Memang, seperti dimuat Kontan, e-Toll Card milik Bank Mandiri misalnya, mampu memangkas antrian di pintu tol menjadi lebih lancar. Tak berlebihan bila David Wijayanto selaku Sekretaris Perusahaan PT Jasa Marga Tbk mengklaim, e-Toll Card mempersingkat waktu transaksi pembayaran tol, dari 8 detik – 10 detik per kendaraan, menjadi hanya 2 detik – 3 detik per kendaraan. Amazing!
Terkait transaksi pembayaran non-tunai yang diselenggarakan PT Jasa Marga Tbk, sebenarnya layanan ini boleh dibilang merupakan pionirnya. Operator jalan tol ini menyediakan GTO yang bisa diakses dengan e-Toll Card keluaran Bank Mandiri sejak tahun 2009. Kerjasama keduanya akan terus berlangsung hingga tahun 2018. Hitung punya hitung, ada 3,7 juta kendaraan yang melakukan transaksi di tol Jasa Marga. Tapi, yang bertransaksi dengan e-Toll Card baru sekitar 10 persennya saja. Meskipun, pada beberapa pintu tol yang memiliki akses langsung dengan kawasan perumahan elite seperti di Pantai Indah Kapuk, Pondok Ranji, dan Bintaro, prosentasenya sudah mencapai 20 persen dari total transaksi.
Sebelum sampai rumah, teringat harus beli shampoo, sabun mandi cair, sabun cuci, pelembut dan pewangi baju (setrika), karbol wangi untuk mengepel lantai, obat nyamuk semprot, tisu gulung kamar mandi, selai roti untuk sarapan pagi dan lainnya. Pokoknya, separuh dari belanja bulanan, heheheee …. Transaksi saya bayar tanpa sepeser pun uang cash. Semuanya non-tunai, setelah terlebih dahulu memperlihatkan kartu anggota swalayan. Lumayan, belanja sebegitu banyak jenis, poin belanja saya peroleh secara otomatis. Tinggal sodorkan kartu kredit, gesek, swipe … tekan nomor pin dan, selesai! Ya, meskipun kewajiban penggunaan pin untuk kartu kredit diundur menjadi tahun 2020, namun credit card saya sudah “terpagari dengan aman” menggunakan enam digit nomor pin, tidak lagi sekadar membubuhkan tanda-tangan.
Sampai di rumah, terbaca sebuah pesan pendek di gawai. Sang pengirim pesan menulis, honor penulisan untuk penerbitan buletin sebuah perpustakaan telah terkirim ke nomor rekening saya. “Silakan cek ya Pak,” tertulis pada ujung pesan. Ahhaaaa … lagi-lagi non-tunai pikir saya sembari menyeringaikan senyum. Setelah melakukan pengecekan melalui aplikasi e-banking melalui gawai, ternyata dana transfer itu memang sudah (berhasil) masuk.
Selanjutnya, bukan bermaksud riya atau sejenisnya. Tapi, tak ada salahnya bukan apabila saya menyisihkan sebagian rezeki yang sudah diperoleh, kepada yang berhak menerimanya. Kembali, saya melakukan transaksi non-tunai untuk men-transfer dana ke rekening penerima infaq yang dituju. “Semoga bermanfaat”, begitu inti tulisan pendek saya pada isian ‘Kolom Berita’.
Penggunaan gawai yang sangat memudahkan untuk bertransaksi secara non-tunai (dan online) memang sudah bukan hal baru bagi saya. Dan ternyata memang, seperti dimuat Kompas edisi 13 Oktober 2014 yang memuat survei Nielsen, Indonesia menempati posisi pamuncak secara global sebagai negara yang masyarakatnya paling sering mempergunakan gawai atau telepon seluler untuk berbelanja online. Wow, hebat ya! Indonesia tidak sendiri, karena kemudian ada juga negara-negara lain seperti Filipina, Vietnam dan Thailand.
Oh ya, untuk kegiatan yang paling sering dilakukan masyarakat Indonesia berhubungan dengan belanja online ini adalah traveling, dimana separuh dari konsumen berencana membeli tiket pesawat secara online (55%), memesan kamar hotel dan biro perjalanan (46%). Sementara empat dari sepuluh konsumen atau 40%, berencana untuk membeli buku elektronik atau e-book, sedangkan nyaris mendekati angka sama (37%) hendak membeli pakaian, sepatu dan aksesoris via online, sedangkan 34% lagi bersiap membeli tiket untuk pergelaran sebuah acara secara online.