Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lusia Efriani Kiroyan, Berdayakan Napi Wanita dengan Boneka Batik Girl

9 Mei 2015   20:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:12 2205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_416271" align="aligncenter" width="560" caption="Kegiatan pelatihan membuat boneka Batik Girl di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. (Foto: Dok. Lusi Efriani)"]

14311756321725954697
14311756321725954697
[/caption]

[caption id="attachment_416274" align="aligncenter" width="560" caption="Kegiatan pemberdayaan Napi wanita berupa pelatihan membuat boneka Batik Girl di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. (Foto: Dok. Lusi Efriani)"]

1431175671579257003
1431175671579257003
[/caption]

[caption id="attachment_416275" align="aligncenter" width="560" caption="Lusia Efriani Kiroyan, ketika mulai melakukan pemberdayaan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur. ((Foto: Dok. Lusi Efriani)"]

1431175707704274584
1431175707704274584
[/caption]

Terkait masalah ekspor Batik Girl ke mancanegara, Lusi menyatakan masih menemui kendala. “Hal ini dikarenakan adanya larangan untuk melakukan ekspor boneka. Apalagi, kalau tujuan ekspornya ke Amerika Serikat. Mungkin ini dikarenakan mereka ingin melindungi produk asal negara mereka sendiri, yaitu boneka Barbie. Akibatnya, ekspor yang dimaksud adalah dengan cara menitipkan sejumlah boneka Batik Girl kepada siapa saja, teman-teman saya yang ingin ke luar negeri. Tapi, cara hand and carry ini ‘kan terbatas. Maksimal boneka yang boleh dibawa sebanyak 20 buah, itu akan dianggap sebagai oleh-oleh atau souvenir yang akan dibagi-bagikan bukan untuk diperdagangkan. Tapi ‘kan tidak semua teman saya bersedia untuk membawa 20 boneka Batik Girl ketika terbang ke luar negeri. Beda dengan saya, yang akan siap membawa 50 boneka sekalipun ke luar negeri, karena memang saya paham sekali misi sosial dari boneka Batik Girl ini. Lha kalau orang lain, belum tentu mereka semua paham mengenai misi sosial Batik Girl ini. Bahkan, ketika saya hendak mengekspor boneka Batik Girl dengan menggunakan jasa kurir internasional pun ditolak. Jadi ya begitulah, satu-satunya cara mengekspor boneka Batik Girl hanya dengan hand and carry, dan itu tergantung dari bersedia atau tidaknya orang yang dititipkan boneka saja. Nah, ini kan enggak balance, antara kecepatan produksi dan pemasaran ke luar negeri. Saya menyebutnya masih ‘berdarah-darah’ pemasarannya dalam arti, kecepatan produksi dan pemenuhan kebutuhan pasar tidak imbang karena boneka ini diproduksi hand made. Makanya saat ini harus ada stock,” keluhnya sembari menyebutkan bahwa saat ini sedang diproses untuk menjual Batik Girl dalam setiap rute penerbangan nasional dan internasional maskapai Garuda Indonesia.

Ke depan, Lusi berharap kampanye One Friend, One Doll dapat semakin mendunia, sehingga kegiatan-kegiatan sosial di CFIC dapat bergulir terus. “Sebenarnya saya malu kalau seandainya mengemis ke pihak luar negeri untuk membantu sosial di negara kita. Tapi kalau kita menjual sesuatu dengan produk yang mereka hasilkan, lalu saya mengampanyekan itu, maka kitakebanggaan. Artinya, saya mendidik mereka bukan untuk meminta-minta. Selain itu, saya juga dapat memberi masukan kepada pihak asing untuk jangan memberikan bantuan berupa uang yang hanya akan memanjakan penerimanya. Lebaih baik, ciptakan orderan. Saya mempelajari hal ini ketika mengikuti program Corporate Social Responsibility (CSR) dari Boeing. Perusahaan produsen pesawat ini tidak pernah memberikan bantuan dalam bentuk uang, melainkan dengan cara membangun pabrik di negara-negara miskin, seperti misalnya di India. Hasilnya banyak orang-orang yang terserap bekerja di India, dan Boeing juga memperoleh keuntungan. Begitu juga saya berharap, kampanye sosial melalui One Friend, One Doll yang mendunia akan menurunkan permasalahan sosial masyarakat,” harap Lusi yang juga memiliki tekad untuk lebih memberdayakan Napi wanita yang sudah menyelesaikan masa hukuman dengan mempekerjakan mereka sebagai trainer dan shop assistant di CFIC.

[caption id="attachment_416276" align="aligncenter" width="341" caption="Varian boneka Batik Girl dengan Angklung Series. (Foto: Gapey Sandy)"]

14311758081953110933
14311758081953110933
[/caption]

[caption id="attachment_416277" align="aligncenter" width="560" caption="Sejumlah varian boneka Batik Girl. (Foto: Lusi Efriani Facebook)"]

1431175864176898429
1431175864176898429
[/caption]

[caption id="attachment_416279" align="aligncenter" width="576" caption="Boneka Batik Girl dengan Hijab Series. (Foto: Lusi Efriani Facebook)"]

1431175938226920726
1431175938226920726
[/caption]

Selain itu, Lusi juga memiliki angan-angan untuk dapat menambah lokasi rumah tahanan sebagai tempat pemberdayaan warga binaan didalamnya. “Ya semoga. Karena di Indonesia ini, ada 504 rumah tahanan, dan saya baru garap empat yaitu di Baloi dan Barelang, Batam, lalu di Pondok Bambu, Jakarta Timur, dan Rutan kelas IIA Tanjung Pinang. Jadi masih ada 500 rumah tahanan lagi yang belum saya garap. Untuk yang di Rutan Tanjung Pinang, saya baru memulainya pada 2014 kemarin, dan bentuk pemberdayaannya adalah dengan cara berlatih membuat cupcake dan memasarkannya. Nama program pemberdayaannya, Cupcake Love. Baru sekitar 10 Napi wanita yang terlibat program pelatihan dan pemberdayaan di Rutan Tanjung Pinang, kebanyakan mereka adalah korban penyalahgunaan Narkoba, dan usianya masih muda-muda. Kenapa cupcake? Karena cupcake belum terlalu booming di Tanjung Pinang, padahal dimana-mana cupcake sudah booming. Alat pembuatannya sederhana, bahan bakunya murah, hanya butuh kreativitas membuat cupcake dan itu bisa mnejadi terapi. Penjualannya juga gampang karena bentuknya kue, dan sudah ada satu café yang siap menampung cupcake buatan para Napi wanita tersebut,” tutur Lusi yang pada 2012 pernah menerbitkan buku berjudul Cinderella From Indonesia, dan memuat tentang catatan perjalanannya selama berada di Amerika Serikat dalam rangka mengikuti Experience Learning International Visitor Leadership Program (IVLP) pada 2011. Hingga kini, sudah 10 ribu eksemplar buku yang menginpsirasi ini habis terjual.

Titik Balik Kehidupan Lusi

Sebagai wanita muda dan memiliki rekam jejak sebagai pengusaha, memang cukup mengherankan, mengapa Lusi bersedia memperjuangkan program pemberdayaan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Padahal, andaikata Lusi fokus pada bisnis pribadi yang dimilikinya semata, kesuksesan luar biasa tentu akan semakin mudah direngkuh. Sementara, para Napi wanita, ibu dari anak-anak jalanan, anak-anak jalanan itu sendiri, dan anak-anak yang menderita penyakit serta berasal dari kalangan tidak mampu, tentu sudah akan ada yang mengurusnya, termasuk Negara yang sesuai amanah payung hukum, memiliki kewajiban untuk memelihara mereka. Cukup membuat penasaran, mengapa Lusi mau untuk terus berbagi?

“Saya melihatnya begini. Saya itu, di usia yang cukup muda sudah mengalami berbagai macam cobaan hidup. Nah mengapa saya ingin terus berbagi, karena sebagai bentuk rasa syukur saya telah berhasil melewati macam-macam cobaan hidup itu tadi. Selain itu, di usia muda, saya juga mengalami kegagalan hidup berumah tangga pada 2008, saya pernah mengalami kebangkrutan usaha berkali-kali, saya menanggung hutang yang cukup banyak, bahkan saya pernah sakit tuberculosis sehingga saya harus menjalani treatment pengobatan selama satu tahun tanpa pernah boleh terlewatkan satu hari pun, termasuk ‘berpisah’ dari suami dan anak-anak demi menjaga agar mereka tidak tertular penyakit TBC. Semua itu, kayaknya kalau dilihat, saya dengan segala cobaan itu, enggak akan ada harapan untuk hidup lebih lama lagi. Tapi alhamdulillah saya bisa membuktikan bahwa saya bisa melewati itu semua. Malah pengalaman saya menghadapi beraneka cobaan hidup itu berhasil memotivasi teman-teman lain, mereka jadi belajar bahwa sebenarnya garis hidup saya jauh lebih parah bila dibandingkan dengan cobaan hidup yang dialami oleh teman-teman saya itu. Mereka juga mengambil pelajaran dari usaha saya melakukan restrukturisasi atas hutang-hutang milik saya, sambil me-manage finansial dengan baik. Kalau dulu, saya tidak pernah berhitung, mana uang untuk perusahaan pribadi saya, dan mana uang untuk kegiatan-kegiatan sosial, hingga akhirnya ya bangkrut. Kini, saya sudah tahu, kapan saya harus berlaku profesional, dan kapan harus berlaku sosial. Terus terang, kalau sudah diberi kesempatan hidup sekali lagi seperti ini, itu kan luar biasa dan saya harus pandai-pandai bersyukur,” urai ibu dari dua anak, perempuan 10 tahun dan lelaki delapan tahun ini.

[caption id="attachment_416280" align="aligncenter" width="560" caption="Sejumlah selebritis nasional juga tertarik dengan Batik Girl. (Foto: Lusi Efriani Facebook)"]

1431175996311460358
1431175996311460358
[/caption]

Menariknya, Lusi kini merasa bahwa dirinya harus terus menyalakan api semangat berbagi dan menolong penderitaan orang lain sebanyak-banyaknya. Herannya, bila api semangat itu padam atau terlupakan, akan ada ‘peringatan’ yang akan segera ia terima, yakni tubuhnya akan merasa sakit. “Daripada saya ngurus bisnis pribadi saja tapi saya sakit, mendingan saya ngurus sosial tapi saya sehat. Saya tidak menyalahkan teman-teman saya yang cerewet dan menasehati saya yang terlalu asyik mengurus kegiatan-kegiatan sosial. Waktu yang saya miliki itu, 80 persen adalah untuk kegiatan sosial, dan 20 persen lagi untuk mengurus berbagai bisnis pribadi. Tapi saya bersyukur, dengan menjalani semua itu saya justru menjadi sehat,” ungkap Lusi yang memutuskan untuk memeluk Islam pada 2003 lalu. Lusi adalah anak kelima dari pasangan JB Max Kiroyan dan Maria Susanti.

Selain manifestasi rasa syukur atas segala apa yang pernah mendera dalam perjalanan hidupnya, Lusi juga menganggap berbagi itu memiliki rahasia tersendiri. “Banyak orang takut berbagi dengan alasan tidak akan membuat jadi kaya, dan dengan berbagi maka harta kekayaan kita akan berkurang. Tapi, saya justru ingin membuktikan bahwa dengan berbagi harta kita akan semakin bertambah. Termasuk, kesehatan tubuh kita juga akan tetap terjaga. Saya itu, kalau lupa dan tidak mengunjungi mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial yang sudah saya agendakan, maka tubuh saya akan segera jatuh sakit. Jadi, semacam ada self reminder dalam tubuh saya. Karenanya, saya percaya, bahwa dengan berbagi itu justru akan memberi efek penyembuhan atas suatu penyakit juga. Contohnya saja, kalau saya sibuk melakukan roadshow Batik Girl yang mengharuskan saya melakukan sosialita, bisa saja membuat saya lupa untuk mengunjungi mereka yang saya bina dan berdayakan melalui CFIC. Efeknya, tubuh saya kemudian sakit, dan meski sudah minum obat macam-macam ya enggak sembuh-sembuh. Nah, dulu saya kurang memahami masalah ini. Sekarang, saya jadi paham sekaligus percaya bahwa ada keterkaitan, antara berbagi dengan efek kesehatan tubuh,” ujar Lusi yang pergi umroh pada 2013.

Dari Upik Abu Menjadi Cinderella

Seperti sudah disinggung sebelumnya, Lusi sebenarnya merupakan sosok pengusaha muda. Awalnya, ia bekerja sebagai profesional sebagai Public Relation Manager di salah satu perusahaan karbon pada 2008. Perusahaan ini memproduksi bahan bakar briket untuk diekspor ke mancanegara. Sambil sibuk menjadi PR perusahaan, Lusi mempelajari seluk beluk arang ini. Sampai suatu ketika, pada 2010, Lusi memutuskan untuk mengajukan resign dari perusahaan, demi memenuhi hasrat dirinya untuk membuka bisnis sendiri dengan core business yang masih terkait arang.

[caption id="attachment_416281" align="aligncenter" width="550" caption="Seolah menjadi Upik Abu dengan berbisnis arang tempurung kelapa. (Foto: Lusi Efriani Facebook)"]

14311760361747898086
14311760361747898086
[/caption]

Jatuh bangun berbisnis ia jalani, termasuk mencari sendiri supplier arang yang berkualitas. Hingga pernah pada suatu hari di tahun 2010 itu, Lusi diberi kepercayaan oleh UKM Apindo Kepulauan Rian untuk mengikuti World Expo di Shanghai, China. Ketika di Shanghai itulah, Lusi berhasil memperoleh kontrak pesanan sebanyak 1 juta ton arang. Sayang seribu sayang, Lusi belum siap memenuhi kontrak tersebut karena memang pasokan di Indonesia yang masih belum mencukupi.

Beberapa bulan berikutnya, Lusi kembali mengikuti acara China – RI Business Gathering, disitulah Lusi menandatangani permintaan pasokan arang dari tempurung kelapa, kala itu di hadapan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono bersama enam menteri lainnya. Seperti diketahui arang tempurung kelapa banyak dipergunakan untuk dijadikan sebagai bahan bakar proses barbeque, bahan baku penjernihan air, dan pembakaran sisha atau rokok khas Timur Tengah. Arang ini juga bisa diolah kembali menjadi energi terbarukan berupa karbon aktif, dengan pemanfaatan sebagai isi batu baterai, maupun juga menjadi bahan obat-obatan khususnya untuk penyakit diare. Arang tempurung kelapa ini juga menjadi bahan pembuatan kosmetika, bahan bakar di pertambangan emas, hingga bahan baku penyerapan radiasi nuklir. Luar biasa potensi kemanfaatannya!

Pada 18 Oktober 2012, Lusi pernah meraih penghargaan The International Alliance for Woman 100 World Differences di Washington DC, Amerika Serikat, untuk kategori Entrepreneur. Waktu itu, dewan juri menilai, Lusi membuat langkah kecil yang membawa perubahan terhadap dunia ke arah yang lebih baik melalui pembuatan arang tempurung kelapa.

[caption id="attachment_416282" align="aligncenter" width="560" caption="Buku karya Lusia Efriani Kiroyan berjudul Cinderella From Indonesia yang diterbitkan pada 2012. Sudah 10 ribu buku ludes terjual. (Foto: Lusi Efriani Facebook) "]

1431176075239588555
1431176075239588555
[/caption]

[caption id="attachment_416284" align="aligncenter" width="527" caption="Buku karya Lusia Efriani Kiroyan berjudul Cinderella From Indonesia yang diterbitkan pada 2012. Sudah 10 ribu buku ludes terjual. (Foto: Lusi Efriani Facebook) "]

14311761471398311731
14311761471398311731
[/caption]

Ya, Lusi pernah mengilustrasikan dirinya sebagai Upik Abu yang berubah menjadi Cinderella. Disebut Upik Abu karena ia berjibaku dengan bisnis yang dilakoninya yaitu arang tempurung kelapa, yang tak jarang membuatnya jadi ikut berkotor hitam legam di lapangan. Sedangkan menjadi Cinderella, sesuai dengan pencitraan yang ada pada diri Cinderella itu sendiri, yakni perempuan yang cantik, baik hati, tapi juga pekerja keras dengan hidup yang penuh perjuangan. Sekaligus ini merupakan citra diri Lusi yang terus bersemangat memajukan Yayasan CFIC, diantaranya dengan megampanyekan aneka kegiatan bermisi sosial, diantaranya melalui pemberdayaan Napi wanita dengan tagline One Friend, One Doll melalui boneka Batik Girl.

o o o O o o o

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun