Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dissa dan Café Tunarungu "Jari Berbicara"

8 Januari 2016   07:30 Diperbarui: 10 Januari 2016   10:57 2594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dissa sendiri masih ingat bagaimana kisah yang disampaikan Leah Katz-Hernandez, Asisten Presiden Barrack Obama yang tunarungu ini. “Dalam paparannya, Leah memiliki pandangan bahwa dengan bekerja di Pemerintahan dapat mengubah hidup dan membawa impact kepada orang banyak. Makanya, ia kuliah dengan mengambil jurusan Ilmu Politik dan Pemerintahan di Gallaudet University, Washington DC. Cerita berikutnya, sewaktu Obama mencalonkan diri sebagai Presiden, Leah aktif bekerja sebagai Tim Kampanye untuk Pemenangan Barrack Obama. Nah, ketika akhirnya Barrack Obama berhasil menjadi Presiden, Leah tiba-tiba ditelepon oleh pihak Gedung Putih untuk menjadi staf pada bagian yang menangani Media Office untuk Ibu Negara Michelle Obama. Sesudah itu, Leah mendapat tugas baru lagi, menjadi asisten Presiden Barrack Obama di Gedung Putih,” jelas Dissa.

INGIN MEMBUKA TRAINING CENTER

Dalam perencanaan Dissa, Deaf Café Fingertalk akan terus dikembangkan, tidak saja sebagai café dan workshop belaka. Misalnya, ia ingin mendirikan pusat pelatihan atau training center bagi para deaf. Pelatihannya lebih khusus kepada hal-hal yang bersifat praktis. “Aku tidak ingin Fingertalk hanya sekadar menjadi café dan workshop saja. Karena, berkaca pada saat Fingertalk dibuka, responnya ternyata luar biasa. Banyak para deaf yang berharap dapat bergabung dam bekerja di sini. Tapi, kami belum mampu menampung mereka semua, apalagi, café ini masih kecil skalanya dari sisi bisnis,” jelas Dissa yang berharap Fingertalk dapat dimanfaatkan seluas-luasnya demi kebersamaan dan kemajuan komunitas deaf.

Menyadari respon yang begitu besar itulah, terpikir oleh Dissa untuk membuat training center yang vocational dan praktis. Misalnya, pelatihan komputer untuk mendidik para deaf mampu menginput data, dan sebagainya. “Atau, ada juga saran untuk membuka pabrik roti, tempat cucian mobil dan beberapa hal lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan para deaf. Contoh lain, Deaf Café Fingertalk kemarin kedatangan tamu, sejumlah deaf yang berasal dari Lombok. Mereka berharap agar Fingertalk dapat juga membuka cabang di Lombok, Jambi dan beberapa kota lainnya,” ungkap Dissa penuh syukur.

(Dissa Syakina Ahdanisa, gadis lajang pengelola Deaf Café Fingertalk. || Foto: Gapey Sandy)

Yang pasti, Dissa berharap, Fingertalk dapat memberikan skill kepada para deaf agar mereka independen, compete dan sejahtera. “Para deaf di Indonesia ini sebenarnya tangguh-tangguh. Bahkan, kalau dipadukan bekerja dengan mereka yang normal atau hearing, para deaf mampu bersaing,” yakin Dissa yang juga berharap dapat membantu teman-teman difabel lain, atau tidak hanya yang tunarungu saja.

Sungguh, begitu mulia cermin hati Dissa.

 

* * *  

“Temukan kebahagiaan pada hari ini dengan bersyukur atas hal-hal kecil yang akan menuntun kita pada hari esok untuk meraih hal-hal besar”. * Mario Teguh

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun