Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Selamatkan ‘Yayang’, Selamatkan Orangutan

27 Juni 2016   14:13 Diperbarui: 27 Juni 2016   14:50 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seekor bayi orangutan yang berhasil diselamatkan BOSF dan menjalani masa rehabilitasi sebelum dilepasliarkan kembali ke hutan. (Foto: Borneo Orangutan Survival Foundation)

Ironis! Saat ini, orangutan Sumatera dan orangutan Borneo terancam punah. Adalah World Conservation Union (Daftar Merah IUCN 2007 / IUCN Red List 2007) yang sudah mengklasifikasikan orangutan Borneo sebagai spesies yang terancam punah (endangered). Sedangkan orangutan Sumatera justru lebih parah karena sangat terancam punah atau critically endangered.

Kedua spesies ini juga tercantum dalam Lampiran I Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka Fauna dan Flora Liar (CITES). Dengan begitu, baik di Indonesia maupun Malaysia, orangutan terlindungi secara hukum. Tapi, hukum dan peraturan saja jelas tidak cukup untuk melindunginya. Konservasi orangutan memerlukan upaya yang komprehensif dan terintegrasi oleh seluruh pemangku kepentingan --- baik di lapangan dan di arena politik. Hal ini untuk memastikan keberhasilannya.

Satu pihak yang terjun langsung dan berada di garda terdepan dalam upaya pelestarian orangutan Kalimantan adalah Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo (Yayasan BOS) atau biasa disebut juga Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF). Sejak 1991, organisasi non-profit Indonesia ini mendedikasikan dirinya guna melakukan konservasi orangutan Kalimantan (pongo pygmaeus) beserta habitatnya.

Banyak program yang dilaksanakan BOSF, antara lain: Program Reintroduksi Orangutan di Kalimantan Timur (di Samboja Lestari atau sekitar 38 kilometer dari Balikpapan), dan di Kalimantan Tengah tepatnya di Arboretum Nyaru Menteng atau sekitar 30 kilometer dari Palangka Raya; Program Konservasi Mawas; dan Program Restorasi Habitat Orangutan Indonesia.

CEO Borneo Orangutan Foundation, Jamartin Sihite ketika berada di Kalimantan. (Foto: Dok. BOSF)
CEO Borneo Orangutan Foundation, Jamartin Sihite ketika berada di Kalimantan. (Foto: Dok. BOSF)
Menjalankan fungsi sebagai pusat rehabilitasi orangutan, BOSF tentu berusaha mempersiapkan kembali orangutan kembali ke habitatnya yakni di hutan lepas Kalimantan, sebagai penjaga alam. Tugas ini menjadi bertambah berat manakala hutan-hutan di Kalimantan banyak yang digunduli, atau pun malah terbakar. Setelah menjalani masa rehabilitasi, orangutan akan dilepasliarkan kembali ke hutan.

Nah, bagaimana lika-liku BOSF menangani pusat rehabilitasi binatang yang terkenal sangat karismatik ini? Berikut, wawancara saya dengan Chief Executive Officer BOSF, Dr Ir Jamartin Sihite.  

* * * * * *

Berapa personil relawan yang kini bergabung dengan BOSF. Termasuk yang ada di Kalimantan? Bagaimana perekrutan, dan bila ada yang ingin bergabung dengan BOSF bagaimana prosedurnya?

Kami tidak memiliki jumlah relawan tetap. Dalam menerima relawan, kami mengutamakan mereka yang memiliki latar belakang khusus, yaitu kedokteran hewan, animal welfare, dan enrichment. Untuk bergabung dengan BOSF, peminat dipersilakan mengikuti kabar terbaru dari BOSF di berbagai media sosial seperti Facebook (BOS Foundation), instagram (@bosfoundation), atau laman kami, http://orangutan.or.id. BOSF selalu mengiklankan lowongan kerja di jalur media-media sosial kami.

Di dunia internasional, BOSF tergabung dengan organisasi induk apa? Bagaimana struktur dan keterikatannya?

BOSF murni LSM Indonesia yang secara struktural mandiri. Kami tidak berada di bawah organisasi apapun, namun BOSF membuka diri terhadap kerja sama yang mendukung konservasi orangutan dan habitatnya.

Seekor bayi orangutan menjalani masa program rehabilitasi sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya di hutan. (Foto: Dok. BOSF)
Seekor bayi orangutan menjalani masa program rehabilitasi sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya di hutan. (Foto: Dok. BOSF)
Relawan di Kalimantan, bagaimana “membiayai” kebutuhan mereka dan operasionalisasinya?

Relawan diminta untuk membiayai kebutuhan sehari-hari mereka sendiri. BOSF sebagai lembaga nirlaba tidak memiliki dana khusus untuk membiayai kebutuhan di luar kebutuhan utama kami, yaitu: biaya penyelamatan, rehabilitasi, dan kesehatan orangutan, serta dana operasional harian.

Apa saja misalnya, cost yang harus dibiayai untuk mereka yang ada di lapangan? Berapa besar budget operasionalnya per tahun?

Dana operasional untuk kegiatan di lapangan sangat besar, dari pembiayaan kegiatan penyelamatan, pengadaan buah harian untuk pakan orangutan, pemeliharaan infrastruktur, biaya perawatan dan tindakan medis, logistik untuk tim pemantauan pasca pelepasliaran di hutan, kegiatan pemberdayaan komunitas, dan masih banyak lagi.

Alokasi dana operasional per tahun kami selalu meningkat per tahunnya, karena jumlah orangutan yang kami rehabilitasi selalu berubah, dan proyek-proyek yang kami laksanakan pun tidak tetap tergantung kebutuhan, seperti misalnya akibat kebakaran tahun lalu, BOSF harus melaksanakan restorasi lahan akibat Karhutla (kebakaran hutan dan lahan).

Secara kasar, kebutuhan dana kami tergantung dengan jenis program yang dilakukan. Untuk rehabilitasi orangutan saja, biaya yang dibutuhkan untuk seekor orangutan kurang lebih 35 juta per tahun. Komponen ini memang membutuhkan dana sangat besar. Jadi besarnya biaya operasional di lapangan khusus untuk program rehabilitasi orangutan, pada dasarnya sangat ditentukan berapa banyak orangutan yang ada di pusat rehabilitasi kami saat ini.

Seorang relawan BOSF menggendong bayi orangutan. (Foto: Dok. BOSF)
Seorang relawan BOSF menggendong bayi orangutan. (Foto: Dok. BOSF)
Berapa lokasi rumah orangutan yang dikelola BOSF di Kalimantan, dan di Kalimantan mana saja itu? Berapa luas lahannya?

Kami menyebut rumah orangutan ini sebagai pusat rehabilitasi orangutan. Kami punya dua, yaitu di Pusat Reintroduksi Orangutan Kalimantan Tengah Nyaru Menteng sebesar 380 hektar, dan di Pusat Reintroduksi Orangutan Kalimantan Timur Samboja Lestari sebesar 1.800 hektar.

Di luar itu, kami juga mengelola lahan Kawasan Konservasi Mawas di Kalimantan Tengah seluas 309.000 hektar yang menampung sekitar 3.000 orangutan liar (populasi kedua terbesar di Kalimantan), Hutan Lindung Bukit Batikap di Kabupaten Murung Raya, Kalimantan Tengah seluas 35.000 hektar sebagai tempat pelepasliaran 167 orangutan sejak tahun 2012 lalu; Hutan Kehje Sewen di Kabupaten Kutai Timur dan Kutai Kertanagara seluas 86.400 hektar sebagai tempat pelepasliaran 45 orangutan sejak tahun 2012 lalu. Secara total kami mengelola lahan seluas lebih dari 430.000 hektar di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Pada 2016 ini, kami juga mulai mengelola lahan di beberapa wilayah baru, karena kami masih memiliki hampir 700 orangutan di pusat rehabilitasi kami.    

Program-program apa saja yang dilakukan untuk orangutan selama di lokasi rumah orangutan ini sebelum dilepasliarkan?

Kami memulai dengan proses penyelamatan (rescue). Sebagian besar orangutan yang kami selamatkan adalah orangutan yang sangat muda ataupun bayi yang telah kehilangan induknya dengan segala kondisi. Ada yang sehat, ada pula yang sakit atau cacat. Bayi orangutan yang sakit atau cacat seperti ini kami karantina terlebih dulu untuk dipulihkan kondisinya. Setelah kondisi orangutan dinyatakan sehat dan mampu, mereka akan bergabung dengan orangutan sehat lainnya di Sekolah Hutan sebagai bagian dari proses rehabilitasi. Di sini secara bertahap mereka akan mempelajari berbagai keahlian untuk bertahan hidup di hutan, dibantu oleh babysitter dan teknisi.

Sekolah Hutan sendiri terdiri dari beberapa kelompok umur, karena waktu yang dibutuhkan orangutan untuk bisa mandiri di alam liar sekitar tujuh sampai delapan tahun. Karena kami berusaha mengikuti pola ini, kami pun mendidik mereka selama kurun waktu itu. Lulus dari Sekolah Hutan, mereka akan masuk ke tahap lanjut untuk hidup di pulau pra-pelepasliaran. Di pulau ini mereka harus bersaing atau hidup bersama dengan orangutan lain. Kami menganggap tahap ini seperti layaknya “universitas” untuk orangutan.

Sejumlah orangutan yang paling siap akan dilepasliarkan (release) ke hutan. Areal hutannya sudah kami pilih dan jaga. Orangutan yang dilepasliarkan akan dijaga dan dipantau setiap hari oleh tim khusus. Hasil pemantauan ini menunjukkan seberapa berhasilnya para orangutan bertahan hidup di alam liar. Sejauh ini, kami telah memiliki lima kelahiran alami di hutan Kalimantan Timur dan Tengah. Kami berharap generasi ini akan membentuk populasi orangutan yang sepenuhnya liar.

Kondisi orangutan bernama Kejora ketika pertama kali diselamatkan. (Foto: Dok. BOSF)
Kondisi orangutan bernama Kejora ketika pertama kali diselamatkan. (Foto: Dok. BOSF)
bosf-kejor-a-14-1024x736-5770cf06d67e61a41d64c452.jpg
bosf-kejor-a-14-1024x736-5770cf06d67e61a41d64c452.jpg
Berapa lama mereka dirumahkan sebelum dilepasliarkan? Mengapa lama sekali perumahannya?

Orangutan membutuhkan waktu tujuh sampai delapan tahun untuk menjalani masa rehabilitasi. Masa ini sesuai dengan masa pendidikan mereka di alam liar. Setiap anak orangutan akan hidup bersama dan belajar dari induknya sampai ia berusia tujuh tahun, baru secara perlahan ia akan hidup mandiri. Selama tujuh tahun ini, ia akan belajar bagaimana hidup mandiri di hutan dari sang induk.

Bagaimana menyatakan bahwa orangutan yang dimaksud sudah siap untuk dilepasliarkan kembali? Apa saja parameternya?

Parameter orangutan sudah siap dilepasliarkan adalah: pertama, ia tidak hanya menguasai semua skill yang dibutuhkan untuk bertahan hidup di hutan, namun juga menerapkannya. Skillatau kemampuan ini adalah; memanjat pohon, membuat sarang, mencari pakan alami, dan mengenali predator(termasuk manusia). Kedua, secara usia dia juga harus sudah cukup umur. Ketiga, secara perilaku, ia telah mandiri dan liar, sehingga tidak membutuhkan keberadaan manusia. Keempat, ia dinyatakan sehat dan bebas dari penyakit menular seperti TBC atau Hepatitis.

Disebut-sebut ada penanaman semacam chip di bagian tubuh orangutan, sebelum dilepasliarkan. Bagaimana proses penanaman chip itu dan bagaimana teknologi chip ini berfungsi serta efektivitasnya?

Chip ini mengirimkan sinyal pada frekuensi tertentu. Setiap chip mengirimkan frekuensi yang sedikit berbeda, sehingga petugas yang memegang radio receiver bisa membedakan individu orangutan berdasarkan frekuensi ini. Sinyal chip ini bisa ditangkap sampai jarak lima kilometer jauhnya di wilayah yang terbuka, namun di hutan yang berbukit dan padat dengan pohon, jarak terjauh yang bisa dicapai oleh sinyal ini hanya sekitar satu kilometer. Baterai chip dapat berfungsi hingga 2 tahun, sehingga kami dapat mengikuti dan mencatat kemajuan yang signifikan dari setiap orangutan.

Seekor orangutan bernama Kejora tengah asyik berayun. (Foto: Dok. BOSF)
Seekor orangutan bernama Kejora tengah asyik berayun. (Foto: Dok. BOSF)
Dari chip ini bagaimana pemantauan pergerakan orangutan ketika di habitatnya kembali bisa disimpulkan setelah dilepasliarkan?

Tim PRM (Post-Release Monitoring) berpatroli setiap hari dan melakukan pencatatan teliti saat menemukan satu individu orangutan. Orangutan yang baru dilepasliarkan akan diikuti terus-menerus selama 1 bulan secara ketat dan tim mencatat pergerakan orangutan setiap dua menit sepanjang hari. Orangutan yang telah lama dilepasliarkan dan ditemukan saat patroli, akan dicatat pergerakannya setiap dua menit selama dua jam penuh. Dari pencatatan data yang sangat banyak ini, kami dapat menyimpulkan bagaimana perilaku setiap individu orangutan, kondisi kesehatannya, dan kemungkinannya bertahan hidup di hutan.

Sejak 1991, berapa orangutan yang sudah dilepasliarkan?

Kami telah melepaskan dan memindahkan orangutan ke wilayah hutan yang aman sebanyak sekitar 600-an individu sejak 1991 sampai dengan 2002. Namun sejak itu kami tidak memiliki lagi lahan hutan khusus yang bisa kami manfaatkan untuk pelepasliaran orangutan. Baru sejak tahun 2012 kami mulai kembali bisa melepasliarkan orangutan baik di Kalimantan Timur maupun Tengah. Sejak 2012, di Kalimantan Tengah BOSF telah melepasliarkan 167 orangutan, dan di Kalimantan Timur 45.

Bagaimana keterlibatan para pendonor terhadap orangutan yang dibantu donasinya? Mereka (para pendonor) bisa memberi nama bayi-bayi orangutan itu?

BOSF memiliki banyak aktivitas/program dalam rangka pelestarian orangutan dan habitatnya. Oleh karena itu, bentuk keterlibatan para donor tersebut bergantung dengan jenis program yang didukung. Misalnya saja dukungan untuk pembiayan pelepasliaran orangutan, maka kami akan turut mengundang perwakilan para donor untuk menyaksikan secara langsung proses tersebut sesuai dengan kesepakatan.

Selain itu kami juga akan mengirimkan pelaporan secara transparan atas program-program yang telah dikerjakan kepada para pendonor. Mengenai penamaan orangutan, hal ini merupakan salah satu fundraising tools kami dalam program pembiayaan rehabilitasi orangutan dan dilakukan dalam kerjasama secara ekslusif.

Orangutan betina bernama 'Yayang' bersama bayinya yang merasa nyaman dalam dekapan di perut. (Foto: Dok. BOSF)
Orangutan betina bernama 'Yayang' bersama bayinya yang merasa nyaman dalam dekapan di perut. (Foto: Dok. BOSF)
Pengalaman unik setelah proses pelepasliaran adakah, misalnya si orangutan tidak mau dilepasliarkan, atau justru ada yang kembali lagi?

Pengalaman paling menyenangkan adalah ketika kami berhasil menemukan orangutan yang kami lepasliarkan beranak. Sejauh ini ada lima kelahiran alami di hutan dari para orangutan yang kami lepasliarkan. Ini merupakan pencapaian yang sangat baik, mengingat tujuan pelepasliaran memang untuk membentuk populasi orangutan liar di habitat aslinya.

Ada satu orangutan yang kami lepasliar bersama anaknya Desember 2013 lalu, namanya Yayang. Saat ini ia bahkan telah memiliki bayi kedua, kami namakan Louise. Sementara anaknya yang pertama, Sayang, telah hidup mandiri, namun sesekali mereka masih menyempatkan bertemu, dan kesempatan seperti ini di mana induk dan kedua anaknya berkumpul, sungguh sebuah momen yang spesial.

* * * * * * *

Penyerahan Donasi Pelepasliaran Orangutan dari Bank BCA kepada BOSF. Dari kiri ke kanan: Maskot orangutan, Inge Setiawati, Jamartin Sihite, Jahja Setiaatmadja, dan Bungaran Saragih. (Foto: Gapey Sandy)
Penyerahan Donasi Pelepasliaran Orangutan dari Bank BCA kepada BOSF. Dari kiri ke kanan: Maskot orangutan, Inge Setiawati, Jamartin Sihite, Jahja Setiaatmadja, dan Bungaran Saragih. (Foto: Gapey Sandy)

Salah satu pihak yang begitu peduli dengan pelestarian orangutan adalah Bank BCA. Terbukti, pada Jumat (24 Juni 2016) di Menara BCA – Jakarta kemarin, bank ini kembali menyerahkan Donasi Pelepasliaran Orangutan di Hutan Kehje Sewen, Kalimantan Timur. Donasi sebesar Rp 200 juta ini merupakan bagian dari program nyata Bakti BCA yang disampaikan secara langsung oleh Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja kepada CEO BOSF Jamartin Sihite. Disaksikan Sekretaris Perusahaan BCA Inge Setiawati,Dewan Penasehat BOSF Bungaran Saragih, dan tamu hadirin lainnya, termasuk sejumlah Kompasianer.  

Dalam sambutannya, Presdir BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, orangutan adalah binatang yang sudah langka, dan mungkin hanya terdapat di Kalimantan untuk populasi tertentu. Itupun hidupnya susah sekali apalagi kalau ada kebakaran hutan, penggundulan hutan. Jadi tugas kita bersama untuk terus melestarikan orangutan.

“Kita sangat menghargai sekali kiprah BOSF, yang kalau kita lihat ditengah kesibukan dunia dan juga kita di Indonesia, kebanyakan hanya berpikiran bisnis saja, tetapi BOSF ini sudah memikirkan sesuatu yang lebih dari itu. Dan, kita salut sekali dengan kepedulian BOSF ini. BCA mendukung penuh upaya pelestarian seperti ini, karena apabila orangutan dapat diselamatkan, maka beragam spesies hewan lainnya pun dapat terselamatkan. Kontribusi yang demikian akan menjaga kekayaan ekosistem hutan dan keberlangsungan hidup anak cucu di masa depan,” urai Jahja.

 Jahja menambahkan, kegiatan pelestarian orangutan ini diharapkan dapat memicu kegiatan lain yang serupa, dan dapat menyadarkan seluruh lapisan masyarakat akan pentingnya berpartisipasi dalam menciptakan tempat hidup untuk berbagai satwa yang hampir punah, atau dilindungi. Rasa peduli dan cinta terhadap alam merupakan sesuatu yang penting, untuk mengubah perilaku manusia menjadi lebih ramah lingkungan,” tutur Jahja lagi.

* * * * * * *

Bayi orangutan dalam dekapan seorang relawan. (Foto: Dok. BOSF)
Bayi orangutan dalam dekapan seorang relawan. (Foto: Dok. BOSF)
Bagaimana Pak Jamartin Sihite mengomentari Donasi Pelepasliaran yang diberikan BCA? Apa harapan Anda terhadap bakti BCA ini?

Donasi Pelepasliaran Orangutan dari BCA ini merupakan upaya kerja sama yang penting. Tidak banyak perusahaan besar yang secara nyata mendukung upaya konservasi orangutan dan habitatnya. BCA telah membantu kami dalam melaksanakan sejumlah pelepasliaran sejak tahun 2012, dan kami harapkan kerja sama yang baik ini akan terus berlanjut ke tahun-tahun mendatang sehingga lebih banyak orangutan yang memiliki harapan hidup di habitat aslinya. Dengan begitu peranan alami orangutan sebagai penjaga hutan akan terus memberikan manfaat ke seluruh makhluk hidup lain termasuk manusia.  

Selain donasi dana, program apa saja yang dilakukan BCA sebagai bentuk kepedulian terhadap orangutan ini?

BCA memberikan kesempatan kepada BOSF untuk menampilkan video tentang konservasi orangutan di layar raksasa di Menara BCA. Pemutaran video ini memberikan kesempatan kepada khalayak luas, terutama mereka yang berkendara melalui daerah Bundaran Hotel Indonesia memahami lebih jauh mengenai upaya konservasi orangutan dan habitatnya. BCA juga beberapa kali mengundang BOSF untuk berpartisipasi dalam ajang-ajang besar yang mereka laksanakan, seperti BCA Indonesia Open tahun 2015 lalu, dan beberapa kesempatan menggelar ajang bersama di Car Free Day.

Sejumlah relawan melakukan program pelepasliaran orangutan di habitat aslinya, hutan lepas. (Foto: Dok. BOSF)
Sejumlah relawan melakukan program pelepasliaran orangutan di habitat aslinya, hutan lepas. (Foto: Dok. BOSF)
Orangutan bernama 'Gadis' yang sudah dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen - Kaltim, pada awal Juni 2016 kemarin. (Foto: Dok. BOSF)
Orangutan bernama 'Gadis' yang sudah dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen - Kaltim, pada awal Juni 2016 kemarin. (Foto: Dok. BOSF)
Orangutan bernama 'Raymond' sudah dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen - Kaltim, pada awal Juni 2016 kemarin. (Foto: Dok. BOSF)
Orangutan bernama 'Raymond' sudah dilepasliarkan di Hutan Kehje Sewen - Kaltim, pada awal Juni 2016 kemarin. (Foto: Dok. BOSF)
* * * * * * *

#SaveOrangutan #SaveTheForest

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun