Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Money

Momentum Indonesia Mandiri dengan Minerba Olahan

23 Juni 2015   22:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandangan Faisal Basri mengenai pertambangan juga dapat disimak melalui tulisan pada blog pribadinya: Sesat Pikir Tambang: Sedemikian Bodohkah Kita?

(Bauksit, bahan baku aluminium. Foto: oregonstate.edu)

Dalam seminar yang banyak diliput kalangan blogger dan media ini, turut berbicara Ir Simon f Sembiring selaku mantan Dirjen Minerba yang kini menjadi pengamat pertambangan Minerba. Diantara pernyataannya, Simon menyayangkan kebijakan Pemerintah yang terbilang lunak apabila menghadapi perusahaan pertambangan asing, terbukti dengan mereka masih diberi kompensasi untuk melanjutkan ekspor mineral, sembari berharap dapat membangun smelter.

“Sementara perusahaan pertambangan dalam negeri yang justru sedang membangun smelter malah tidak diperhatikan. Sebut saja misalnya, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery milik Harita Group di Ketapang, Kalimantan Barat. Padahal, pembangunan smelter mereka sudah mencapai lebih dari 40%, tapi sayangnya harus terhenti karena tidak adanya pendapatan dari hasil eksplorasi dan penjualan bauksit. Bandingkan hal ini dengan perusahaan asing seperti PT Newmont dan PT Freeport, yang masih berencana membangun smelter, dan bahkan belum melakukan uji kelayakan, tapi sudah diberi relaksasi ekspor bahan mentah sementara sambil membangun smelter,” urai Simon.

Sementara itu, karena namanya turut disangkut-pautkan, Hatta Radjasa kontan membantah sinyalemen negatif yang diprasangkakan Faisal Basri. Ia menyatakan, ketentuan pelarangan ekspor barang mentah yang efektif berlaku sejak awal Januari 2014, murni pelaksanaan dari amanat UU No.4/2009. “Jadi tidak benar karena Rusia. Kita tidak bisa diatur, dan didikte oleh siapapun,” tegas Hatta yang juga membantah telah melakukan intervensi untuk mengubah substansi rancangan PP No.1/2014 yang kemudian menjadi payung hukum pelarangan ekspor mineral.

Bagaimana dari sisi pengusaha?

Ini lebih ‘lucu’ lagi. Ibaratnya, para pengusaha bauksit ini sudah jatuh, masih juga tertimpa tangga. Gimana enggak? Lha wong aktivitas ekspor saja sudah dilarang, tapi praktiknya di lapangan, mereka masih saja merasakan ketidakadilan karena tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atas tanah yang ditambang serta land rent, masih tetap diberlakukan. Hal ini disuarakan Erry Sofyan yang merupakan perwakilan pengusaha bauksit.

Meski demikian, Erry mengakui, pajak yang ditagih pemerintah tak sebesar ketika perusahaan masih diperbolehkan melakukan ekspor. Tapi, alangkah baiknya, jika Pemerintah mempertimbangkan hal tersebut. “Ya, kan sudah enggak beroperasi, tapi cicilan pajak tetap ditagih juga,” herannya.

Tatap Masa Depan dengan Galian Minerba

Silang sengkarut industri Minerba, khususnya bauksit, akhirnya membelalakkan mata banyak pihak untuk mulai berpikir, bagaimana mengelola industri pertambangan Minerba ini sehingga menjadi berdayaguna untuk tanah air tercinta.

Sejumlah harapan kemudian mulai dapat membangkitkan optimisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun