Tapi ya, justru disitu masalahnya. Najwa Shihab menjadi terlihat kelewat “merendahkan” Gibran, mungkin karena mengasumsikannya sebagai ‘anak muda’ yang kebetulan menjadi anak dari seorang Presiden. ‘Merendahkan’ bukan dalam arti menghina atau dalam sudut pandang sempit lainnya. Ini terlihat dari keseringannya Najwa Shihab menopang dagu ketika bertanya. Dalam banyak buku gesture atau bahasa tubuh, ekspresi yang ditampakkan Najwa Shihab seperti itu menandakan ia boring (bosan) dalam sebuah percakapan, dan ya itu tadi, menganggap “remeh” narasumbernya.
Lho, kenapa asumsinya sampai kepada Najwa Shihab seakan “meremehkan” narasumbernya?
Satu, lihat ketika Najwa Shihab seolah menertawakan jawaban Gibran yang selalu saja menjawab: “Biasa aja”. Sebagai pewawancara, Najwa Shihab bahkan mengatakan:Biasa. Ini jangan-jangan sampai selesai Mata Najwa apapun yang saya tanya, jawabannya biasa aja?
Dua, ketika beberapa kali mendengar jawaban Gibran yang hanya bilang “Biasa aja”, Najwa tertawa terbahak-bahak, ketika putra sulung Presiden Jokowi itu menjawab dengan dua kata yang sama, tentang apakah Gibran terganggu dengan penilaian-penilaian miring terhadap dirinya.
Tiga, nada pertanyaan Najwa Shihab yang seolah tengah bertanya kepada anak kecil, dengan rincian kalimat, yang sebenarnya bisa diringkas dan lebih elegan. Yaitu, pada pertanyaan Najwa Shihab, berikut ini:
Mas Gibran kalau jadi anak Presiden, itu mau bisnis apapun seharusnya gampang. Mau bikin pabrik, mau minta tambang, mau apapun. Tapi Mas Gibran lebih memilih membuka usaha sendiri, dimulai dari awal dan memilih bisnis makanan. Apa alasannya?
Didalam pertanyaan Najwa Shihab ada kalimat,“Mau bikin pabrik. Mau minta Tambang. Mau apapun”. Hanya Najwa Shihab sendiri yang kiranya tahu, kenapa ia menjelaskan sendiri rincian pertanyaan yang diajukannya. Padahal, tanpa harus menguraikan contoh fasilitas bisnis sebagai anak Presiden itu, pemirsa juga sudah memahaminya.
Simak sendiri, seandainya contoh penjelasan dari pertanyaan itu dihilangkan:
Mas Gibran kalau jadi anak Presiden, itu mau bisnis apapun seharusnya gampang. Tapi Mas Gibran lebih memilih membuka usaha sendiri, dimulai dari awal dan memilih bisnis makanan. Apa alasannya?
Atau:
Sebagai anak Presiden, Mas Gibran lebih memilih membuka usaha sendiri tanpa fasilitas sana-sini, dimulai dari awal dan memilih bisnis makanan. Apa alasannya?