Sampai adzan Subuh tadi pagi (4 Juni 2016) selesai berkumandang, pertarungan kedua tim masih belum selesai. Barulah ketika detik-detik orang menunaikan shalat sunat fajar dan menunggu iqomat, Jerman boleh berlega hati. Mereka resmi mengirimkan tiket pulang kampung untuk Italia. Der Panzer sukses melaju ke semi final.
Ya, babak final kepagian #EURO2016 antara Jerman vs Italia memang mendebarkan. Babak pertama, kedua tim sama-sama bermain imbang, skor kacamata. Barulah di 45 menit paruh kedua, Mezut Ozil yang jeli memanfaatkan peluang sukses menceploskan si kulit bundar ke gawang Gianluigi Buffon. Di menit ke 65 itu, Jerman unggul 1 – 0.
Tapi, kemenangan yang sudah di depan mata segera buyar. Benteng tangguh Jerman, Jerome Boateng, membuat kesalahan tak disengaja, tangannya menyentuh bola. Kejadian di kotak penalti. Tak ayal, tendangan penalti Bonucci berhasil menekuk kiper ciamik Jerman, Manuel Neuer yang tampil dengan seragam hitam-hitam. Di menit 78, skor menjadi sama: 1 – 1.
Selebihnya, dua kali 15 menit babak perpanjangan waktu, kedua tim sama-sama bermain safety. Meski Jerman tetap ngotot untuk terus menyerang, begitu juga dengan serangan balik dari Italia, namun kedua tim tetap saja mandul produktivitas golnya.
Mau tidak mau, adu tos-tosan berlangsung. Pada babak ini, ketegangan makin memuncak. Baik Buffon dan Neur sama-sama mempertontonkan skill tinggi sebagai penjaga gawang. Buffon yang lebih senior tentu digadang-gadang bakal “memenangkan” Italia. Tapi, Neuer juga bukan yunior ingusan. Di bawah mistar, Neuer menunjukkan mental bajanya, persis seperti tank-tank Jerman yang ditakuti ketika musim Perang Dunia II. Der Panzer pun sukses melumat Italia melalui drama adu penalti yang menguras adrenalin sekaligus adu mental.
Skor sangat luar biasa meski tipis: 1(6) – 1(5). Der Panzer sukses menggusur Gli Azzuri (Biru Langit) untuk angkat koper dan pulang mudik. Heheheeee … lewat “Brexit” (Brebes Exit) ya bro?!
Pelajaran apa yang bisa ditarik dari penampilan kedua tim yang sama-sama ngotot ingin menang ini?
Pertama, fakta dan data begitu menyakinkan bahwa Jerman unggul penguasaan bola (ball possession). Babak pertama tercatat sekitar 60 persen lebih. Babak kedua juga begitu. Sama. Jerman menguasai oper-mengoper dan dribbling bola, sekitar 60 persen juga, meski Italia agak sedikit bangkit dalam penguasaan bola.
Dari ball possession ini, saya menilai Italia lebih menggancang strategi untuk bermain bertahan. Kemudian, sesekali dan dua kali melakukan serangan balik yang mematikan. Permainan bertahan ala Gli Azzuri sudah bukan hal baru lagi. Catenaccio atau formasi gerendel (pintu baut) memang menjadi ikon sepakbola Italia. Menumpuk pemain untuk bertahan pada garis batas kotak penalti, lalu sedikit curi-curi bola untuk kemudian menghajar lawan dengan serangan balik yang cepat dari berbagai lini. Bisa lewat pemain sayap kiri atau kanan, maupun langsung menusuk ke jantung pertahanan sentral lawan.
Catenaccio bukan formasi haram. Malah, pada berbagai turnamen konsep gerendel begini sukses menaklukkan lawan yang tipikalnya ganas menyerang. Ya iya, bagaimana tidak, ketika lawan menyerang, mereka bertahan habis-habisan --- bahkan ada yang menjuluki seperti ibarat ada bus parkir di depan gawang mereka. Akibatnya, tendangan yang mengarah ke gawang mereka, termasuk ‘tusukan’ maupun liukan pemain lawan yang coba merangsek di kotak penalti, akan terus-terusan gagal. Hebatnya, ketika lawan frustasi karena selalu gagal menciptakan gol, Italia akan sigap menyerang balik! Counter attack dari mulai sepertiga lapangan sendiri ini, biasanya berbuah gol, karena hampir semua pemain lawan sedang asyik menyerang dengan beringas.
Nah, apa yang disuguhkan tim Jerman sepanjang 90 menit pertandingan sangat tepat! Sehr perfekter formation alle! (Kalau kata Google Translate untuk terjemahan dari “formasi yang sangat sempurna sekali”). Pelatih Joachim Loew kiranya memang sudah mematangkan pasukannya guna menghadapi formasi gerendel Italia yang sungguh terkenal memukau itu.