Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hardiknas, Hani dan Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus

2 Mei 2016   06:38 Diperbarui: 2 Mei 2016   08:15 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sekolah, guru-guru SKh ‘Sahabat Kita’ menerapkan dua program: Class Programme dan Individual Programme. “Untuk program kelas biasanya lebih ditujukan kepada upaya membangun kemandirian mereka. Misalnya, mencuci piring bersama, memakai kaos kaki bersama, berwudhu bersama, sholat bersama dan sebagainya. Pokoknya mereka melakukan Activity Daily Living (ADL),” jelas Nunung.

Sedangkan Individual Programme, lanjut Nunung, sengaja dilaksanakan karena setiap anak punya kurikulumnya sendiri-sendiri. Status pada anak berkebutuhan khusus selalu berbeda-beda. Contohnya pada Hani yang tunarungu, ternyata ia memiliki nilai akademik yang bagus. Bila diberikan bacaan tertentu, ia paham untuk diperintahkan menyalinnya kembali. 

“Dalam hal berhitung, Hani juga bagus. Hitungan penjumlahan bagus, dan pengurangan pun juga bagus. Tapi, belum tentu program pendidikan yang kami berikan kepada Hani, bisa dicerna dan dilakukan oleh teman-teman Hani yang lain,” ujar Nunung.

ok-009-57268e5816937329048b456a.jpg
ok-009-57268e5816937329048b456a.jpg
Hadi, siswa SKh Sahabat Kita. Hadi juga menjadi relawan di Taman Baca Masyarakat Rumah Sahabat Kita di Pondok Aren, Tangsel. || Foto: Gapey Sandy.
ok-0011-57268eabb27e61650e92bdb9.jpg
ok-0011-57268eabb27e61650e92bdb9.jpg
Mustopa selaku Ketua Yayasan Daarul Hidayah bersama Hadi, siswa SKh Sahabat Kita. || Foto: Gapey Sandy.

Program individu benar-benar melatih dan mendidik anak berkebutuhan khusus secara personal. Jadi, benar-benar individual sekali programnya. Bisa jadi, untuk teman-teman Hani lainnya yang berkebutuhan khusus, pelajarannya adalah berbicara, atau menyebutkan kata. Sedangkan untuk Hani, justru akan kesulitan menyebutkan kata. “Meskipun untuk menunjuk benda-benda yang dimaksudkan dalam kata, seperti ‘bo- la’, ‘bu - ku’, ‘ba - ju’, Hani sudah bisa,” tukasnya.

Bagaimana pengalaman mendidik anak yang mengalami autis?

Nunung mengatakan, kadangkala sikap agresif anak-anak autis muncul karena mereka memiliki satu keinginan yang harus didapatkan. Perilaku agresifnya bermacam-macam. Tapi juga, kalau anak-anak autis ini sudah melakukan sesuatu tindakan yang baik, maka guru-guru harus lekas memberi ucapan apresiasi.

“Untuk kasus anak berkebutuhan khusus yang autis, kita tentu juga harus menanganinya dengan penuh ekstra sabar. Sebab, kadangkala mereka akan memperlihatkan perilaku panik, marah dan mengamuk. Tapi secara komunikasi, sebenarnya mereka mudah untuk mengerti. Misalnya, apabila kita mengatakan, “Tidak boleh”. Atau, “Jangan marah”. Maka mereka akan mengerti. 

Hanya saja, kalau anak-anak autis ini melakukan tindakan yang baik, maka kita tidak boleh terlambat untuk mengucapkan apresiasi: “Bagus sekali, anakku”, atau “Pintar sekali, anakku”. Jadi memang ada serba-serbi yang kemudian kita pahami karena setiap hari hal ini boleh dibilang dijumpai di sekolah,” ujar Nunung.

Anak autis, imbuh Nunung lagi, sikap agresifnya tinggi sekali. Kadangkala ia mencengkeram kerah leher belakang baju temannya. Atau, kadangkala ia mencubit dengan gemas. Sikap agresif seperti ini, biasanya ditunjukkan karena terpicu soal makanan atau minuman.

“Saya hafal kalau ada seorang murid yang autis dan agresif, biasanya ia akan terpicu melakukan hal itu karena ada keinginannya soal minuman, dalam hal ini minuman isotonik yang dibawa misalnya oleh seorang temannya. Sikap agresif ini akan terus dilakukan, sampai murid yang autis ini berhasil memperoleh minuman isotonik yang diinginkannya,” urai Nunung penuh sabar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun