Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Money

Momentum Indonesia Mandiri dengan Minerba Olahan

23 Juni 2015   22:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Silang sengkarut ekspor bauksit dan pendirian smelter (fasilitas pengolahan dan pemurnian ) alumina terjadi. Kegaduhan ini berbuah pahit, ekspor mandeg, pembangunan smelter stop. Izin Usaha Pertambangan (IUP) bauksit saying goodbye karena memang tidak diperbolehkan lagi. Akibatnya mudah ditebak. Pengusaha pertambangan meradang. Sekitar 40 ribu pekerja kehilangan mata pencaharian. Potensi devisa negara yang sudah di depan mata sebesar Rp 17,60 triliun per tahun ikut raib. Belum lagi, penerimaan pajak negara yang ditaksir bisa mencapai Rp Rp 4,09 triliun juga lenyap. Penerimaan negara bukan pajak senilai Rp 595 miliar, juga gagal masuk kantong pemerintah.

Pendek kata, semua buntung. Ya pengusaha, masyarakat, termasuk negara.

Bagi yang bertanya mengapa semua bisa terjadi? Semua ini merupakan dampak atas penerbitan Permen ESDM No.1/2014 tanggal 12 Januari 2014 tentang Kriteria Peningkatan Nilai Tambah Mineral. Selain itu, Pemerintah juga mengeluarkan PP No.1/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Pertambangan Mineral. Kedua peraturan ini merupakan turunan---sekaligus untuk mendukung pelaksanaan---dari produk hukum UU Minerba No.4/2009 yang mulai berlaku sejak 12 Januari 2014.

PP No.1/2014 berfungsi mengatur kegiatan usaha pertambangan melalui pengolahan dan dapat diekspor. Sedangkan Permen ESDM No.1/2014 menegaskan larangan ekspor bijih mineral kecuali sudah memenuhi jumlah (tertentu) batasan minimum konsentratnya.

Sebelumnya, telah diterbitkan juga Permen ESDM No.7/2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral. Mengapa?

Menurut siaran pers Kementerian ESDM tertanggal 4 Mei 2012, Permen ESDM diterbitkan karena dalam tiga tahun terakhir setelah UU No. 4/2009 diluncurkan, telah terjadi peningkatan ekspor bijih mineral secara besar-besaran, seperti ekspor bijih nikel meningkat sebesar 800%, bijih besi meningkat 700%, dan bijih bauksit meningkat 500%.

Oleh karena itu, guna menjamin ketersediaan bahan baku untuk pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri dan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan, maka mutlak diperlukan adanya pengendalian ekspor bijih mineral.

Kala itu pemerintah menilai, sejak diterbitkannya UU No 4 tahun 2009, belum tercermin suatu rencana yang komprehensif dari pemegang IUP Mineral untuk melaksanakan undang-undang dimaksud, khususnya dalam pembangunan fasilitas smelter, dan/atau bentuk kerja sama pengolahan serta pemurnian mineral di dalam negeri.

Ya, inilah dalih Pemerintah. Kilah bahwa pelarangan ekspor bijih besi mineral yang belum memenuhi standar konsentrat memang sengaja diberlakukan, demi menaikkan nilai tambah mineral. Sesuai ruh UU Minerba No.4/2009. Sementara di sisi lain, justru menggegerkan industri pertambangan.

Sebenarnya, tidak cuma dalam negeri saja yang heboh. Dunia internasional pun merasakan imbasnya. Mereka, terutama China, Jepang dan Amerika Serikat, menyatakan tidak suka dengan pelarangan ekspor mineral mentah, termasuk bauksit. Maklum, industri dalam negeri kedua negara ini memiliki ketergantungan yang sangat tinggi dari ekspor bijih mineral mentah Indonesia. Seperti kita tahu, bauksit merupakan bahan baku aluminium. Tambang bauksit banyak terdapat di Pulau Bintan (Riau), Singkawang (Kalimantan Barat), dan Kalimantan Tengah. Bisa dipahami, mengapa ketiga negara pengimpor tadi mencak-mencak akibat Indonesia melarang ekspor bauksit.

Khusus untuk China, begini gambaran yang disampaikan Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA). Sepanjang 2011 lalu misalnya, Indonesia telah mengekspor 33 juta ton metrik bijih nikel, dan 40 juta ton bauksit. Dari jumlah ini, sebanyak 80% ekspor nikel, dan 53% bauksit dikapalkan menuju China.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun