[caption caption="Peranti untuk Pabrik Semen Indarung I di Sumatera Barat. Foto tahun 1910. (Sumber: Humas PT Semen Padang)"]
[caption caption="Material untuk Pabrik Semen Indarung I di Sumatera Barat. Foto tahun 1910. (Sumber: Humas PT Semen Padang)"]
[caption caption="Suasana penerimaan upah untuk para pekerja di Pabrik Semen Indarung I pada tahun 1913. (Sumber: Humas PT Semen Padang)"]
Carl Christophus Lau mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk pendirian pabrik semen di Indarung. Permohonannya disetujui lebih kurang tujuh bulan kemudian. Ia kemudian menggandeng sejumlah perusahaan untuk bermitra, yakni Firma Gebroeders Veth, Fa.Dunlop, dan Fa.Varman & Soon, pada 18 Maret 1910. Sejak itu, berdirilah pabrik yang bernama NV Nederlmidschhidische Portland Cement Maatschappij (NY NIPCM) dengan akta notaris Johannes Pieder Smidth di Amsterdam.
Kehadiran perusahaan ini menjadi tonggak sejarah berdirinya industri semen di Indonesia, karena merupakan industri besar pertama di Indonesia yang terdaftar di bawah Departemen Pertanian, Industri, dan Perdagangan di Hindia Belanda.
Pabrik semen di Indarung ini menjadi tonggak sejarah industri besar di Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Legalitas perusahaan semen itu berdasarkan "Koninklijke Bewilliging", pada 8 April 1910, No 20. Pabrik ini berkantor pusat di Prins Hendrikade 123, Amsterdam dan kantor cabangnya di Padang, Sumbar.
Pembangunan klin --- dapur atau tungku untuk mengolah semen --- pertama di pabrik semen Indarung selesai pada 1911, dengan kapasitas produksi 76,5 ton sehari. Klin kedua dibangun setahun kemudian, dengan kapasitas sama.
Pada awalnya, sumber energi listrik yang digunakan untuk mengoperasikan pabrik ini berasal dari pembangkit listrik Rasak Bungo, yang memanfaatkan air Sungai Lubuk Paraku. Sementara bahan bakar pabrik menggunakan batubara Ombilin. Batubara didatangkan dengan kereta api dari Sawahlunto ke Bukit Putus, tak jauh dari Teluk Bayur.
Begitulah kisah awal berdirinya Pabrik Semen Padang Indarung I.
Untuk bernostalgia dengan masa-masa Belanda dulu, ada saja cara yang dilakukan di ”tekape”, seperti berbusana ala Meneer dan Noni Belanda di lokasi pabrik.
Beginilah, hasil jepretannya: