Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Edy Fajar, Kuliah Sambil Mengolah Sampah

29 Mei 2015   17:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:28 3664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_421234" align="aligncenter" width="576" caption="Para mahasiswa dari University of Antwerp, Belgia, tengah mepraktikkan pembuatan berbagai kerajinan tangan dari pemanfaatan sampah plastik. (Foto: Dok. Ebi Bag)"]

14328942321088137319
14328942321088137319
[/caption]

[caption id="attachment_421235" align="aligncenter" width="576" caption="Kunjungan dalam rangka Summer School para mahasiswa dari University of Antwerp, Belgia, dengan tema Energy from Organic Waste di EBI, Kedaung, Pamulang, Kota Tangsel, pada Februari 2015. (Foto: Dok. Ebi Bag)"]

143289428889762787
143289428889762787
[/caption]

Bersama EBI, Edy merasa bersyukur bahwa kaum ibu dapat bersatu dalam karya dan kreativitas. Hingga pada Februari 2015 kemarin, tanpa disangka-sangka, kaum ibu yang menjadi binaan EBI mendapat kunjungan kehormatan yang sangat membanggakan. “Kami kedatangan tamu mahasiswa-mahasiswa dan dosen dari University of Antwerp, Belgia. Berbarengan dengan itu, hadir juga rombongan mahasiswa UIN yang ada di beberapa kota, seperti Riau, Malang, Bandung dan Jakarta. Tema kunjungan ini adalah “Energy from Organic Waste Summer School”Gara-gara kehadiran para tamu spesial termasuk dari mancanegara ini, kaum ibu semakin bangga, antusias dan bahagia terlibat dalam kekaryaan bersama EBI,” jelasnya.

Dari sisi produk, Edy mengakui, “EBI Bag” bukanlah suatu inovasi baru yang memanfaatkan sampah plastik menjadi aneka dompet maupun tas. “Ini bukan produk baru. Di beberapa daerah, produk seperti ini juga sudah dibuat dan bermunculan. Meski demikian, kami tidak putus asa. Justru pada setiap wilayah yang memiliki kesamaan produk kreatif berbahan baku sampah plastik ini, maka EBI selalu melakukan ‘ATM’ alias Amati Tiru Modifikasi. Dengan ‘ATM’ ini, EBI selalu berusaha mencari hal-hal baru yang dapat dikedepankan selain dari sisi produknya itu sendiri. Misalnya, terkait dengan value atau nilai yang ditawarkan dari “EBI Bag”, mulai dari nilai edukasi, pemberdayaan masyarakat dan nilai sosial lainnya,” tutur Edy.

Lantas, dari mana saja bahan baku sampah plastik diperoleh?

Salah satu kesulitan dalam pembuatan dompet atau tas dari bungkus sachet bekas minuman adalah kesamaan jenis dari sampah plastik atau bahan mentahnya itu sendiri. Untuk membuat dompet, tentu akan kurang menarik, bila sampah sachet yang dimanfaatkan saling berbeda-beda warna maupun jenisnya. Karena itu, EBI memiliki kiat khusus dalam rangka mengumpulkan sampah plastik. Caranya, dengan langsung mengumpulkan dari para pedagang minuman tersebut. Tapi, pada awalnya, EBI melakukan sendiri pemilahan dan pemilihan sampah langsung dari warga masyarakat.

[caption id="attachment_421239" align="aligncenter" width="576" caption="Salah seorang juri pada ASEAN Leaderpreneur Conference 2015, Anna Karina Jardin selaku the president and founder of Artistikong Kabataan yang berbasis di Manila, Filipina, kagum dengan produk EBI Bag. (Foto: Dok. Edy Fajar Prasetyo)"]

1432894657614591908
1432894657614591908
[/caption]

“Awal mula EBI memperoleh bahan baku sampah plastik adalah langsung mengambilnya dari warga masyarakat. Tak hanya mengambil sampah plastik begitu saja, EBI waktu itu juga memberi apresiasi kepada para warga masyarakat yang memilah dan memilih sampahnya. Bentuk apresiasinya, kami beli sampah pilahan itu sebesar Rp 10 per sachet sampah minuman. Kemudian dipilah dan dipilih, mana yang bisa dimanfaatkan untuk membuat kerajinan tangan. Selain dari warga masyarakat, sampah plastik juga dikumpulkan dari lingkungan sekitar,” ujar Edy sembari menambahkan bahwa untuk pembuatan dompet dibutuhkan 60 – 80 sachet minuman bekas minuman. “Sedangkan untuk membuat tas, kebutuhannya bisa sampai 250 sachet bekas”.

Berdasarkan kesulitan memperoleh sampah sachet bekas minuman yang warna dan coraknya sama, maka Edy bersama relawan EBI---yang biasa dipanggil dengan sebutan ranger---, berusaha untuk mempeluas wilayah pencarian sampah plastik, berikut kerjasama dengan komunitas lain yang memiliki ketertarikan bidang sejenis. “Bantuan bahan baku sampah plastik yang berupa sachet bekas minuman ini pernah diberikan oleh Dompet Dhuafa Republika, yang juga memiliki aktivitas pengolahan sampah, tapi tidak mengkhususkan pada pengolahan sampah plastik. Akhirnya, kami sempat mendapat sampah-sampah plastik dari mereka, gratis. Selain itu, EBI juga mengumpulkan sampah plastik sachet bekas dari para pedagang yang biasa mangkal di samping Kampus UIN, Ciputat. Kepada mereka ini, kita lakukan pola jemput langsung sampah-sampah bekas sachet minuman itu, untuk kemudian kita pilah dan olah,” jelasnya tanpa sungkan.

Sudah tentu, sesuai permintaan pasar, maka jenis-jenis produk semakin diupayakan variasinya. Sejauh ini, “EBI Bag” memang masih terdiri dari produk-produk seperti tas, dompet, soft case, bando, gantungan kunci, pin, dan souvenir lainnya. Tapi, jangan dikira berbagai inovasi tidak dicoba atau dikembangkan. Misalnya dompet, yang meskipun secara produk sudah bagus, tapi akan semakin berkualitas lagi apabila di dalamnya diberi puringatau lapisan yang berbahan tipis. Kesulitannya, untuk menambahkan puring masih diserahkan pengerjaannya ke tukang jahit. Akibatnya, butuh cost jahit lagi. Selain itu, proses pengerjaan di tukang jahitnya pun tidak bisa diburu-buru. “Karena itu, ke depan kami tengah mengajukan bantuan mesin jahit kepada pihak donatur, selain mengumpulkan uang sedikit demi sedikit. Mesin jahit ini pasti akan sangat bermanfaat, karena ibu-ibu bisa belajar menjahit, sekaligus menambah kapasitas produksi berbagai kerajinan tangan buatannya,” ujar Edy penuh harap.

[caption id="attachment_421240" align="aligncenter" width="378" caption="Dua tas produk EBI yang dikerjakan oleh kaum ibu di Kedaung dan Jombang, Kota Tangsel. Menggunakan bahan baku sampah sachet minuman. (Foto: Dok. Ebi Bag)"]

143289486669097338
143289486669097338
[/caption]

Dari sisi teknis, tambah Edy, anyaman sampah bekas kemasan plastik yang tidak disempurnakan dengan penjahitan, akan terlihat tampil apa adanya. Artinya, ada kesan limbah sampah yang terlalu kuat dan menonjol. Akibatnya, malah membuat kualitas produk menjadi agak rendah, sehingga potensi pemasaran menjadi kurang laju. “Beda kalau anyamansachet bekas ini disempurnakan dengan penjahitan, maka desain dan motifnya akan lebih indah juga menarik. Malah, kesan dari sampah sachet bekas pun juga bisa diminimalisir,” terangnya sambil menegaskan rencana ke depan EBI yang akan coba membuat kemasan untuk “EBI Bag”.

Dengan kemasan yang baik, kata Edy, pasar mancanegara semoga saja dapat direngkuh. Apalagi, pasar di sana lebih baik bila dibandingkan dengan pasar dalam negeri. Dalam artian, penerimaan pasar mancanegara lebih menaruh respek terhadap misi sosial yang diusung “EBI Bag” daripada hanya melihatnya dari sisi manfaat produk. “Tapi, bukan berarti kami tidak mengapresiasi respon dari warga masayarakat kita sendiri. Terbukti, dalam beberapa kali pameran, respon dari masyarakat lokal juga besar, dan kami hargai itu,” tuturnya.

Raih Juara di Malaysia

Kiprah EBI bersama produk “EBI Bag” semakin memperoleh pengakuan. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan EBI meraih juara ketiga dalam ajang ASEAN Leaderpreneur Conference 2015, yang diselenggarakan 7 – 10 Mei, di Kuala Lumpur, Malaysia. Pada ajang bergengsi yang mengangkat tema ‘Become a Part of Global Netizen’ ini, EBI menempati posisi tiga terbaik untuk kategori Social. Salah seorang juri kala itu adalah Anna Karina Jardinselaku the president and founder of Artistikong Kabataan yang berbasis di Manila, Filipina. “Waktu itu, Anna sampai terkagum-kagum dengan tas anyaman dari sachet bekas minuman. Bahkan berharap dapat melakukan kerjasama yang meskipun bermisi sosial tapi tetap saling menguntungkan dengan EBI,” jelas Edy.

[caption id="attachment_421236" align="aligncenter" width="576" caption="Sertifikat juara ketiga ASEAN Leaderpreneur Conference 2015 di Malaysia. (Foto: Dok. Ebi Bag)"]

143289436166509707
143289436166509707
[/caption]

[caption id="attachment_421237" align="aligncenter" width="576" caption="Edy Fajar Prasetyo ketika menyampaikan presentasi pada ajang ASEAN Leaderpreneur Conference 2015 di Malaysia. (Foto: Dok. Ebi Bag)"]

14328943991967176413
14328943991967176413
[/caption]

Meraih juara ketiga di ajang sekelas ASEAN Leaderpreneur Conference semakin menyadarkan EBI sekaligus menjadi stimulus, untuk melakukan pengembangan usaha dan produk secara lebih matang lagi. Karena, dengan kemenangan ini, sekaligus mampu membuktikan bahwa perhatian terhadap produk “EBI Bag” yang berwawasan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat, ternyata lebih dari sekadar mendapat perhatian publik.

Ya, usia EBI memang baru dua tahun. Masih panjang perjalanan untuk semakin banyak membuat perubahan menuju ke arah yang lebih baik. Apalagi, seperti kata Edy, EBI tidak hanya bergerak dalam hal produk dan pemasarannya saja, tapi juga ada sisi pengelolaan dalam bidang jasa. “Misalnya, seperti yang sudah dilaksanakan, EBI terlibat dalam sejumlah kegiatan bertajuk Green Edutainment. Realisasinya, EBI bekerjasama dengan pihak Kampus UIN dan para mahasiswa semester VI yang tengah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN), menyampaikan upaya pemanfaatan sampah menjadi lebih bernilai ekonomis, seperti produk “EBI Bag”. Nah, pada saat penyampaian materi mengenai hal ini, kami mengajak para kaum ibu binaan, untuk menjadi trainer dalam workshop usai materi disampaikan. Sudah tentu, para ibu senang sekali menerima mandat yang membanggakan seperti ini,” urai Edy.

Ke depan, Edy bercita-cita untuk membangun sentra khusus produk upcycle. Hal ini lantaran ia terinspirasi dengan keberadaan sebuah toko atau market di Belanda, yang khusus menjual aneka produk upcycle. Produknya berkualitas, dan harga produk yang ditawarkan memang relatif lebih tinggi dibandingkan produk sejenis dari bahan yang konvensional dan tidak ramah lingkungan. “Tetapi, karena pemahaman mereka di sana sudah well educated, maka produk upcycle dihargai dari sisi misi sosial, penyelamatan lingkungan dan pemberdayaan masyarakatnya. Dari situ saya tergugah, untuk membuat toko serupa, yang tidak saja menjual produk upcycle secara online, tapi juga secara nyata, ada galeri sekaligus workshop-nya. Toko atau market place ini menggabungkan banyak pelaku usaha dan produsen produk upcyclesecara bersama-sama,” papar Edy penuh motivasi.

[caption id="attachment_421238" align="aligncenter" width="576" caption="Edy Fajar Prasetyo, founder EBI. (Foto: Gapey Sandy)"]

14328945431529560385
14328945431529560385
[/caption]

Cita-cita Edy sungguh mulia. Memberdayakan masyarakat sekaligus melestarikan lingkungan dengan cara memanfaatkan sampah-sampah menjadi punya nilai ekonomi. Semoga semangat dayakan Indonesia semacam ini mampu menjadi teladan bagi kita sekalian.

o o o O o o o

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun