Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

25 Januari 1946, Gugurnya Mayor Daan Mogot di Serpong

25 Januari 2014   15:55 Diperbarui: 4 April 2017   17:37 15738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut buku yang ditulis Mayjen TNI (Purn) R.H.A. Saleh, dalam bab Tinjauan (Peristiwa Lengkong) disebutkan, bahwa operasi perlucutan pasukan Jepang di Lengkong bagi Indonesia merupakan: pertama, tindakan yang logis dalam suasana perjuangan mempertahankan kemerdekaan negara hasil proklamasi 17 Agustus 1945, yaitu untuk mencari senjata bagi kepentingan perjuangan. Dan kedua, implementasi persetujuan RI dengan Sekutu dalam bulan November 1945 mengenai pemulangan tentara Jepang dan APWI (Allied Prisoners of War and Internees) yang ada di dalam daerah kekuasaan RI oleh aparat RI sendiri; bahwa pelaksanaannya kurang terkoordinir dan terorganisir baik, adalah karena situasi dan kondisi semasa revolusi.

Masih menurut R.H.A. Saleh yang juga merupakan salah seorang Taruna MAT – juga mantan Anggota MPR RI dua periode (1977-1982 dan 1982-1987) -- ini, tidak berhasilnya TRI melucuti pasukan Jepang di Lengkong disebabkan tiga faktor: Pertama, tentara Jepang umumnya sudah mendapat instruksi dari pihak Sekutu untuk tidak menyerahkan senjatanya kepada Indonesia, dan komandan pasukan Jepang umumnya tidak berani menyimpang dari instruksi ini.

Kedua, pasukan Jepang di Lengkong, walaupun ada di dalam daerah kekuasaan RI, tapi tetap ada di bawah pengawasan dan kendali langsung dari tentara Sekutu (tanggung jawab Brigade Inggris di Bogor).

Dan ketiga, pasukan Jepang di Lengkong dapat cepat menyingkap taktik penipuan dari pasukan TRI, karena mereka dapat segera dan mudah berkomunikasi dengan atasannya di Jakarta, sehingga mereka dapat “membokong” pasukan TRI yang dalam keadaan tidak siap.

“Dibokong” berarti, sebagian besar TRI ditembaki oleh pasukan Jepang secara tiba-tiba, ketika sedang berdiri tak terlindung di lapangan terbuka dan tidak dalam keadaan siap sedia. Selain itu, para korban yang gugur masih dihabisi pula dengan tembakan atau tusukan sangkur, ketika sudah dalam keadaan tak berdaya.

[caption id="attachment_318106" align="alignnone" width="567" caption="Monumen Prasasti Peristiwa Lengkong yang terdapat di Kelurahan Lengkong Wetan, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan. (Foto: Gapey Sandy)"]

1390639215979941686
1390639215979941686
[/caption]

Saat ini, petilasan Peristiwa Lengkong dapat dengan mudah dikunjungi. Karena, di lokasi tersebut terdapat Monumen Palagan Lengkong. Lokasinya, berada di Jalan Taruna Akademi Militer Tangerang, Bumi Serpong Damai (BSD). Persisnya, apabila dari arah Mall ITC dan BSD Junction (Jalan Raya Pahlawan Seribu), saat berada di Bunderan Air Mancur BSD, berbelok kiri arah ke Damai Indah Golf, dan sekitar 500 meter kemudian, Monumen Palagan Lengkong tepat berada di sisi kiri Jalan Raya Pahlawan Taruna MA Tangerang.

Di kawasan Monumen Palagan Lengkong, juga terdapat dua buah bangunan rumah yang saling bersebelahan. Bangunan rumah yang kuno, dengan cat tembok warna putih serta kusen pintu dan jendela kayu berwarna hijau tua ini, sebenarnya tak lain adalah bahagian dari kompleks markas pasukan Jepang. Dua bangunan rumah ini, saat pecah Peristiwa Lengkong, menjadi tempat bagi serdadu Jepang untuk mengumpulkan dan menahan para Taruna yang menderita luka-luka, setelah sempat melakukan pertempuran secara tidak seimbang dengan serdadu Jepang.

Kedua bangunan rumah ini, bila kita sempat masuk dan melihat langsung didalamnya, maka jelas terasa hening, sunyi, dan cukup membangkitkan bulu roma. Kedua bangunan ini sengaja dibiarkan kosong, tanpa perabotan sama sekali. Maklum, saat penulis berkunjung, pada Rabu siang, 15 Januari 2014 kemarin, sejumlah pekerja nampak sibuk mengganti kayu atap bangunan dengan baja ringan, termasuk plafon yang lapuk dan memang rusak akibat bocoran air.

Hanya ada keremangan dan sedikit cahaya yang masuk ke dalam rumah melalui jendela dan daun pintu kayu yang antik dengan bilah-bilah kayu, serta lantai yang masih menggunakan tipe ubin atau keramik model lama yang permukaannya sama sekali tidak licin, apalagi mengkilap.

Sedianya, dua rumah yang pernah menjadi bagian dari kamp serdadu Jepang ini, memang dijadikan museum, yang sempat diisi pula dengan sejumlah arsip dokumentasi mengenai MAT dan Peristiwa Lengkong itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun