Ketika pada sisi kanan dan kiri kapal sudah sama sekali jauh dari daratan, mulailah kehidupan di atas laut semakin nampak. Ada banyak bagang milik para nelayan. Selain itu, ada sejumlah speedboat yang kelihatan melaju kencang menuju arah balik dari gugusan kepulauan Derawan.
Akhirnya tiba juga speedboat yang kami tumpangi di Pulau Derawan. Pemandangan yang mula-mula dapat disaksikan adalah barisan resort yang berada di atas laut dan saling terhubung dengan jembatan kayu. Nakhoda pun mulai merendahkan akselerasi mesin perahunya, suara yang ditimbulkan menjadi seolah tanpa suara. “Ini sebenarnya mesin tetap hidup, tapi pelan, karena kita sudah segera bersandar,” jelas nakhoda berusia separuh baya dan yang sering mengemudikan perahunya sambil memegang handphone ini.
Kapal pun bertambat di dermaga Derawan Dive Resort. Para risers bergegas menaiki jembatan kayu untuk menuju ke pemondokan atau tempat menginap masing-masing. Enggak usah repot bawa tas, karena petugas speedboat dan resort segera sigap mengangkut tas-tas bawaan para risers dengan menggunakan gerobak dorong. By the way, tiap satu tim risers memperoleh satu pemondokan yang didalamnya terdapat tiga ranjang tempat tidur, ada fasilitas mandi shower air panas dan dingin, tanpa fasilitas televisi.
Usai makan siang, para risers diminta untuk melakukan sejumlah adegan demi pengambilan foto bersama. Foto dengan menggunakan drone ini cukup atraktif, karena para risers seolah sedang dikuntit drone, sampai ke bibir pantai dan menunjukkan kegembiraan suka cita bermain air. Kelar urusan pemotretan dengan drone, para risers lansung diajak untuk snorkeling, yang lokasinya tak jauh dari tempat speedboat yang kami tumpangi ditambatkan.
* * * * *
Di dermaga yang sudah ditetapkan sebagai spot snorkeling, para risers kemudian mempersiapkan diri dengan pirantinya, mulai dari rompi pelampung berwarna oranye, masker lengkap dengan alat bernafas, juga sepatu katak. Satu per satu para risers mulai turun ke laut dengan menuruni anak tangga dari kayu terlebih dahulu. Awalnya, saya sendiri memilih untuk tidak mempergunakan pelampung, tapi lama kelamaan, karena aktivitas memotret dan memvideokan banyak sekali ikan-ikan di perairan semakin membuat kerepotan, saya pun “menyerah” dan membutuhkan pakai pelampung.
Ketika snorkeling, beraneka jenis ikan saling berkejaran dan berliukan di depan mata. Ikan yang bergaris-garis hitam pada bagian tubuhnya termasuk yang paling banyak jumlahnya. Mereka juga jinak dan tidak takut dengan kehadiran manusia. Mungkin, para ikan juga tahu, para risers itu semuanya sangat mulia dan baik sekali hatinya … hahahahaaa. Sehingga buat para ikan, jelas tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Jujur, saya sendiri pernah merasakan bagaimana ‘bercanda’ dengan ikan-ikan seperti itu juga di Pulau Sepa, salah satu pulau yang ada di gugusan Kepulauan Seribu, Jakarta. Yang saya masih ingat, waktu itu, di Pulau Sepa ukuran ikannya masih kecil-kecil, sebesar jempol dan telapak tangan saja. Biarpun warna dan jenis ikannya sama dengan yang ada di Pulau Derawan, tapi dari segi ukuran sangat berbeda.
Tim Risers 5 sempat berfoto bareng ketika snorkeling didalam air. Sang koordinator, Satto Raji, risers asal Jakarta, sempat asyik melakukan selfie ketika rombongan ikan datang. Kiatnya? Jangan ragu membawa cuilan panganan kering untuk disebar didalam air, sehingga niscaya segerombolan ikan akan datang dari arah mana saja. Pada saat itulah best moment untuk mengabadikan melalui kamera maupun video, sekumpulan ikan yang menawan. Sementara itu, risers asal Surbaya, Arif Khunaifi, juga sibuk membuat rekaman suasana video bawah laut.