Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pengrajin Batik Etnik Tangsel Tuntut Perhatian Pemkot

16 Desember 2015   16:47 Diperbarui: 17 Desember 2015   02:34 1290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kiprahnya sudah sukses membawa batik etnik sampai ke mancanegara. Tapi ironisnya, di wilayahnya sendiri, ia merasa pengrajin batik belum mendapatkan perhatian serius dari Pemkot Tangsel sebagaimana mestinya.

Ya, Dra Nelty Fariza Kusmilianti (53) adalah pengrajin batik etnik jempolan. Perempuan kelahiran Cianjur, 8 September 1962 ini sudah memulai usaha batik sejak 2004. Setahun kemudian, dengan biaya sendiri, Nelty nekat melakukan pameran dan menjajal pasar batik luar negeri. Pilihannya, ke Tokyo. Batik Etnik Banten yang diproduksinya merupakan perpaduan desain, warna, nuansa dan tema yang eksotik. Tak heran, ketika pameran berlangsung, para diplomat asing dan keluarga istana kekaisaran Jepang begitu tertarik.

Apa yang dialami Nelty di ‘Negeri Sakura’ pada 2005 dan 2006 itu, akhirnya makin memacu tekad untuk mengembangkan usaha Batik Etnik Banten. Pikir Nelty, batik yang dibuat dengan desain etnik nyatanya mampu mengangkat nama Banten menjadi terkenal di forum internasional. Tidak hanya untuk Banten saja, Nelty juga yang memperkenalkan Batik Benteng. Inilah batik khas Kabupaten Tangerang.

Peluncuran Batik Benteng Tangerang secara resmi dilakukan oleh Bupati Ismet Iskandar dan Ketua DPRD Kabupaten Tangerang Endang Sudjana, pada HUT ke-65 Kabupaten Tangerang, 27 Desember 2008.

(Pengerjaan batik tulis etnik Banten di rumah produksi milik Nelty. || Foto: Gapey Sandy)

Sesudah Kota Tangerang Selatan lahir, Nelty yang merupakan warga Tangsel, tak bisa ditahan untuk kembali melakukan inovasi. Anak kelima dari tujuh bersaudara yang menuntaskan pendidikan Sarjana Pendidikan Luar Sekolah ini mulai mencipta karya Batik Etnik Tangsel.

Melalui bendera usahanya Sekar Purnama, Nelty sudah banyak menerima pesanan batik etnik untuk dipakai para tamu-tamu kehormatan. Diantaranya, ketika pelaksanaan MTQ Nasional ke-22 di Serang, Banten, pada 17 – 22 Juni 2008, Nelty mendesain dan membuat sendiri batik khusus untuk Presiden RI kala itu, Soesilo Bambang Yudhoyono, pejabat kementerian terkait dan pemerintahan daerah, termasuk Gubernur Banten ketika itu, Ratu Atut Chosiyah. Tak ketinggalan tamu kehormatan dari luar negeri, seperti Duta Besar Negara Sahabat, Anggota DPR, DPD dan lainnya.

Boleh dibilang, batik etnik karya Nelty sudah menjadi langganan para pesohor di negeri ini. Tapi hal itu tidak membuatnya tinggi hati. Justru, ia siap memberikan seluruh ilmu dan kemampuannya kepada para generasi muda maupun para pengrajin batik pemula. Nelty meyakini, membuat batik itu mudah bila dipelajari secara serius. Tapi, membatik juga tidak asal sembarangan. Karena dalam membatik ada ruh dan ekspresi jiwa si pembatik yang mengalir melalui karya-karyanya.

(Nelty Fariza Kusmilianti memperlihatkan Batik Etnik Banten dengan motif fauna Badak Bercula Satu, dan pohon bambu. || Foto: Gapey Sandy)

Selain berbisnis, Nelty juga aktif berorganisasi. Tercatat, ia masih menjabat sebagai Ketua Bidang Event Organizer Ikatan Kartini Profesional Banten – Indonesia (IKAPRI) periode 2014 – 2019. “Saya juga tergabung dalam Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) pimpinan Ketua Umum Ibu Elza Syarief,” tukasnya.

o o o O o o o

Berikut wawancara saya dengan Nelty di rumah produksi batik etniknya, di perumahan Villa Bintaro Regency, Pondok Kacang Timur, Pondok Aren, Tangsel, pada pekan kemarin:

Sejak kapan Anda mulai menggeluti usaha batik ini?

Saya mulai membatik sejak 2004. Waktu itu, Kota Tangsel belum lahir. Makanya dinamakan Batik Tangerang atau Batik Benteng. Nah, ketika Kota Tangsel terlahir, akhirnya saya juga membuat Batik Tangsel, karena memang toh saya juga bermukim di wilayah Tangsel. Artinya, saya sudah mengawali usaha batik ini dengan membangun market. Ini penting karena jangan sampai sementara ‘dapur’ kita melakukan produksi, tapi ‘ngebul’nya malah tidak terjadi. Jadi, saya awali usaha membatik ini dengan membangun pasar, sampai ke luar negeri.

Setelah Batik Etnik Banten, Kabupaten Tangerang, kini Anda menciptakan untuk Tangsel. Batik Etnik Tangsel, bagaimana dengan pilihan motifnya?

Untuk motif dan desain Batik Tangsel misalnya, saya melakukan inovasi dari yang kekinian. Batik Tangerang atau Batik Benteng misalnya, saya punya misi untuk mengangkat akulturasi budaya masyarakat, diantaranya kaum Tionghoa yang ada di Tangerang dimana terkenal dengan sebutan Cina Benteng. Dengan motif Batik Benteng ini saya berharap orang juga tahu bahwa ada akulturasi budaya dari unsur masyarakat Tionghoa di Tangerang. Bahkan tidak hanya sekadar tahu, tapi saya berharap siapa saja akan mengerti bahwa masyarakat Cina Benteng bahkan pernah ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Motif Batik Benteng misalnya, saya mengangkat tentang faunanya seperti gambar Ular Naga, juga warna batiknya yang kontras dengan dominasi merah dan kuning keemasan.

(Batik Etnik Banten produksi Nelty dengan motif Golok Jawara. || Foto: Gapey Sandy)

(Batik Etnik Tangsel dengan motif Bunga Anggrek, Blandongan dan Ondel-ondel. || Foto: Gapey Sandy)

Khusus untuk Batik Etnik Tangsel, apa unsur motif yang ditampilkan?

Kalau untuk Batik Tangsel, motifnya saya buat dengan memasukkan motif Bunga Anggrek dan juga Blandongan atau rumah adat Betawi. Unsur Blandongan ini saya masukkan sebagai pelengkap motif, karena meskipun belum ada Peraturan Daerah yang menentukan secara spesifik ikon atau lambang Kota Tangsel yang khas, tapi nampaknya Blandongan tidak boleh ditinggalkan. Apalagi, pada setiap busana Pegawai Negeri Sipil Kota Tangsel selalu ada bordiran yang diantaranya terdapat gambar Blandongan. Selain itu, motif Ondel-ondel-nya pun saya masukkan. Ya karena itu tadi, akulturasi budaya masyarakat yang terjadi di Tangerang, maupun juga Tangsel.

Apa menjadi kewajiban untuk memasukkan unsur motif Bunga Anggrek pada Batik Etnik Tangsel?

Tidak menjadi kewajiban untuk memasukkan unsur motif Bunga Anggrek pada Batik Tangsel. Karena bukankah hal itu juga belum ada Perda-nya. Apalagi, maaf, Anggrek juga ‘kan subur tumbuh dimana-mana, terutama di Magelang dan Jogjakarta juga banyak sekali budidayanya di sana. Tapi dalam hal Hak Atas Kekayaan Intelektual, motif Bunga Anggrek nampaknya masih milik publik. Nah, saya memasukkan unsur motif Bunga Anggrek ini sebagai ‘lucu-lucuan’ saja dulu, sebelum masyarakat pada akhirnya akan benar-benar menyukainya. Jadi, saya berharap masyarakat ‘dengar-dengar’ dulu saja deh bahwa ada motif tertentu untuk Batik Tangsel, diantaranya motif Bunga Anggrek itu. Apalagi toh di Singapura misalnya, Anggrek itu sudah mendunia, misalnya melalui nama jalan yang paling terkenal yakni Orchad Road, belum lagi suvenir mereka yang banyak juga bermotifkan Anggrek.

Ada berapa motif Batik Etnik Tangsel yang sudah diproduksi?

Wah, banyak. Mungkin sudah ada seratusan motif Batik Tangsel yang saya buat. Belum lagi, motif Batik Benteng. Apalagi, unsur budaya yang saya masukkan itu selalu berubah-ubah atau berinovasi. Silakan saja, mana yang lebih disukai oleh masyarakat.

(Batik etnik produksi Nelty sudah seringkali dipesan untuk berbagai kegiatan yang melibatkan para pesohor. Tampak Gubernur Banten ketika itu Ratu Atut Chosiyah beserta rombongan juga mengenakannya. || Foto: Dokpri. Nelty)

Apa Anda berharap segera dikeluarkan Perda atau Perwal untuk menetapkan ikon khas Tangsel yang berimbas ke motif Batik Etnik Tangsel?

Soal Perda yang belum memberi kepastian terkait ikon khas Kota Tangsel, saya pikir yang namanya budaya itu ‘kan terus berkembang dan berubah, tapi kita sedang membangun sehingga tidak harus kaku dengan musti begini-musti begitu. Yang penting ada sosialisasi juga dari Pemkotnya, jangan menutup sebelah mata. Misalnya, Pemkot melakukan sosialisasi tentang adanya batik yang coba mengangkat budaya Kota Tangsel. Mulai dari motif Blandongan, Bunga Anggrek, Kesenian Betawi seperti Ondel-ondel, dan masih banyak lagi. Nah, ini ‘kan kekayaan budaya kita semua. Tak hanya itu, kami inginnya para birokrat yang mengurus masalah seni budaya dan industri ini peduli dan terus berusaha mengembangkan Batik Tangsel.

Sebagai pengrajin batik etnik, apa yang paling Anda harapkan dari Pemkot Tangsel?

Saya menginginkan adanya bantuan dari Pemkot Tangsel untuk memberdayakan para pengrajin batik yang ada di kota ini. Hal ini saya pikir menjadi sesuatu yang paling penting, karena bukankah keberadaan para pengrajin batik itu adalah kekayaan atau asset Tangsel itu sendiri? Untuk hal ini saya belum puas dengan kinerja Pemkot Tangsel. Karena, meskipun batik sudah menjadi kebanggaan Indonesia dan diakui forum internasional, tetapi budaya membatik ini belum diprogramkan secara rutin alias masih musim-musiman saja. Padahal, kita para pengrajin batik ini juga berusaha seiring dengan perjalanan waktu dan lika-liku bisnis yang panjang.

Pemberdayaan pengrajin batik sebagai aset daerah, itu harapan utama Anda?

Ya, tapi harap diingat juga, membuat batik itu selalu ada ruh-nya. Artinya, para pengrajin batik itu membuat karya-karya batiknya berdasarkan ekspresi jiwa. Karena itu, saya berharap, apabila ada pelatihan membatik yang dilakukan kepada anak-anak muda, jangan mendatangkan instruktur yang bukan berasal dari kalangan pengrajin batik. Alasannya, membuat batik memerlukan ruh dan ekspresi penjiwaan yang khusus. Jangan sampai, teori membatik dikuasai oleh sang instruktur, tetapi penjiwaannya yang ditularkan kepada generasi muda tidak dapat tersampaikan. Malah ironisnya, kejadian yang sudah-sudah, kalau pun kami para pengrajin batik ini dilibatkan, hanya dijadikan sebagai anggota dewan juri untuk menyeleksi hasil pelatihan saja. Yang demikian justru bukan melatih kader pengrajin batik, melainkan justru seolah merusaknya.

(Nelty, berjilbab putih. Bersama para model yang mengenakan busana Batik Etnik Tangsel hasil karya Nelty dalam satu event. || Foto: Dokpri. Nelty)

(Gubernur Provinsi Banten Rano Karno turut bergembira ketika menerima pemberian batik etnik. || Foto: Dokpri. Nelty)

Apalagi harapan Anda kepada Pemkot Tangsel dan para anggota dewan?

Kepada dinas-dinas maupun instansi yang berada di jajaran Pemkot Tangsel, saya juga menghimbau untuk membeli dan memakai Batik Tangsel karya para pengrajin batik yang berada di lingkungannya sendiri. Jangan sampai yang terjadi justru sangat mengenaskan, mereka malah membeli batik-batik yang ada di pusat-pusat perbelanjaan seperti ke Tanah Abang, Solo dan lainnya. Itu pun yang dibeli adalah batik-batik hasil cetak atau printing. Untuk itulah, saya berharap ada sinergi yang harmonis dan serius antara Pemkot, anggota dewan, dan pengrajin Batik Tangsel. Jangan sampai ada lagi ucapan anggota dewan yang setiap ada event selalu cuma bertanya: “Apa kabar Batik Tangsel?” Lalu, kalau ada event lain terkait pembinaan Usaha Kecil Menengah, mereka hanya datang kepada saya, untuk minta cap dan tandatangan pertanda ada kunjungan ke pengrajin batik, tanpa mereka mau membeli batik-batik menjadi obyek sekaligus subyek atas nama kunjungan kerjanya. Uuuuhhh.., rasanya kesal sekali hati ini menyaksikan kondisi seperti demikian.

Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN tinggal sebentar lagi. Anda sudah siap?

Dengan adanya MEA ini saya justru tidak mau ‘jalan di tempat’. Saya lebih memilih untuk semakin ekspansi ke luar negeri. Baru-baru ini saya pameran batik ke Australia, saya dikirim oleh Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) dan ternyata sambutannya sangat luar biasa. Nah, dari situ saya kembali berpikir, wah kalau pembinaan para pengrajin batik dan upaya mengembangkannya dilakukan secara sungguh-sungguh, pasti akan membawa efek positif yang lebih besar lagi. Selain itu, saya juga sudah lima kali ke China, melakukan pameran Batik Indonesia. Banyak teman-teman saya sesama pengrajin dan pengusaha yang mengingatkan, bahwa kalau berpameran ke China itu sama saja dengan ‘bunuh diri’, karena pasti produk kita akan ditiru atau dijiplak. Tapi saya tidak takut, justru dengan ke China, saya membuka pasar luar negeri. Soal penjiplakan batik, saya percaya, seandainya pun akan sama antara Batik Indonesia dengan tiruan asal China, maka orang akan tetap memilih Batik Indonesia. Percayalah, batik kita itu tidak dapat tergantikan.

o o o O o o o

(Alat untuk membuat Batik Cap dengan motif Ular Naga, biasa dipergunakan untuk pembuatan Batik Benteng atau Batik khas Kabupaten Tangerang. || Foto: Gapey Sandy)

(Alat untuk membuat Batik Cap dengan motif Bunga Anggrek dan flora lainnya, biasa dipergunakan untuk pembuatan Batik Etnik Tangsel. || Foto: Gapey Sandy)

Desain batik hasil karya Nelty sudah banyak dipakai dalam berbagai perhelatan. Sebut saja misalnya:

  • Seragam Batik pada Hari Koperasi, 1 Januari 2007 di Kabupaten Tangerang.
  • Seragam Batik Dharma Karya Provinsi Banten.
  • Seragam Batik Baju Adat Daerah Provinsi Banten pada HUT Provinsi Banten pada Sidang Paripurna DPRD Provinsi Banten, 2010.
  • Seragam Batik Etnik Banten untuk eksekutif dan komisaris PT Krakatau Steel dan semua anak perusahaannya.
  • Seragam Batik untuk tamu VIP dan VIP pada pembukaan dan penutupan Hari Flora dan Fauna Indonesia 2009.
  • Desan khusus Batik untuk Gubernur Banten kepada Gubernur Zhejiang pada kunjungan kerja ke Provinsi Banten, 2010.
  • Seragam Batik untuk tamu undangan VIP dan VVIP pada pembukaan dan penutupan MTQ tingkat Provinsi Banten VII tahun 2010, 2011, dan 2012.
  • Seragam Batik staf dan karyawan RSU Kabupaten Tangerang tahun 2009 dan 2011.
  • Seragam Batik Kesatuan Perempuan Partai Golkar di Pusat dan Derah di seluruh Indonesia.
  • Seragam Batik Guru Diniyah Taklimiyah seluruh Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten.
  • Seragam Batik Kader Posyandu Provinsi Banten.
  • Seragam Batik Walikota dan Wakil Walikota Tangsel pada HUT ke-3 Tangsel, 2011.
  • Seragam Batik Festival Situ Gintung dalam rangka HUT ke-4 Kota Tangsel, 2012
  • Seragam Batik tamu kehormatan Hari Aksara Internasional ke-48 tingkat Provinsi Banten pada 2013, dan masih banyak lagi.

(Dua wanita pekerja tengah membatik motif etnik di rumah produksi Sekar Purnama, milik Nelty. || Foto: Gapey Sandy)

(Seorang pekerja tengah membatik cap motif etnik di rumah produksi Sekar Purnama, milik Nelty. || Foto: Gapey Sandy)

Senang rasanya bisa reportase langsung ke rumah produksi batik etnik milik Nelty. Satu lagi bukti, bahwa Kota Tangsel memiliki aset yang sangat berharga dari sisi industri fashion, tinggal bagaimana Pemkot mengelola 'kekayaan' ini dengan membantu, memberdayakan dan melestarikannya.

 

***

(Foto #1: Nelty Fariza Kusmilianti, pengrajin Batik Etnik asal Kota Tangsel. || Foto: Dokpri. Nelty)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun