Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama FEATURED

Ayo, Saatnya Nge-Vlog!

13 Juni 2016   10:26 Diperbarui: 5 Maret 2017   14:00 1997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Emily Cage, vlogger belia sedang merekam video aksi teroris. (Foto: Repro Film White House Down)

“Dunia blogger sudah sedemikian sangat ‘keras’. Tidak cukup hanya mengandalkan artikel saja, diperlukan juga pendukung seperti infografis dan video, misalnya jika ingin memenangkan lomba blog”.

Pernyataan ini disampaikan Dede Ariyanto S.Kom.I selaku blogger, video maker, video blogger dan contributor video TV ketika menjadi pembicara pada pelatihan bertajuk Peluang dan Tantangan Video Blogger, di Gedung PBNU, Jakarta, 11 Juni 2016 kemarin.

Menjadi video blogger (VLOGGER), kata Dede, menciptakan banyak peluang. “Karena masih sedikit blogger yang memaksimalkan tulisan di blog-nya dengan video. Padahal, Vlogger juga bisa mendapatkan kesempatan mendapat job video atau video berbayar. Vlogger pun bakal diundang secara khusus dari brand. Bisa juga, Vlogger mengirimkan videonya ke TV Komersial, maupun diunggah melalui YouTube,” ujarnya seraya menambahkan bahwa dengan terbiasa membuat video blogging akan mengasah kemampuan blogger berbicara di depan kamera.

Dalam makalah yang disampaikan, Dede juga menyebutkan tantangan untuk menjadi Vlogger. Setidaknya ada lima hal, yaitu buatlah terlebih dahulu konsep atau ide yang menarik dan unik; membuat video itu susah-susah gampang; sanggup bekerja maksimal dengan video recording semisal smartphone, kamera, drone dan lainnya; kapasitas rendering file --- penggabungan gambar, video, slide, dan suara --- yang membutuhkan kapasitas memory besar dan koneksi internet cepat. “Tantangan terakhir adalah, kita juga butuh koneksi internet yang cepat untuk mengunggah karya video,” tukasnya.

Dede Ariyanto dalam satu kesempatan menjadi pembicara. (Foto: Facebook Dede Ariyanto)
Dede Ariyanto dalam satu kesempatan menjadi pembicara. (Foto: Facebook Dede Ariyanto)
“Video itu, bercerita dengan gambar bergerak. Bukan hanya sekadar slide show kumpulan foto-foto saja”.

Tak hanya pernyataan atraktif itu saja yang disampaikan Dede. Ia juga menegaskan bahwa, video reportase tak ubahnya dengan artikel reportase itu sendiri. “Video reportase yang baik juga mengandung unsur 5W + 1H, atau What, Where, Why, When, Who dan How,” ungkapnya.

Beberapa tips praktis juga disampaikan. “Jangan lebay atau berlebihan dalam mengedit video. Jangan melakukan transisi dan animasi berlebihan. Jangan memakan durasi kelewat panjang atau bertele-tele. Jangan membuat konsep atau ide dengan sesuatu yang biasa saja. Jangan goyang ketika merekam video. Jangan salah pilih backsound yang tidak sesuai tema. Jangan lakukan kesalahan ucap dalam mengisi suara, harus jelas intonasi dan artikulasinya,” urai pria ramping berkacamata ini.

* * * * * * *

Menarik, apa yang menjadi bahasan Dede. Nge-vlog rasanya kini menjadi jawaban teraktual, setelah rasanya aktivitas nge-blog mulai tersengal-sengal. Senjakala blog? Bisa jadi. Bukankah di atas, Dede juga menyampaikan, bahwa saat ini nge-blog saja tidaklah cukup!

Teknik Dasar menjadi VLOGGER. (Sumber: Makalah Dede Ariyanto)
Teknik Dasar menjadi VLOGGER. (Sumber: Makalah Dede Ariyanto)
Secara kebetulan, pada dini hari, sebelum Dede menyampaikan materi video blogging di hadapan para peserta pelatihan, saya sempat mem-posting di blog pribadi, tulisan berjudul Akhirnya, Senjakala Blog?

Inti tulisannya menyampaikan pendapat bahwa nge-blog sudah saatnya ‘ditinggalkan’. Gantinya? Ya, nge-vlog. Banyak yang sependapat, termasuk Dede yang sudi membacanya sampai tamat. Ada juga yang tak sependapat, dan saya menghargai itu.

Opini saya yang menegaskan bahwa aktivitas blog semakin tak sexy lagi, sebenarnya mudah saja dibantah. Maklum, saya hanya mendasarkan dari hasil menonton film White House Down.  

Film ini memberi pelajaran buat para blogger. Bukan, bukan sesuatu yang baru. Tapi setidaknya, blogger musti mulai bersiap meneladaninya. Nah, supaya tahu apa sih yang harus dipahami dan dilaksanakan, ya sebaiknya segera tonton dulu ajalah filmnya. Toh, film ini kan termasuk sudah lawas.

Dalam film yang mengisahkan pengkhianatan seorang agen senior Secret Service dengan menyewa sejumlah paramiliter sebagai teroris, untuk menghancurkan Gedung Putih, sekaligus menghabisi nyawa Presiden Amerika Serikat, James Sawyer (aktor Jamie Foxx) ini, terselip kisah heroik anak perempuan bernama Emily Cale (yang diperankan Joey King). Ceritanya, usia Emily baru seumuran Anak Baru Gede (ABG), tapi passion-nya pada masalah politik luar biasa. Ia juga aktif di media sosial termasuk web-blogging, terutama video blogging.

Ketika kemelut aksi teror di Gedung Putih terjadi, Emily bersama ayahnya John Cale (diperankan aktor Channing Tatum) kebetulan sedang mengikuti tur kunjungan di gedung tempat tinggal Presiden Amerika Serikat beserta keluarga selama masa jabatan dinasnya. Emily yang belia ini sempat sendirian terjebak dalam situasi chaos. Sementara sang ayah sibuk pasang badan melindungi nyawa Presiden Amerika Serikat.

Adegan ketika Emily Cale (diperankan Joey King) tengah menjadi VLOGGER dengan mem-videokan wawancaranya dengan Presiden Amerika Serikat, James Sawyer (diperankan aktor Jamie Foxx) dalam film White House Down. (Foto: fatmovieguy.com)
Adegan ketika Emily Cale (diperankan Joey King) tengah menjadi VLOGGER dengan mem-videokan wawancaranya dengan Presiden Amerika Serikat, James Sawyer (diperankan aktor Jamie Foxx) dalam film White House Down. (Foto: fatmovieguy.com)
Uniknya, sebelum dar der dor aksi teroris, Emily sempat berdialog dengan ayahnya. Sang ayah bertanya, bagaimana perkembangan terakhir aktivitas Emily menekuni dunia blog, atau sebagai BLOGGER. Jawaban Emily waktu itu cukup menghenyakkan. Kira-kira, ia menjawab begini: “Sekarang ini, sudah tidak dipergunakan lagi istilah blog”.

Sayang, belum sampai kepada penjelasan mengapa istilah blog sudah tidak populer lagi, dialog terpenggal dengan fragmen adegan yang lain. Disini saya merasa kepo, penasaran, apa yang dimaksud Emily, bahwa istilah blog sudah tidak lagi dipakai orang. Rasa penasaran saya sama dengan John Cale, yang dalam dialog itu sempat balik bertanya. “Memangnya ada apa dengan istilah blog? Padahal saya baru mulai mempelajari bagaimana cara nge-blog,” heran John.

Begitulah. Emily, seorang gadis usia belasan, sudah menegaskan, bahwa blog bakal menjadi sesuatu yang usang. Setidaknya, pesan “senjakala blog” disampaikan melalui film yang berdurasi 2 jam 17 menit ini. Adalah Emily yang menjadi messenger alias sang pembawa pesan.

Jadi, akankah blog perlahan mati? Bakal terjadikah senjakala blog? Sama dong nasib blog itu seperti media cetak yang berguguran?

Dalam film yang sebenarnya sudah dirilis sejak tiga tahun lalu ini, Emily sekaligus memberikan jawabannya. Bukan jawaban secara teori, tapi praktik. Rupanya, Emily menjalankan aktivitas nge-blog bukan dengan cara menulis, tapi memanfaatkan channel blog dalam bentuk yang lain, yaitu video blogging. Dengan kata lain, Emily bukan lagi menjadi blogger (penulis blog), tapi sudah beralih sebagai vlogger (video blogger).

Ya, inilah penjelasan yang dimaksud Emily kepada sang ayah, John Cale. Betapa semakin hari, orang tidak akan lagi mempergunakan kata atau istilah blog secara an sich. Tapi sudah berganti menjadi vlogger.

Aktor Jamie Foxx dalam film “White House Down” menjadi Presiden Amerika Serikat dan sedang diwawancarai oleh VLOGGER, Emily Cale. (Foto: httpsid.pinterest.comsonypicsindiawhite-house-down)
Aktor Jamie Foxx dalam film “White House Down” menjadi Presiden Amerika Serikat dan sedang diwawancarai oleh VLOGGER, Emily Cale. (Foto: httpsid.pinterest.comsonypicsindiawhite-house-down)
Dari nge-blog jadi nge-vlog? Kelihatannya sih sederhana. Tapi dibalik itu, ternyata kontras sekali bedanya. Nge-blog mengandalkan kemampuan menulis. Sedangkan nge-vlog, bukan merangkai kata, tapi kemampuan merekam aneka video. Video kejadian, video produk, video pemandangan hingga video sosok. Terkait dengan video sosok, biasanya vlogger juga harus sudah memiliki kemampuan untuk menembus narasumber dan melakukan (rekaman video) wawancara.

Di film ini, Emily memberi contoh konkret! Ketika rombongan masyarakat peserta tur Gedung Putih tengah berkeliling ruangan, tiba-tiba Presiden Amerika Serikat bersama para staf dan pengawalnya muncul. Semua orang terpana, terpesona, termasuk Emily yang memang mengidolakan Presiden Amerika Serikat yang berkulit hitam ini. Maklumlah kalau hampir semua terpukau, ketemu presiden gitu loch!

Tapi, Emily segera mengusir lebay. Ia sadar posisi dan perannya sebagai VLOGGER. Lekas jemari kecil Emily mengeluarkan smartphone-nya. Sejurus kemudian ia sudah meminta izin kepada Presiden Amerika Serikat untuk dilakukan rekaman video wawancara, untuk video blogging-nya di YouTube.

Sambil jemarinya terus menggenggam smartphone dan merekam video, Emily mengajukan pertanyaan demi pertanyaan. Ketika rekaman video wawancara ala door stop selesai, Presiden Amerika Serikat masih memberi “bonus” dengan menyampaikan pesan khusus kepada para pengikut (subscribers) akun YouTube milik Emily. “Saya Presiden Amerika Serikat, James Sawyer, saksikan terus informasi dan laporan Emily Cale melalui blog video-nya ini,” begitu kata sang “USA – 1” ini.

Pelajaran lain dari Emily melalui film bergenre action thriller ini adalah ketika ia dengan insting jurnalistik dan keberanian luar biasa, merekam aksi para teroris di dalam Gedung Putih. Secara sembunyi-sembunyi, Emily berhasil merekam wajah demi wajah pelaku teror. Hingga suatu ketika, naas aksi curi-curi rekam video ini ketahuan. Tapi untunglah, sebelum Emily tertangkap dan dijadikan salah satu sandera, gadis ini sempat mengunggah video rekamannya sebagai blog video di channel YouTube.

Wowwww … atas dasar ‘kerja jurnalistik’ dan ‘keberanian’ Emily merekam aksi para teroris ini, seluruh dunia menjadi gempar. Bahkan dalam film itu, dikisahkan blog video yang diunggah Emily, dalam tempo singkat mampu menembus 700 juta viewers!

Hasil rekaman video Vlogger belia Emily Cage ketika diunggah ke YouTube. (Foto: Repro Film White House Down)
Hasil rekaman video Vlogger belia Emily Cage ketika diunggah ke YouTube. (Foto: Repro Film White House Down)
Blog video ini bahkan menjadi sumber utama dalam pemberitaan media-media massa mainstream, termasuk channel televisi berita. Dari sini, karya vlogger Emily menjadi viral. Bahkan, menjadi sumber bagi para penegak hukum di Amerika Serikat untuk mengidentifikasi profil teroris satu per satu.

* * * * * * *

Okelah, semua itu cuma adegan pilem. Tapi setidaknya beberapa pelajaran dapat ditarik dari pilem ini.

Pertama, sudah saatnya aktivitas nge-blog diubah menjadi nge-vlog! Mengapa? Alasan sederhananya adalah, orang semakin tidak punya hasrat lagi untuk membaca tulisan yang panjang di blog. Analisa ini memang butuh survei dan pembuktian di lapangan. Tapi percayalah, dengan menyimak tulisan-tulisan pendek media online, rasanya alasan sederhana tadi bolehlah diterima akal. Intinya, patut kita aware, bahwa — karena beberapa alasan — orang akan semakin enggan membaca tulisan di blog. Bisa jadi karena alasan waktu, jaringan internet, kecepatan, kepraktisan, dan sebagainya.

Jangan lupa loch, aplikasi LINE melalui fitur LINE CAST bahkan sudah mencuri perhatian dengan menayangkan rekaman video wawancara eksklusif. Misalnya, pada 12 Mei 2016 lalu menampilkan Kombes Pol Khrisna Murti selaku Direskrimum Polda Metro Jaya. Saya termasuk yang menikmati wawancara ringan (tapi mendalam) tersebut melalui gadget. Kualitas tayangannya bagus, pengambilan gambar, editing dan run down acaranya sempurna! Sedangkan pada edisi 19 Mei 2016, LINE CAST menampilkan rekaman video dialog dengan super motivator, Mario Teguh. Keren bro’!

Ini memperkuat tudingan bahwa semakin hari, orang makin malas membaca (termasuk blog)! Orangtuhmaunyasimple. Sambil duduk di meja makan, sambil goleran di kasur, sambil angkat kaki dan ngopi, lalu nonton VIDEO. Menyaksikan VIDEO BLOGGING. Menonton hasil kerja VLOGGER!

Emily Cale dalam film ‘White House Down’ ketika sebagai VLOGGER — dengan insting jurnalisme dan keberanian luar biasa — merekam video aksi pelaku terorisme di Gedung Putih dan mengunggahnya di channel YouTube. (Foto: watchesinmovie.info)
Emily Cale dalam film ‘White House Down’ ketika sebagai VLOGGER — dengan insting jurnalisme dan keberanian luar biasa — merekam video aksi pelaku terorisme di Gedung Putih dan mengunggahnya di channel YouTube. (Foto: watchesinmovie.info)
Kedua, nge-blog dan nge-vlog punya dasar pekerjaan yang berbeda. Nge-blog itu menulis (dan terkadang memotret). Sementara nge-vlog adalah merekam video dan menyuguhkannya secara menarik. Untuk menjadi sesuatu yang membuat orang tertarik, nge-vlog harus memiliki kemampuan dasar speaking yang baik, kepiawaian announcing yang mumpuni, bisa membuat naskah pengantar video, kecakapan mengedit video, penampilan yang ciamik ‘n chic, dan naluri atau insting jurnalisme yang tinggi. Jurnalisme bisa dipelajari. Jangan keburu, blogger maupun vlogger itu alergi untuk mempelajari jurnalistik.

Ketiga, seperti juga yang dijalankan Emily, sebagai vlogger kemampuan mewawancarai narasumber harus handal. Caranya? Ya, tentu saja dengan menguasai masalah yang akan ditanyakan kepada narasumbernya. Passion Emily dalam bidang politik, membuat Presiden Amerika Serikat memuji apa yang disampaikan Emily sebagai pertanyaan yang berbobot! Nah, susahnya (maaf), kebanyakan blogger saat ini belum melakukan praktik wawancara dengan narasumber sebagai salah satu kerja reportasenya.

Tulisan tentang bagaimana menjadi VLOGGER — yang pakemnya, hanya menayangkan video maksimal berdurasi tiga menit ---, mudah di-search via Google. Silakan searching sendiri.

Oh ya, selain semakin hari orang kian malas membaca (blog), sudah mulai bermunculan juga keluhan terhadap dunia blog. Apa itu? Klasik, masalahnya. Kebanyakan blog (hanya) dijejali iklan semata, review produk dan jasa ini-itu, alias sekadar seperti rubrik advertorial atau pariwara di majalah maupun suratkabar. Padahal, di media-media massa itu, jujur saja, tidak sedikit orang yang akan langsung skip, emoh membaca advertorial. Kecuali, yang ditampilkan secara menarik dan content-nya benar-benar dibutuhkan pembaca.

Jadi ada baiknya jangan terlalu “over dosis” mengisi blog dengan menuruti (nilai) komersil belaka. Karena nilai idealis blog itu, sejatinya banyak dinanti dan diminati publik. Mereka menunggu unggahan tulisan blog yang menarik, inspiratif, kaya manfaat, cerdas dan aktual. Entah itu bentuknya Opini, Kolom, Feature, Reportase, hasil Wawancara maupun yang rada agak sulit, Investigative Reporting.

Cover Film White House Down yang menyisipkan pesan profesi VLOGGER atau Video Blogger. (Foto: loymachedo.com)
Cover Film White House Down yang menyisipkan pesan profesi VLOGGER atau Video Blogger. (Foto: loymachedo.com)
Ingat, enggak nge-vlog saja, rasanya blog kita sudah (akan segera) ketinggalan zaman. Apalagi kalau ditambah, blog kita “mabuk kepayang” dengan tulisan-tulisan “jualan” yang cuma sekadar review produk maupun tulisan berbayar lainnya. Aaaahhh … tulisan advertorial dan sejenisnya kayak ‘gitu rasanya enggak banyak yang mau nge-klik apalagi membacanya.

Ayo Nge-Vlog!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun