Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora featured

Cetak Generasi Emas dengan Batasi Kelahiran dan Keluarga Berkualitas

24 Juli 2015   15:06 Diperbarui: 5 Agustus 2016   11:39 2554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tabel Perkembangan Jumlah Penduduk Indonesia. (Sumber: BKKBN)

Pengendalian dan pengelolaan kuantitas penduduk dilakukan melalui pengaturan kehamilan dan kelahiran. Dari aspek ini, dapat dikatakan Indonesia telah cukup berhasil dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui keberhasilan program Keluarga Berencana selama empat dekade terakhir. Tingkat kelahiran turun dari rata-rata 5,6 pada tahun 70-an menjadi 2,6 pada tahun 2012. Dampaknya, laju pertumbuhan penduduk (LPP) turun dari 2,32 pada kurun waktu 1971 – 1980 menjadi 1,49 pada tahun 2010. Tapi, meskipun LPP menurun, jumlah penduduk terus meningkat sebagai dampak dari demographic momentum.

“Akibatnya, saat ini Indonesia dalam masa bahaya, terkait LPP. Karena, sepuluh tahun terakhir ini, upaya kita untuk menurunkan LPP menjadi dibawah 2,6 adalah tidak berhasil. Tetap bertahan di 2,6 sehingga rata-rata orang Indonesia punya anak yang jumlahnya tiga, bahkan lebih. Bukan dua anak. Padahal, kalau anaknya berjumlah tiga orang, berarti kita menyediakan satu paket lagi untuk setiap keluarga Indonesia. Sementara kalau anaknya berjumlah dua, maka itu menjadi ideal. Jadi, saat ini LPP kita sudah dalam tahap krusial. Hanya saja, hal ini sepertinya mengalami kemandekan, sehingga kita perlu mencari cara lain yang harus dilakukan untuk mengerem LPP, selain KB, tapi juga mindset, kesejahteraan, pendidikan menyeluruh dan jaminan kesehatan,” jelas Abidinsyah dalam wawancara eksklusif dengan penulis usai acara.  

Sementara itu, hasil Survei Angkatan Kerja Nasional periode 2004 – 2014 menunjukkan peningkatan proporsi penduduk usia produktif (15 – 64 tahun) dan diikuti dengan penurunan proporsi penduduk usia nonproduktif (0-14 tahun dan 65 tahun keatas) akan menyebabkan penurunan rasio ketergantungan. Diperkirakan, jumlah penduduk usia produktif akan semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang. Dengan catatan, faktor kesehatan dan kualitas SDM mendukung terjadinya hal tersebut.

Indonesia punya Bonus Demografi. Hendaknya dapat dimanfaatkan dan tidak malah berubah menjadi Bencana Demografi. (Sumber: Makalah BKKBN)

Selain itu, jumlah penduduk usia produktif yang bekerja semakin meningkat, tapi masih ada sejumlah penduduk usia produktif yang masih jadi pengangguran. Dengan proyeksi-proyeksi tersebut, Indonesia pada tahun-tahun mendatang dipercaya akan mendapatkan keuntungan dari kondisi Bonus Demografi.

Pada rentang 2020 – 2030, BKKBN memperkirakan, Indonesia akan memiliki jumlah penduduk dengan usia produktif yang harus dimaksimalkan agar dapat mengurangi kebutuhan dari penduduk usia nonproduktif.

Para ahli memperhitungkan, pada 2025, akibat cairnya es di kutub lantaran perubahan iklim (climate change) sebagai rentetan pemanasan global (global warming), maka yang paling menderita adalah negara-negara yang berada di garis khatulistiwa. Alasannya, air laut akan naik. Dampaknya, untuk Indonesia saja, diperkirakan bakal kehilangan sebanyak 2000 pulau akibat tenggelam. Dengan begitu, otomatis batas wilayah Indonesia akan juga hilang, alias menyempit. Sementara, jumlah penduduknya itu sendiri sudah banyak, maka makin sesaklah hidup di Indonesia.

“Karena itu, kesadaran bersama perlu tumbuh dari seluruh rakyat Indonesia bahwa, cita-cita setiap kita akan dapat terwujud ketika kita mulai dari yang kecil. Melangkah, kalau rasanya sudah memungkinkan maka ayo kita tambah tanggung-jawab kita. Bentuknya apa? Bisa berupa menambah biaya untuk anak, atau bisa juga menambah anak tetapi biaya tidak bertambah. Nah, lalu melangkah lagi. Hitung lagi, apakah uang yang kita miliki sudah bisa untuk dibagi kepada tiga anak, atau tidak? Kalau uang yang dimiliki dipaksa untuk dibagi tiga, bisa jadi yang dua anak akan bernasib tidak dapat melanjutkan sekolah, maka kalau begitu, pilihannya adalah cukup memiliki dua anak saja, tapi dengan catatan semuanya bisa menjadi orang-orang yang berhasil dan sukses. Inilah yang namanya tanggung-jawab,” tutur Abidinsyah yang mengawali karir sebagai Dokter Puskesmas di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara ini.

Tabel Tantangan Pembangunan Keluarga Masa Mendatang. (Sumber: Makalah BKKBN)

Ia mengingatkan, betapa beratnya kewajiban orangtua terhadap anak-anaknya. “Tanggung-jawab orangtua tidak hanya melahirkan anak, tapi juga memastikan bahwa mereka akan menjadi anak-anak yang sakinah mawaddah warahmah, yang dengan doa dari anak-anak kita yang saleh dan salehah ini, maka nantinya insya Allah kita akan sampai ke surga. Sementara dengan doa kita saja, kita ini belum tentu bisa masuk surga,” terangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun