Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menjajal layanan Bus Kota Terintegrasi Busway. (Foto: Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha)
KELIMA, tentu saja moda angkutan TransJakarta-nya itu sendiri. Terlepas dari sorotan mengenai kualitas bus dan lainnya, kini PT TransJakarta semakin melebarkan sayap, dengan keberhasilannya mengajak Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja) bergabung. Armada bus berukuran sedang ini kemudian melakukan perubahan secara fisik, seperti melengkapi AC, pintu otomatis lengkap dengan sensor sehingga tidak akan ada penumpang terjepit, dan bentuk dek untuk naik dan turun penumpang yang tinggi, seperti pada bus TransJakarta.
Sukses mengajak Kopaja bergabung, Ahok menyatakan secara terbuka, untuk mengajak MetroMini turut bergabung seperti langkah Kopaja. “MetroMini saya lagi tawarin nih. Mau pindah ‘partai’ apa enggak?” tukasnya belum lama ini.
KEENAM, tak tanggung-tanggung, Ahok juga berusaha merangkul layanan transportasi ojek sepeda motor, Go-Jek. Ya, armada ojek motor berseragam hijau dan hitam ini, kehadirannya memang fenomenal. Media massa termasuk media sosial ramai dengan puja-puji terhadap layanan inovasi socialpreneur yang didirikan pengusaha muda, Nadiem Makarim.
Menurut Wardah Fajri, salah seorang staf admin kompasiana.com, dirinya beruntung bila menggunakan jasa Go-Jek. Ada selisih uang transport yang bisa dialihkan untuk berbagai kebutuhan, apalagi semasa pemberlakuan tarif promo.
“Sebagai gambaran, saya biasanya pakai jasa ojek atau Gojek harga normal, dari rumah di kawasan Cipadu Raya ke Palmerah Jakarta Barat, dikenakan biaya Rp 30.000 - 45.000. Dengan Promo Ceban Gojek saya hanya bayar Rp 10.000. Buat ibu bekerja yang mengurus rumah tangga, penghematan ini sangat berarti. Saya bisa menggunakan selisih uang dari biaya ojek untuk makan dua kali di kantor. Lalu uang makan bisa disimpan untuk beli diapers, susu, kebutuhan lainnya. Menyenangkan bukan? Jujur, hati saya sangat senang. Biasanya saya lebih memilih naik taksi ketimbang ojek karena biayanya tak jauh beda, lebih mahal taksi tapi lebih nyaman dengan selisih biaya Rp 10.000- 20.000. Soal macet dan waktu tempuh yang lebih lama, ya sudahlah risiko berkendara di Jakarta. Tapi dengan Promo Ceban Gojek, saya dibikin senang bukan kepalang,” urainya dalam sebuah tulisan opini di Kompasiana, blog sosial milik kelompok Kompas Gramedia.
Sementara itu, Iskandar Zulkarnaen yang juga admin Kompasiana mengakui keandalan layanan Go-Jek. “Bagaimana tidak. Go-Jek memberikan layanan nyaris sempurna: Penumpang bisa mendapatkan tukang ojek dengan cepat dan pasti. Harganya pas dan bersaing dengan ojek konvensional. Tukang ojeknya pun ramah dan wangi. Penumpang juga tidak perlu memikirkan perlengkapan helm, masker, penutup kepala ataupun jas hujan,” ungkapnya dalam tulisan berjudul Menebak Masa Depan Go-Jek.
Berdasarkan informasi yang diserap Mas Isjet, begitu ia akrab disapa, hingga awal Juni 2015, Go-Jek sudah memiliki 10 ribu armada di Jakarta, Bali, Bandung dan Surabaya. Ini berarti sebuah pertumbuhan yang pesat, dari hanya 1.000 armada di tahun 2014, lalu naik jadi 3.000 per April 2015. Kehadirannya di kota-kota besar lain pun tinggal menunggu waktu, demi melihat pesatnya pengguna Go-Jek yang jumlah pengunggah aplikasi Go-Jek sudah mencapai 100 ribu orang.
Terlepas masih adanya aroma persaingan dengan ojek konvensional di lapangan, namun, mencermati pendapat sebagian masyarakat yang mengaku memperoleh berkah lantaran kehadiran Go-Jek, maka tak ada alasan lagi bagi Ahok, untuk menolak rumusan kerjasama sistem transportasi yang integratif, antara Go-Jek dengan PT TransJakarta. Malah, Go-Jek digadang-gadang bakal menjadi feeder (pengumpan) bagi TransJakarta. “Iya, kita minta supaya Go-Jek jadi salah satu feeder, kita ingin yang naik Go-Jek bisa baca. Kita ingin bisa kelihatan, bus TransJakarta sampai jam berapa, jadi kita bisa hitung,” ujar Ahok.
Bila draft Nota Kesepahaman (MoU) dengan Go-Jek disetujui, maka nantinya akan ada aplikasi Go-Busway pada aplikasi Go-Jek.