Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Inilah Para Srikandi Pelaku UMKM Tangsel [HUT Tangsel ke-7]

26 November 2015   06:11 Diperbarui: 26 November 2015   19:28 950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamis 26 November 2015 ini, Kota Tangerang Selatan merayakan hari ulang tahun ke-7. Perayaan hari jadi dimeriahkan dengan bermacam pergelaran. Mulai dari Jambore Perpustakaan Tangsel, Tangsel Jobs Fair, Pekan Inovasi Pendidikan, UMKM Exhibition, Pameran Pembangunan, Festival Batu Akik dan masih banyak lagi.

Geliat pembangunan Tangsel sepanjang tujuh tahun usianya, tentu tak lepas kaitannya dengan peran UMKM. Tak mungkinlah menafikkan kehadiran UMKM. Percaya atau tidak, mereka inilah sejatinya penggerak roda perekonomian.

Pada 2014 kemarin, data Disperindag Kota Tangsel menunjukkan, terdapat 892 industri kecil, menengah dan besar. Dengan jumlah tenaga kerja yang berhasil terserap sebanyak 7.192 orang. Lima besar industri tersebut adalah: industri makanan dan minuman, pakaian jadi/konveksi/penjahit, kosmetik/obat-obatan/sabun, kayu anyaman bambu/rotan, dan industri kimia. Sebaran lokasi industrinya, secara berurutan paling banyak terdapat di Kecamatan Pondok Aren, Setu, Serpong, Serpong Utara, Ciputat, Pamulang dan Ciputat Timur.

(Jumlah Industri Kecil, Menengah dan Besar Tangsel pada 2014. || Sumber: BPS Kota Tangsel)

(Tabel Indikator Ketenagakerjaan Tangsel. || Sumber: BPS Kota Tangsel)

Melihat fakta serapan tenaga kerja yang lumayan besar pada sektor industri kecil, menengah dan besar ini, membuat keyakinan semakin menebal bahwa, UMKM yang tumbuh dan semakin menjamur di Tangsel menjadi salah satu jawaban mengurangi angka pengangguran. Apalagi, jumlah pengangguran di Tangsel justru naik signifikan! Pada 2013, jumlah pengangguran mencapai 29.602 orang, lalu melesat pada 2014 menjadi 48.823 orang. Waduh ‘rek!

Salah satu pihak yang concern mengelola dan mengembangkan UMKM adalah Koperasi UMKM Mandiri Tangsel, yang usianya baru seumur jagung. Berdiri pada 28 Januari 2013, dengan jumlah anggota pada waktu itu hanya 20 pelaku usaha. “Alhamdulillah, dalam kurun dua tahun, anggota kami sudah mencapai 135 pelaku UMKM,” ujar Ketua Koperasi UMKM Mandiri Tangsel, H Erwin Suryana kepada penulis.

Sejumlah program koperasi yang sudah dijalankan, menurut Erwin, adalah mengikuti berbagai pameran produk UMKM di wilayah lokal, luar daerah bahkan ke luar negeri. “Sedangkan program kerja berikutnya, kita akan coba masuk ke pasar luar negeri, sambil terus melakukan penetrasi di pasar Tangsel dan sekitarnya,” ujar Erwin seraya menambahkan bahwa sudah ada tiga kantor cabang bank bjb (Bank Jabar Banten) di Tangsel, yang bersedia menyiapkan space ruangan sebagai outlet promosi produk para anggota Koperasi UMKM Mandiri Tangsel ini.

(H Erwin Suryana, Ketua Koperasi UMKM Mandiri Tangsel. || Foto: Gapey Sandy)

Mereka, Para Srikandi UMKM Tangsel

Ketika mengunjungi UMKM Exhibition pada 23 - 24 November, yang digelar di Lapangan Smartfren (dekat Ocean Park), BSD City, penulis sempat mewawancarai para pelaku usaha yang menjadi anggota Koperasi UMKM Mandiri Tangsel. Uniknya, sebagian besar dari mereka adalah kaum perempuan, yang menegaskan luapan semangatnya, untuk terus menguatkan eksistensi produk sambil memperluas jaringan dan akses pemasaran.

Mari saya perkenalkan para Srikandi UMKM Tangsel ini satu demi satu. Tapi, eits … jangan salah terka ya, ini bukan iklan. Ini semata demi pemberdayaan para pelaku UMKM itu sendiri. Bahkan, saya juga tidak menuliskan berapa harga jual produk-produk mereka, meskipun saya mengetahuinya.

Perempuan di bawah ini empunya nama panjang Lina Santika Rahmania. Ia pemilik usaha sambal spesial “Hj.Lina”. “Saya sudah memproduksi sambal ini sejak enam tahun lalu. Waktu itu, saya memproduksi sambal karena memang saya punya Restoran Bebek Goreng di Rangkasbitung dan Jakarta. Nah, karena banyak pelanggan saya yang kemudian juga memesan sambalnya, maka saya memberanikan diri untuk mulai memproduksi sambal spesial dalam kemasan botol ini. Jadi boleh dibilang, sambal ini sudah teruji. Saat ini, saya menjadi supplier ke rumah makan yang menyediakan menu bebek untuk wilayah Serpong, tentu dengan menggunakan sambal spesial “Hj.Lina” ini,” jelasnya kepada penulis.

(Lina Santika Rahmania, pemilik usaha sambal spesial “Hj.Lina”. || Foto: Gapey Sandy)

Komposisi sambal spesial buatannya, menurut Lina, tidak neko-neko. Hanya cabe rawit, bawang merah, bawang putih, gula, garam dan rempah-rempah. “Untuk minyaknya, saya pakai yang bagus dan bermerek,” ungkap Lina sembari mengatakan, biasanya dalam setiap dua hari ia memproduksi sambal spesial minimal sebanyak 10 kilogram atau menjadi sekitar 120 kemasan botol dengan berat bersih 175 gram.

Lina mengatakan, ia kini sudah memproduksi sambal spesial dengan empat rasa: Original, Ekstra Pedas, Sambal Bebek, dan Sambal Ikan Tuna. “Untuk Sambal Bebek terdapat komposisi tambahan yaitu suwiran daging bebek. Begitu juga dengan Sambal Ikan Tuna, didalamnya ada suwiran Ikan Tuna. Nah, suwiran-suwiran daging sesuai rasa sambal ini belum ada yang memproduksi, selain saya. Di kemasannya saya tulis, memang ada suwiran daging bebeknya,” bangga warga Serpong ini.

Bergabung dengan Koperasi UMKM Mandiri Tangsel, kata Lina, banyak manfaatnya. “Saya jadi banyak teman, komunitas, link bisnis, dan itu harus dilakukan karena Tangsel adalah wilayah tempat tinggal saya. Harapan saya, koperasi bisa membuat produk kita semakin dikenal publik karena kita punya wadah bersama yaitu koperasi ini,” kata Lina yang sudah tidak mempermasalahkan lagi seandainya pun harga bahan baku yakni cabai, naik menjadi Rp 100.000 per kilogram. “Buat saya sudah tidak jadi masalah. Mau naik atau tidak harga cabai itu, saya harus tetap berproduksi”.

(Inilah sambal spesial “Hj.Lina”. Salah satu produk UMKM Tangsel. || Foto: Gapey Sandy)

Sementara itu, perempuan berikut ini pemilik nama lengkap Siti Rahmawati. Entah kenapa, oleh teman-temannya ia biasa dipanggil Ratih, dan tidak sedikit yang memanggilnya Amoey. Karena bingung mau mencari nama produk, maka ia pasrah saja ketika ada yang mengusulkan nama produk Abon buatannya diberi embel-embel “Amoey”.

“Saya baru serius membuat abon untuk dipasarkan seperti ini sejak dua tahun lalu. Meskipun sebenarnya, saya sudah lama suka membuat abon ikan. Semua gara-gara anak saya yang tidak suka ikan. Padahal, ikan itu penuh gizi, kaya vitamin, protein hewani yang baik untuk tubuh. Nah, suatu ketika, daging ikannya saya buat menjadi abon kering. Ternyata, anak-anak kemudian suka. Begitu juga dengan keluarga, tetangga, teman, dan akhirnya banyak yang memesan,” cerita Ratih yang kerapkali menerima pesanan catering.

(Siti Rahmawati, pelaku UMKM yang memproduksi Abon Ikan Tongkol dan Abon Ikan Lele. || Foto: Gapey Sandy)

Ketika pertama kali bergabung dengan Koperasi UMKM Mandiri Tangsel pada sekitar dua tahun lalu, Ratih mengaku dirinya sama sekali tidak memiliki produk jualan apapun. “Akhirnya saya terpikir untuk membuat abon kering yang memang sudah saya kuasai. Inovasi pun berlangsung, produksi Abon Ikan Tongkol ini kemudian saya kreasikan menjadi tiga rasa, Original, Pedas, dan Manis. Selain itu, saya juga sudah mulai memproduksi Abon Ikan Lele Sangkuriang yang memiliki serat daging lebih keras dibandingkan Ikan Lele biasa,” kata warga Ciputat ini sembari menyebut, untuk ikan Tongkol seberat 3 kilogram setelah diproduksi hanya akan menjadi 500 gram abon. “Hasil jadi abonnya, memang sedikit”.

Ratih mengaku tidak kesulitan memperoleh bahan baku berupa Ikan Tongkol maupun Ikan Lele. “Tiap satu minggu, saya biasa memproduksi sampai sekitar 20 kilogram ikan. Semua dilakukan manual. Saya belum punya karyawan. Paling hanya dibantu suami dan anak-anak,” ungkap Ratih yang berharap ada bantuan dari dinas terkait di Pemkot Tangsel melalui Koperasi UMKM Mandiri Tangsel untuk memberikan bantuan mesin steamer atau pengering minyak.

(Abon Ikan Tongkol yang diproduksi Siti Rahmawati, salah satu produk UMKM Tangsel. || Foto: Gapey Sandy)

Lanjut lagi. Srikandi UMKM berjilbab putih di bawah ini adalah Mariana. Bersama sang suami, ia sudah sekitar tiga tahun melakukan penyaringan, pengemasan dan penjualan Madu Pahit Asli. Madu ini berasal dari lebah liar yang mengonsumsi Bunga Pelawan di wilayah hutan yang ada di Pulau Bangka Belitung (Babel).

“Bunga Pelawan memang terkenal pahit. Nah, pahitnya madu ini mengandung alkaloid yang berfungsi sebagai anti infeksi. Selain itu, dengan minum Madu Pahit Asli, badan akan terasa hangat. Bisa jadi, ini merupakan efek atau reaksi dari pembuluh darah yang melebar dan lancar. Sehingga praktis, madu ini menjadi baik untuk dikonsumsi para penderita masalah pembuluh darah, seperti stroke,” tuturnya.

Rasa pahit madu asli ini, kata Mariana, juga mengindikasikan nilai glukosa yang lebih rendah. “Sehingga madu ini bagus juga diminum oleh para penderita diabetes. “Madu Pahit Asli ini sudah dites oleh Laboratorium Kesehatan Daerah Tangsel, dan hasilnya kadar airnya adalah nol. Artinya, sangat bagus sekalim” jelas warga Jombang, Ciputat ini.

      

(Mariana, pelaku UMKM yang memasarkan Madu Pahit Asli yang penuh khasiat. || Foto: Gapey Sandy)

Mariana mengaku baru tiga minggu bergabung dengan Koperasi UMKM Mandiri Tangsel. “Kalau kita ikut koperasi sering diajak pameran, otomatis produk saya bisa lebih dikenal. Sekaligus kita dapat memperkenalkan produk secara langsung kepada konsumen,” katanya seraya menyebutkan bahwa, saat ini pemesanan Madu Pahit Asli ke Babel kadang bisa mencapai 500 kilogram. “Harga per kilogramnya antara Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu. Pemesanan harus dilakukan sebelum musim panen yang hanya satu kali dalam setahun, yaitu Mei atau Juni”.

Potensi bisnis Madu Pahit Asli, menurutnya lagi, cukup besar. “Di Tangsel misalnya, saya belum menemukan ada pelaku usaha yang memproduksi Madu Pahit Asli. Makanya, peluang usaha di sini cukup besar. Untuk itulah, saya terpacu untuk ikut pameran bersama dengan wadah koperasi ini. Di luar Tangsel, kalau pun ada produk sejenis, maka semua akan kembali kepada bagaimana kiat marketing produknya. Ada juga yang mencampurkan Madu Pahit Asli dengan Propolis dan sebagainya. Sedangkan bagi saya, bisnis ini tidak mau mengambil resiko. Artinya, saya tidak mau mencampurkan ini-itu, cukup madu pahit asli yang murni alias tanpa tambahan apa-apa,” terang Mariana.

(Produk UMKM Tangsel, madu pahit asli yang penuh khasiat untuk menjaga kesehatan. || Foto: Gapey Sandy)

Nah, beralih ke perempuan yang sedang memegang dua plastik Rengginang di bawah ini. Namanya, Verra Rahmi. Ia akrab disapa Vee. Karena itulah, tak aneh kalau di kemasan Rengginang yang dijualnya ada inisial ‘Vee’.

“Awalnya, saya lebih dulu terjun di dunia bisnis fashion. Tapi karena saat ini fashion agak lesu, kemudian saya beralih ke bisnis kuliner. Saya baru dua bulan memproduksi Rengginang ini. Semua berjalan apa adanya karena saya bergabung dengan Koperasi UMKM Mandiri Tangsel ini. Di koperasi, saya bisa belajar cara mengemas produk, memasarkan, menghitung kalkulasi bisnis dan sebagainya. Dari situ saya bertekad untuk mencoba memproduksi Rengginang,” jelas Verra seraya bersyukur bahwa kini sudah mulai banyak yang memesan Rengginang buatannya.

Verra mengatakan, Rengginang yang diproduksinya baru yang rasa terasi. “Tapi nanti, saya mau buat inovasi yang rasa bawang. Kemarin pernah mencoba buat dengan menggunakan bawang merah, ternyata gagal karena warna Rengginang menjadi kehitaman. Makanya, saya mau buat uji coba dengan bawang putih. Saya sudah tanya-tanya ke orang Tangsel sini yang biasa membuat Rengginang rasa bawang,” jelas ibu empat anak yang asli Sumatera Barat dan mulai bermukim di Tangsel sejak 2000.

(Verra Rahmi, pelaku UMKM Tangsel yang memproduksi Rengginang. || Foto: Gapey Sandy)

Baru dua bulan membuat Rengginang, Verra mengaku sudah memproduksi sekitar 50 bungkus. “Memasuki musim hujan seperti saat ini, proses penjemuran ketan setelah dicetak itu yang agak lama, bisa 3 – 4 hari. Padahal di musim kemarau, 2 hari saja penjemurannya sudah cukup. Penjemuran yang baik akan menghasilkan kualitas gorengan Rengginang yang baik pula,” terang Verra.

Verra kini menjabat Koordinator Divisi Usaha di Koperasi UMKM Mandiri Tangsel. Menurutnya, koperasi juga menyediakan sembako bagi anggota. Harga sembako yang dijual jauh lebih murah dibandingkan dengan harga pasaran. “Ini jelas menguntungkan bagi anggota koperasi. Inilah bentuk kebersamaan dan kekeluargaan dengan bergabung di koperasi ini. Setiap anggota koperasi juga memperoleh kartu siolpay, semacam kartu deposit yang berfungsi layaknya e-money. Setiap anggota koperasi belanja, tinggal gesek dan nilai nominal saldonya akan berkurang,” jelas perempuan berusia 42 tahun ini.

(Rengginang yang diproduksi Verra Rahmi. Baru dua bulan berjalan, sudah sanggup memproduksi 50 bungkus. || Foto: Gapey Sandy)

Srikandi UMKM yang mengenakan t-shirt abu-abu ini adalah Handajani, atau biasa disapa Nani. “Makanya, produk Sambal dan Abon dari Ikan Asap Cakalang saya, supaya lebih populer maka diberi nama ‘Nani’s’. Sambal Ikan Cakalang sebenarnya sejak tiga tahun lalu sudah saya buat, cuma hanya untuk kalangan sendiri. Tapi lama kelamaan banyak teman-teman saya yang menyarankan agar saya menjual Sambal Ikan Cakalang. Makanya, saya baru aktif memproduksi dan menjual sambal ini baru sejak satu tahun lalu. Dari situ, mulailah saya memproduksi dan menyeleksi toko yang milik teman-teman saya untuk menitipkan jualan sambal. Karena produk Sambal Ikan Cakalang ini tidak tahan lama, saya hanya menitipkan ke toko milik teman-teman yang kelihatannya cukup ramai pengunjung,” jelas perempuan berusia 44 tahun ini.

Kini, Nani mengaku sudah mulai berani memasarkan produk Sambal Ikan Cakalang ke ritel besar seperti All Fresh, juga menitipkan penjualan ke Rumah Mode di Bandung. “Hal ini dikarenakan saya percaya diri, karena produk Sambal Ikan Cakalang yang saya produksi berbeda dengan produk sejenis lainnya. Memang, seolah ada persepsi ini berasal dari Manado, karena ikon Ikan Cakalangnya. Tapi sebenarnya kalau yang di Manado adalah Cakalang Rica yang tidak terlalu banyak sambalnya, atau Ikan Cakalang yang sekadar diberi sambal. Sementara produk saya justru beda. Karena ini adalah justru sambalnya yang lebih banyak, dan dikombinasikan dengan suwiran daging Ikan Cakalang. Sehingga pasti lebih gurih rasanya,” jelas ibu berputra dua ini.

(Handajani, pemilik UMKM yang memproduksi Sambal Ikan Asap Cakalang dan Abon Ikan Asap Cakalang. || Foto: Gapey Sandy)

Menurut Nani, dalam satu bulan ia sanggup memproduksi sebanyak 500 botol Sambal Ikan Asap Cakalang. Jumlah produksi ini bisa saja bertambah, karena produk ‘Nani’s’ Sambal Cakalang juga sudah masuk ke gerai All Fresh, misalnya. “Meskipun sebenarnya, saya lebih suka pemasaran dengan cara melalui reseller,” kata Nani yang mengaku tidak kesulitan menemukan supplier Ikan Cakalang di Tangsel.

Lantas bagaimana sampai kemudian berinovasi membuat Abon Ikan Cakalang? “Daging Ikan Cakalang itu biasanya terbagi dua, ada yang putih dan merupakan bagian yang bagus untuk diproduksi jadi Sambal Ikan Cakalang. Ada juga daging yang berwarna hitam, biasanya ini karena sudah terkena darah ikan, dan sebenarnya agak kurang baik serta terasa lebih amis. Waktu itu, setelah daging dipilah, saya suka bingung, daging ikan yang berwarna hitam ini akan dibuat apa? Karena, tidak mungkin untuk dipakai produksi. Akhirnya, kadang saya suka kasih saja ke tetangga sekitar,” cerita Nani yang baru bergabung ke Koperasi UMKM Mandiri Tangsel sejak Maret 2015. “Bergabung di koperasi ini, saya lebih fokus pada koneksi usaha”.

Nani melanjutkan, lama-lama muncul ide untuk membuat Abon Ikan Cakalang dari daging ikan yang menghitam itu. “Rasanya memang enak, cuma warnanya saja yang hitam dan tidak menarik. Selain juga, lebih amis. Lalu saya coba membuat Abon Ikan Cakalang dengan menggunakan daging Ikan Cakalang yang putih. Eh, rasanya lebih enak, dan disitulah saya mulai tergerak untuk membuat dan memasarkan abon ini,” tutur Nani yang baru satu bulan memproduksi abon dan masih dalam tahap promosi, sampling dan survei pasar.

(Handajani dalam satu bulan mampu memproduksi 500 botol Sambal Ikan Cakalang. || Foto: Gapey Sandy)

‘Gimana? Seru ya, membaca kisah perjuangan sebagian ‘Srikandi’ pelaku UMKM Tangsel. Mereka semua, sepakat menyampaikan “Selamat HUT ke-7 Tangsel”. Semoga Tangsel mampu mewujudkan mottonya, CMORE, Cerdas Modern Religius. Sekaligus, semakin lebih memperhatikan keberlangsungan usaha para pelaku UMKM yang ada dengan memberikan bantuan sesuai dengan yang diharapkan oleh para pelaku UMKM itu sendiri.

Begitu loch’ harapan mereka, Bu Airin!

o o o O o o o

(Foto #1: Lina S Rahmania, founder Sambal Special ‘Hj.Lina’. || Foto: Gapey Sandy)

 

Baca juga tulisan terkait UMKM di Tangsel sebelumnya:

Beginilah Geliat UKM Tangsel

Semangat Ibu Supiyah Bagai Lentera Usaha Industri Rumahan Warga

Inilah Sentra Kacang Sangrai yang Beromzet Rp 1,9 M per Bulan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun