Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ulah Presenter ('Penyidik') tvOne

11 September 2013   01:36 Diperbarui: 16 Mei 2016   18:23 14029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Berarti Mas Dhani hilang kontak dengan Dul?"

"Sementara Mas Dhani ada di ....?"

"Mas Dhani, ini benar mobil milik Dul? Atas nama Dul, atau nama Mas Dhani?"

"Mas Dhani, Dul ini memang pintar mengemudikan mobil?"

Andai saja pewawancara menunjukkan empati dengan pertanyaan yang memahami sepenuhnya akan situasi dan kondisi dimana Dhani pada malam itu tengah berada (di RS Meilia, Cibubur, Jakarta Timur), tentu wawancara tadi bakal menumbuhkan rasa saling percaya, menghargai dan menyenangkan kedua belah pihak. Dengan berempati, maka pertanyaan-pertanyaan berpola 'tekanan' yang merupakan ciri interogasi atau penyidikan pasti tak akan diajukan. Hasilnya? Rapport tvOne akan baik pula.

Kelemahan lain pewawancara adalah kurang tangkas dalam pertanyaan improvisasi. Beberapa kali Dhani mengajukan jawaban, si pewawancara tidak sigap menambah pertanyaan baru berdasarkan jawaban narasumber, biasanya karena ada hal baru yang tidak diduga sebelumnya. Biasanya, ini diistilahkan sebagai Ordering Question. Andai pewawancara sigap, tentu bukan pernyataan yang terlontar dari mulutnya, dan malah kemudian menjustifikasi Dhani. Seperti pernyataan presenter yang mengatakan: "Berarti tidak terawasi. Mas Dhani tidak tahu kalau Dul bisa nyetir".

Akan lebih baik kalau pewawancara sigap berimprovisasi dengan mengajukan Ordering Question, misalnya: "Wah, ini fakta menarik bahwa ternyata Anda tidak mengerti bahwa Dul sudah bisa menyetir mobil. Bagaimana dengan El dan Al, kapan mereka belajar nyetir dan apakah tak pernah cerita kalau Dul juga sudah bisa nyetir?"

Dalam wawancara tvOne bersama Dhani, parahnya lagi, audio input dan output telewicara ini pun kurang baik. Sehingga antara interviewer dengan Dhani sempat terjadi miskomunikasi yang menegangkan soal kata "panik", dan "pamit". Dhani agak sewot karena menganggap presenter kurang menghargai kepanikan dirinya atas kecelakaan si Dul. Sementara maksud si pewawancara adalah "Bagaimana si Dul ini pamit untuk pergi?" Akibatnya terjadi inefisiensi, dimana pewawancara menyampaikan ulang maksud pertanyaan yang sesungguhnya kepada Dhani. Begitu pun sebaliknya, Dhani berkali-kali bertanya ulang atas maksud dari pertanyaan yang diajukan pewawancara.

Lucunya lagi, saat Dhani sewot dan menuding pewawancara lebih cocok menjadi seorang 'penyidik' ketimbang presenter TV---karena pertanyaan yang diajukan cenderung bertipikal interogasi---, si pewawancara justru menyatakan terima kasih kepada Dhani. Sungguh, tak habis pikir menyaksikan ulah presenter seperti ini. Bahkan, selain menyampaikan rasa terima kasih itu, presenter juga menambahkan bahwa (sebagai presenter) memang harus bisa melakukan (atau mengajukan) pertanyaan dengan dalih mengklarifikasi informasi---menurut si presenter, supaya tidak ada yang salah---dengan tipikal 'penyidikan' seperti itu. Bahkan, satu pernyataan mencengangkan yang tak perlu, justru meluncur dari lisan sang presenter kepada Dhani: "Memang harus serba bisa, Mas".

Maknanya, harus serba bisa dengan menjadi presenter yang bertipikal 'penyidik'? Lhadalah ... menjadi presenter yang serba bisa itu sah-sah saja. Tapi dalam praktiknya, lihat situasi dan kondisinya terlebih dahulu. Sebagai narasumber, Dhani bukan buronan, apalagi penjahat kerah putih. Fakta dan klarifikasi dari Dhani butuh untuk digali melalui kelihaian pewawancara, tapi bukan dengan cara mengajukan pertanyaan bertipikal interogasi ('penyidikan') seperti itu.

Akhirnya, pewawancara yang baik mewakili khalayak pendengar, bukan dirinya pribadi, atau ego-nya sendiri. (Errol Jonathans dalam buku 'Politik dan Radio', terbitan FNSt, 2000). Kebanyakan interviewer seringkali melupakan penghayatan ini. Akibatnya, mereka tampil dalam aneka talkshow tanpa pernah mewakili khalayak. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada narasumber kadang menjadi tendensius, 'menyerang' narasumber, memojokkan/mengarahkan dengan cara tidak santun, malah pula seringkali pertanyaannya tidak cerdas. Disinilah nilai kegagalan pewawancara, karena pertanyaan yang diajukan tidak mewakili apa yang ada di benak para pemirsanya.

Yuk deh, kita belajar bareng dan latihan cas cis cus lagi ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun