Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Der Panzer Ajarkan Taktik Tekuk Catenaccio

3 Juli 2016   07:54 Diperbarui: 3 Juli 2016   10:27 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Luapan kegembiraan para pemain Jerman usai taklukkan Italia dalam drama adu penalti. (Foto: bola.net)

Sampai adzan Subuh tadi pagi (4 Juni 2016) selesai berkumandang, pertarungan kedua tim masih belum selesai. Barulah ketika detik-detik orang menunaikan shalat sunat fajar dan menunggu iqomat, Jerman boleh berlega hati. Mereka resmi mengirimkan tiket pulang kampung untuk Italia. Der Panzer sukses melaju ke semi final.

Ya, babak final kepagian #EURO2016 antara Jerman vs Italia memang mendebarkan. Babak pertama, kedua tim sama-sama bermain imbang, skor kacamata. Barulah di 45 menit paruh kedua, Mezut Ozil yang jeli memanfaatkan peluang sukses menceploskan si kulit bundar ke gawang Gianluigi Buffon. Di menit ke 65 itu, Jerman unggul 1 – 0.

Tapi, kemenangan yang sudah di depan mata segera buyar. Benteng tangguh Jerman, Jerome Boateng, membuat kesalahan tak disengaja, tangannya menyentuh bola. Kejadian di kotak penalti. Tak ayal, tendangan penalti Bonucci berhasil menekuk kiper ciamik Jerman, Manuel Neuer yang tampil dengan seragam hitam-hitam. Di menit 78, skor menjadi sama: 1 – 1.

Selebihnya, dua kali 15 menit babak perpanjangan waktu, kedua tim sama-sama bermain safety. Meski Jerman tetap ngotot untuk terus menyerang, begitu juga dengan serangan balik dari Italia, namun kedua tim tetap saja mandul produktivitas golnya.

Mau tidak mau, adu tos-tosan berlangsung. Pada babak ini, ketegangan makin memuncak. Baik Buffon dan Neur sama-sama mempertontonkan skill tinggi sebagai penjaga gawang. Buffon yang lebih senior tentu digadang-gadang bakal “memenangkan” Italia. Tapi, Neuer juga bukan yunior ingusan. Di bawah mistar, Neuer menunjukkan mental bajanya, persis seperti tank-tank Jerman yang ditakuti ketika musim Perang Dunia II. Der Panzer pun sukses melumat Italia melalui drama adu penalti yang menguras adrenalin sekaligus adu  mental.

Skor sangat luar biasa meski tipis: 1(6) – 1(5). Der Panzer sukses menggusur Gli Azzuri (Biru Langit) untuk angkat koper dan pulang mudik. Heheheeee … lewat “Brexit” (Brebes Exit) ya bro?!

Pelajaran apa yang bisa ditarik dari penampilan kedua tim yang sama-sama ngotot ingin menang ini?

Pertama, fakta dan data begitu menyakinkan bahwa Jerman unggul penguasaan bola (ball possession). Babak pertama tercatat sekitar 60 persen lebih. Babak kedua juga begitu. Sama. Jerman menguasai oper-mengoper dan dribbling bola, sekitar 60 persen juga, meski Italia agak sedikit bangkit dalam penguasaan bola.

Dari ball possession ini, saya menilai Italia lebih menggancang strategi untuk bermain bertahan. Kemudian, sesekali dan dua kali melakukan serangan balik yang mematikan. Permainan bertahan ala Gli Azzuri sudah bukan hal baru lagi. Catenaccio atau formasi gerendel (pintu baut) memang menjadi ikon sepakbola Italia. Menumpuk pemain untuk bertahan pada garis batas kotak penalti, lalu sedikit curi-curi bola untuk kemudian menghajar lawan dengan serangan balik yang cepat dari berbagai lini. Bisa lewat pemain sayap kiri atau kanan, maupun langsung menusuk ke jantung pertahanan sentral lawan.

Catenaccio bukan formasi haram. Malah, pada berbagai turnamen konsep gerendel begini sukses  menaklukkan lawan yang tipikalnya ganas menyerang. Ya iya, bagaimana tidak, ketika lawan menyerang, mereka bertahan habis-habisan --- bahkan ada yang menjuluki seperti ibarat ada bus parkir di depan gawang mereka. Akibatnya, tendangan yang mengarah ke gawang mereka, termasuk ‘tusukan’ maupun liukan pemain lawan yang coba merangsek di kotak penalti, akan terus-terusan gagal. Hebatnya, ketika lawan frustasi karena selalu gagal menciptakan gol, Italia akan sigap menyerang balik! Counter attack dari mulai sepertiga lapangan sendiri ini, biasanya berbuah gol, karena hampir semua pemain lawan sedang asyik menyerang dengan beringas.

Nah, apa yang disuguhkan tim Jerman sepanjang 90 menit pertandingan sangat tepat! Sehr perfekter formation alle! (Kalau kata Google Translate untuk terjemahan dari “formasi yang sangat sempurna sekali”). Pelatih Joachim Loew kiranya memang sudah mematangkan pasukannya guna menghadapi formasi gerendel Italia yang sungguh terkenal memukau itu.

Lihat saja, sejak menit-menit pertama, Jerman selalu berhasil mengurung lapangan Italia. Seolah-olah kedua tim ini hanya bermain pada wilayah sebelah lapangan saja, lapangannya milik Italia. Jerman terus mengurung rapat. Sambil berusaha untuk bermain aman, memainkan bola dari kaki ke kaki, dan ngotot untuk tidak mau kecolongan bola. Kalaulah ada pemain Italia yang berhasil mencuri bola, “tank-tank” Jerman akan sigap mengganggu dan merebut bola kembali.

Andaikata pun pemain Italia bisa merangsek sampai ke wilayah pertahanan Jerman, i’m sorry to say, Jerome Boateng kelewat tangguh untuk dilewati. Masih mau nekat duel dengan Boateng? Aaah resiko tinggi. Terbukti, hidung seorang pemain Italia tanpa disengaja, terbentur siku lengan Boateng. Akibatnya naas, darah segar mengucur.

Formasi catenaccio sebenarnya ampuh pada babak pertama. Skor 0 – 0 menjadi buktinya. Berkali-kali Jerman gagal merobek jala Buffon. Setiap ada bola di kotak penalti, para pemain Italia akan berjibaku menghalau dan mengamankan wilayahnya. Akibatnya, Muller dan Gomez pun jadi gemes. Upaya mereka menjebol gawang Buffon selalu menemui kebuntuan.

Tak pelak, Jerman mengajarkan publik sepakbola bagaimana cara meruntuhkan “baut pintu” Italia. Mainkan bola dari kaki ke kaki. Bahkan, kalau perlu kembalikan bola mundur sedikit ke belakang (tengah lapangan), atau kembalikan ke kiper yang beberapa kali, posisi Neuer sempat maju hampir ke tengah lapangan meninggalkan sarangnya.

Begitulah cara Jerman merusak catenaccio. Tapi jangan lupakan juga, meski asyik menyerang dan mengurung rapat lapangan Italia, tim Jerman juga tidak lengah. Daya juangnya luar biasa anak-anak Deutscher Fussball-Bund ini. Karena, begitu ada pemain Italia yang berhasil mencuri bola dan siap melakukan serangan balik, para pemain Jerman akan berusaha merebutnya kembali. Jadilah serangan balik Italia pun patah, entah di sayap kiri maupun kanan.

(Video Youtube yang saya buat beberapa jam sebelum pertandingan Jerman vs Italia berlangsung).

Kedua, sepanjang pertandingan sukses membenamkan catenaccio, karena kuncinya sabar dalam menyerang! Ini yang harus dipertebal hurufnya. Keuletan Jerman rupanya membuahkan hasil. Di babak kedua, ketika berkali-kali gagal menceploskan bola ke gawang Buffon, para pemain Jerman --- utamanya Muller dan Gomez yang biasa menjadi pencetak gol --- tidak menampakkan mimik frustasi. Bahkan, penampilan tim Jerman tetap apik. Mereka sabar dalam mengolah bola. Memainkan si kulit bundar dari kaki ke kaki, dari berbagai lini, seraya disusul dengan beberapa kali tusukan pemain ke jantung pertahanan.

Saya mengibaratkan, tim Jerman ini terus-menerus mencoba menemukan sekaligus menciptakan lubang jarum. Begitu sulit, menemukan peluang untuk mengoyak kokohnya gawang si gaek Buffon. Tapi berkat kesabaran, ketenangan, dan keuletan Der Panzer, Mesut Ozil sukses menyarangkan bola ke gawang Italia.

Gol Ozil ini spektakuler karena dihasilkan pada menit ke-65, atau menit ketika formasi catenaccio justru semakin kokoh. Tapi begitulah adanya. Sabar dalam menyerang dan tidak grasa-grusu menjadikan permainan Jerman begitu hidup dan akhirnya sanggup menciptakan peluang, yang tidak disia-siakan oleh Mesut Ozil.

Ternyata memang, untuk merusak catenaccio, maka tim lawan harus bermain dengan penuh ekstra sabar. Hebatnya, teori ini sudah dipsankan sebelumnya oleh mantan pemain sekaligus mantan pelatih timnas Jerman, Rudi Voeller. Vielen dank, Rudi!

Eh … kalau kata saya, buah kesabaran Jerman dalam menyerang juga berhasil memanen sukses lainnya. Apa itu? Tiga kartu kuning yang dikeluarkan wasit secara berturut-turut untuk pemain Italia. Nampaknya, mereka terpancing emosi manakala melihat pemain Jerman begitu enjoy menyerang dan mengurung rapat lapangan Italia. Akibatnya, tackling kurang sempurna terpaksa dilakukan dan hal ini sebenarnya malah menguntungkan Jerman. Karena, Gli Azzuri yang terpancing justru makin membuat karat formasi catenaccio itu sendiri.

Itu artinya, Jerman mengajarkan strategi ketiga dalam merusak catenaccio, yaitu pancing emosi lawan. Sebaliknya pula, jangan terpancing emosi lawan. Tim Jerman yang diturunkan Loew memang bukan sosok-sosok senior lagi. Didominasi pemain muda, tapi dari sisi penampilan dan emosi, terlihat jelas betapa mereka mampu menerapkan taktik bermain bola yang penuh sabar plus dewasa. Alhasil, maaf saja, kalau saya akhirnya berpandangan, seolah-olah Italia dipaksa untuk belajar bermain sepakbola dari Jerman. Tapi ingat, itu semua berlaku hanya pada babak pertama dan kedua saja. Karena selebihnya, Italia semakin bermain lepas dan taktis juga.

Okelah, sebenarnya taktik pelatih Italia, Antonio Conte sudah tepat dalam menghadang laju serangan “panzer-panzer” Jerman. Buktinya Muller tumpul. Gomez pun buntu. Tapi, Jerman bukan tim yang tidak belajar, mereka ini semakin dewasa, semakin sabar dalam menyerang dan mengurung pertahanan Italia. Conte hanya sedikit alpa untuk memastikan barisan pertahannya untuk mematikan pergerakan Ozil. Sampai akhirnya, pemain bernomor punggung 8 ini sukses memanfaatkan peluang meski sebenarnya tendangan Ozil rada kurang joss gandoss! Tapi lumayanlah, Buffon sampai tak mampu mengantisipasi dan menjangkau bola yang melesat masuk di sisi kanan gawang. Dengan ini, clean sheet Buffon sepanjang pertandingan Italia pada #EURO2016 pun ternoda. Begitu juga sebenarnya, dengan gawang Neuer! Sama-sama sudah tidak 'perawan' lagi deh

Hasil laga di stadion Bordeaux di Perancis ini akhirnya membuahkan sukses manis bagi Jerman. Meskipun track record nilai kedigjayaan masih digenggam Italia. (Kedua tim sudah sering bersua. Italia menang 15 kali. Jerman baru menang 9 kali. Sisanya, 10 laga keduanya bermain imbang). Tapi, biar bagaimana juga, Jerman sudah mengetahui rumus dan taktik untuk meruntuhkan formasi catenaccio. Dan, ini sekaligus pelajaran berharga bagi publik sepakbola yang anti mengusung permainan formasi bertahan. Karena nyata terbukti, pertahanan terbaik adalah menyerang, bukan formasi catenaccio lagi! Terima kasih Deutschland!

Ich liebe dich #DerPanzer

* * * * *


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun