Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Money

Momentum Indonesia Mandiri dengan Minerba Olahan

23 Juni 2015   22:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Turmudi S selaku Executive General Manager PT TMMIN, Indonesia sebenarnya bisa mengembangkan industri otomotif seperti yang dilakukan produsen otomotif terkemuka di dunia Toyota Motor Corporation (TMC). Alasannya? Bahan baku pembuatan komponen dan kendaraan bermotor sangat berlimpah di dalam negeri. Hal ini jelas sangat mendukung industri strategis seperti otomotif ini. “Jepang yang sempat terpukul pada Perang Dunia II, mampu bangkit dengan cepat dari keterpurukan bangsanya. Begitu juga dengan industri otomotif mereka, termasuk Toyota itu. Nah, Indonesia mustinya bisa melakukan hal yang sama seperti dilakukan oleh Jepang itu,” ujarnya. (Baca: Menimba Ilmu ‘Monozukuri’, Melihat Langsung ‘Toyota Way)

Adapun sejumlah komponen kendaraan dan bahan bakunya (Nandang Sudrajat, hal.12), dapat dijabarkan sebagai berikut:

  • Jenis Komponen (JK): Sasis dan rangka kendaraan, yaitu berbagai jenis baja berbentuk batangan dan bulat. Bahan Baku (BB): berasal dari Baja tahan karat, dengan bahan baku dasar adalah logam besi (Fe), logam nikel (Ni), Aluminium (Al). Dan, Keterdapatan di Alam (KA): berupa bijih besi, bijih nikel laterit, dan BAUKSIT.
  • JK: Body kendaraan. BB: bahan baku baja lembaran tahan karat. KA: berupa bijih besi, bijih nikel laterit, dan BAUKSIT.
  • JK: Komponen busi. BB: isolator bersuhu tinggi. KA: Kaolin, Feldspar, Ball Clay, dan berbagai jenis logam.
  • JK: Kaca kendaraan. BB: bahan kaca tembus pandang. KA: silika berkualitas tinggi.
  • JK: Lampu kendaraan. BB: kawat dan kaca. KA: silika, wallfram, tembaga, krom.
  • JK: Shell accu. BB: lempengan timah hitam (Pb) dan antimony (Sb). KA: Galena (PbS), Logam antimony.
  • JK: Cat mobil. BB: berbagai jenis cat. KA: Oker dan Kaolin.
  • Jenis Komponen: Ban dan seal karet. Bahan Baku: karet jadi. Keterdapatan di Alam: perkebunan karet tumbuh subur di Indonesia.

(Komponen mesin mobil Toyota yaitu Cylinder Head yang dibuat di Toyota Sunter 1 Plant, Jakarta Utara. Foto: Kompasiana/Santo)

KETIGA, sambil berjalan membangun industri Minerba, utamanya bauksit, Pemerintah dapat melakukan perbaikan terhadap segala ketentuan, payung hukum, dan bantuan terhadap para pemain di industri ini. Semua dilaksanakan secara transparan, dimana kebijakannya ditentukan secara bersama, demi menghindari pat gulipat, tekanan maupun pengaruh pihak asing yang hanya ingin mencaplok keuntungan misalnya dengan melakukan kolusi tingkat tinggi.

Hal-hal yang perlu dibenahi sambil jalan adalah penetapan kandungan konsentrat yang menjadi acuan minimum, dan yang juga penting adalah, menjabarkan pengolahan bahan mentah bijih mineral untuk menjadi bahan galian bernilai tambah itu. Pendek kata, jangan sampai ada multi-tafsir dalam penetapan kebijakannya. Apalagi, ketimpangan perlakukan, misalnya ya kemudahan izin atau melakukan relaksasi kepada perusahaan asing, sementara perusahaan anak-anak bangsa sendiri seolah jadi ‘anak tiri’.

Kalau kemudian Pemerintah mulai melunak dengan memberi izin pembukaan keran ekspor bauksit, asal perusahaan yang bersangkutan mengajukan proposal rencana pendirian smelter, tentu harus dibentuk tim verifikasi yang kuat atas (kebenaran) pembangunan smelter-nya itu sendiri.

Lho, kenapa?

Seperti diungkapkan Nandang Sudrajat, dalam implementasinya, ternyata proposal pembangunan smelter ada yang tidak lebih dari sekadar formalitas belaka, dengan berbagai bumbu dan aroma KKN. Berdasarkan pengamatan di lapangan, minimal ada dua penyelewengan yang sifatnya mendasar dalam melaksanakan implementasi Permen No.7/2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Bahan Galian di Indonesia.

  1. Proposal smelter bodong atau abal-abal. Alias benar-benar hanya sekadar proposal, dan bukan rencana pembangunan pabrik, sebab tujuan utamanya adalah bagaimana memperoleh legalitas berupa resgister Ekspor Terdaftar (ET) dan Surat Pengenal Ekspor (SPE) sehingga masih tetap dapat melakukan ‘curi-curi’ ekspor bahan mentah mineral ke berbagai negara tujuan.
  2. Program hilirisasi telah mengalami pergeseran dari maksud dan tujuannya, sehingga tidak heran kalau kemudian dokumen ET dan SPE menjadi ajang KKN dan gratifikasi, karena untuk memperoleh kuota ekspor raw material bahan tambang tertentu, peminat harus merogoh kocek hingga ratusan juta hingga miliaran rupiah untuk satu jenis komoditas mineral. Wowwwww … ‘Apel Malang’ yang banyak sekali nilainya.

Beruntung, Pemerintah sudah punya standar penerapan. Seperti disampaikan Ketua Tim Pengembangan dan Percepatan Pembangunan Smelter Nasional, Kementerian ESDM, Said Didu, perusahaan yang diizinkan ekspor bauksit khusus perusahaan yang sedang membangun smelter. “Perusahaan yang bangun smelter juga harus yang benar-benar serius, bukan perusahaan abal-abal yang hanya modal kertas proposal,” ujarnya.

Ia mengatakan lagi, dasar perusahaan yang serius membangun smelter bauksit ini adalah telah memiliki 30% dana dari perusahaan sendiri untuk pembangunan smelternya. “Biasanya dalam pembangunan smelter dananya 30% dari perusahaan, sisanya 70% dari pinjam dari bank,” kata Said.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun