body-nya short enggak, long juga enggak. Adapun kapasitas kendaraan ini 8 penumpang plus 1 supir, jadi totalnya 9 orang. Kalau isi bahan bakar, full tank-nya 45 liter. Nah, kendaraan ini memang bukan didesain khusus untuk offroad melainkan hanya untuk menjelajah dan menawarkan fun adventure kepada para tamu. Apalagi, track-nya juga semi ekstrim,” ujarnya.

Nah, jadi kalau ke Bandung, jangan lupa jajalin offroad-nya yak …! Awas loh kalo enggak, eh maksudnya, rugi loh kalo enggak ... qiqiqiqiii

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun