Lihat saja, sejak menit-menit pertama, Jerman selalu berhasil mengurung lapangan Italia. Seolah-olah kedua tim ini hanya bermain pada wilayah sebelah lapangan saja, lapangannya milik Italia. Jerman terus mengurung rapat. Sambil berusaha untuk bermain aman, memainkan bola dari kaki ke kaki, dan ngotot untuk tidak mau kecolongan bola. Kalaulah ada pemain Italia yang berhasil mencuri bola, “tank-tank” Jerman akan sigap mengganggu dan merebut bola kembali.
Andaikata pun pemain Italia bisa merangsek sampai ke wilayah pertahanan Jerman, i’m sorry to say, Jerome Boateng kelewat tangguh untuk dilewati. Masih mau nekat duel dengan Boateng? Aaah resiko tinggi. Terbukti, hidung seorang pemain Italia tanpa disengaja, terbentur siku lengan Boateng. Akibatnya naas, darah segar mengucur.
Formasi catenaccio sebenarnya ampuh pada babak pertama. Skor 0 – 0 menjadi buktinya. Berkali-kali Jerman gagal merobek jala Buffon. Setiap ada bola di kotak penalti, para pemain Italia akan berjibaku menghalau dan mengamankan wilayahnya. Akibatnya, Muller dan Gomez pun jadi gemes. Upaya mereka menjebol gawang Buffon selalu menemui kebuntuan.
Tak pelak, Jerman mengajarkan publik sepakbola bagaimana cara meruntuhkan “baut pintu” Italia. Mainkan bola dari kaki ke kaki. Bahkan, kalau perlu kembalikan bola mundur sedikit ke belakang (tengah lapangan), atau kembalikan ke kiper yang beberapa kali, posisi Neuer sempat maju hampir ke tengah lapangan meninggalkan sarangnya.
Begitulah cara Jerman merusak catenaccio. Tapi jangan lupakan juga, meski asyik menyerang dan mengurung rapat lapangan Italia, tim Jerman juga tidak lengah. Daya juangnya luar biasa anak-anak Deutscher Fussball-Bund ini. Karena, begitu ada pemain Italia yang berhasil mencuri bola dan siap melakukan serangan balik, para pemain Jerman akan berusaha merebutnya kembali. Jadilah serangan balik Italia pun patah, entah di sayap kiri maupun kanan.
(Video Youtube yang saya buat beberapa jam sebelum pertandingan Jerman vs Italia berlangsung).
Kedua, sepanjang pertandingan sukses membenamkan catenaccio, karena kuncinya sabar dalam menyerang! Ini yang harus dipertebal hurufnya. Keuletan Jerman rupanya membuahkan hasil. Di babak kedua, ketika berkali-kali gagal menceploskan bola ke gawang Buffon, para pemain Jerman --- utamanya Muller dan Gomez yang biasa menjadi pencetak gol --- tidak menampakkan mimik frustasi. Bahkan, penampilan tim Jerman tetap apik. Mereka sabar dalam mengolah bola. Memainkan si kulit bundar dari kaki ke kaki, dari berbagai lini, seraya disusul dengan beberapa kali tusukan pemain ke jantung pertahanan.
Saya mengibaratkan, tim Jerman ini terus-menerus mencoba menemukan sekaligus menciptakan lubang jarum. Begitu sulit, menemukan peluang untuk mengoyak kokohnya gawang si gaek Buffon. Tapi berkat kesabaran, ketenangan, dan keuletan Der Panzer, Mesut Ozil sukses menyarangkan bola ke gawang Italia.
Gol Ozil ini spektakuler karena dihasilkan pada menit ke-65, atau menit ketika formasi catenaccio justru semakin kokoh. Tapi begitulah adanya. Sabar dalam menyerang dan tidak grasa-grusu menjadikan permainan Jerman begitu hidup dan akhirnya sanggup menciptakan peluang, yang tidak disia-siakan oleh Mesut Ozil.
Ternyata memang, untuk merusak catenaccio, maka tim lawan harus bermain dengan penuh ekstra sabar. Hebatnya, teori ini sudah dipsankan sebelumnya oleh mantan pemain sekaligus mantan pelatih timnas Jerman, Rudi Voeller. Vielen dank, Rudi!
Eh … kalau kata saya, buah kesabaran Jerman dalam menyerang juga berhasil memanen sukses lainnya. Apa itu? Tiga kartu kuning yang dikeluarkan wasit secara berturut-turut untuk pemain Italia. Nampaknya, mereka terpancing emosi manakala melihat pemain Jerman begitu enjoy menyerang dan mengurung rapat lapangan Italia. Akibatnya, tackling kurang sempurna terpaksa dilakukan dan hal ini sebenarnya malah menguntungkan Jerman. Karena, Gli Azzuri yang terpancing justru makin membuat karat formasi catenaccio itu sendiri.