[caption id="attachment_345998" align="aligncenter" width="500" caption="TRANSPORTASI KOTA VIA KANAL. Keberadaan kanal Saen Saep dimanfaatkan untuk menjadi jalur moda tranportasi air yang efektif bagi warga Kota Bangkok, Thailand. (Foto: Gapey Sandy)"][/caption]
Mengisi liburan sekolah kemarin, beriwisata ke Thailand menjadi pilihan destinasi kami sekeluarga. Singkat cerita, kami mendarat di bandara tertua di Bangkok, Don Mueang International Airport. Arloji menunjukkan hampir jam 21.00 malam. Tak ada perbedaan waktu, antara Bangkok dengan Indonesia Bagian Barat. Sama, tak perlu menggeser jarum jam!
Malam itu, Rabu (25 Juni 2014), ibukota Thailand usai diguyur hujan. Jalan raya masih menampakkan sisa-sisa genangan air. “Sekarang ini, hampir setiap sore dan malam hari selalu hujan,” kata Weerawut, tour guide dari salah satu biro wisata. Tak berapa lama, Weerawut berkata lagi, “Panggil nama saya dengan Anum saja, supaya mudah diucapkan”. Begitulah Anum, lelaki muda yang masih single dan berpenampilan bak personil boyband ini. “Kira-kira, sudah satu tahun saya belajar Bahasa Indonesia,” tukasnya tanpa nyaris terbata-bata.
Setelah sekitar 30 menit perjalanan dari bandara, sampailah di hotel tempat kami menginap, yaitu di kawasan Ramkhamhaeng 35 Alley, Huamark, Bangkapi, Bangkok. Atau, persis di seberang Universitas Ramkhamhaeng.
[caption id="attachment_346003" align="aligncenter" width="500" caption="MELINTASI KOLONG JEMBATAN. Laju ekspress boat ini tetap kencang, bahkan pada saat melintasi kolong jembatan Jalan Ramkhamhaeng 39 di Bangkok, Thailand. (Foto: Gapey Sandy)"]
Sampai di kamar hotel, lelah dan kantuk melanda. Maklum, terbayang perjalanan panjang itu, mulai dari menembus kemacetan menuju Bandara Soekarno-Hatta, delay penerbangan selama 45 menit, hingga penerbangan ke Bangkok yang memakan waktu 3 jam 22 menit, cukup menguras kebugaran fisik. Sebelum tidur, saya sempat membuka sedikit tirai gordyn jendela kamar. Terlihat sebagian kawasan Ramkhamhaeng yang mulai berselimut gelapnya malam, serta kerlap-kerlip lampu rumah, apartemen, dan gedung-gedung bertingkat lainnya. Sorot lampu kendaraan juga masih sibuk melintas di kejauhan. Kamar kami menginap berada di lantai 11, sehingga amat leluasa untuk menyaksikan itu semua.
Pagi hari, usai shalat Subuh, keheningan masih menyelimuti Ramkhamhaeng. Sambil asyik menonton televisi -- yang kebanyakan isinya tayangan mirip-mirip sinetron, dan serangkaian pengumuman dari pihak militer Thailand --, tak lama kerap terdengar suara mesin bermotor yang berlalu-lalang di luar kamar hotel. Suara apakah gerangan? Apakah bengkel-bengkel motor dan mobil di sekitar sini sudah mulai melayani pelanggannya? Padahal, ini baru jam 05.30 pagi.
[caption id="attachment_346009" align="aligncenter" width="500" caption="TURUN NAIK PENUMPANG. Layanan transportasi umum Khlong Saen Saep Express Boat selalu berhenti pada dermaga-dermaga (pier) yang telah ditentukan, seperti dermaga Ramkhamhaeng 29 ini. (Foto: Gapey Sandy)"]
Karena penasaran, saya membuka tirai jendela kamar. Sinar mentari nampak mulai hendak menerangi kota. Awan putih berarak di birunya langit. Lampu-lampu kota masih banyak yang menyala. Dan, begitu saya melihat ke bawah jendela? Ternyata, sumber suara mesin bermotor yang hilir mudik dan menderu-deru tadi berasal dari perahu boat yang besar dan panjang, serta terbuat dari kayu, lengkap dengan mesin bermotor di belakangnya. Inilah salah satu moda transportasi yang melayani warga Bangkok, dengan melintasi aliran air di kanal Saen Saep. Dalam Bahasa Thailand kanal disebut khlong. Jadi, lengkapnya adalah Khlong Saen Saep.
Dari jendela hotel di lantai 11, terlihat dengan jelas laju perahu boat yang kecepatannya cukup ngebut juga. Bisa jadi, lajunya antara 30 hingga 40 km per jam. Adapun kanal Saen Saep itu sendiri, saya perkirakan lebarnya sekitar 20 hingga 30 meter. Airnya benar-benar menghitam, tidak ada beningnya sama sekali. Baunya? Begitu saya buka jendela kamar hotel, ... hmmmmm .., bau tak sedap khas sungai yang kotor, semerbak merasuki kamar. Buru-buru saya tutup lagi jendela, sebelum seisi kamar melancarkan protes karena terpaksa ikut mencium bau tak sedap aroma dari air kanal Saen Saep.
[caption id="attachment_346015" align="aligncenter" width="500" caption="DERMAGA. salah satu dermaga pemberhentian Khlong Saen Saep Express Boat di dermaga Ramkhamhaeng 29. (Foto: Gapey Sandy)"]
“Khlong Saen Saep Express Boat itu memang dipergunakan sebagai angkutan warga kota. Perahu boat ini akan berhenti di sejumlah dermaga yang sudah ditentukan, untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Untuk satu kali perjalanan, tarifnya tergantung jarak tempuh. Rute paling jauh, tarifnya bisa mencapai 20 baht (1 baht setara dengan sekitar Rp 333), atau sekitar Rp 6.500 hingga Rp 7.000 per penumpang. Sementara rute terpendek, ongkosnya hanya 8 baht saja. Rute perahu boat ini sampai mengarah ke pusat kota Bangkok. Hanya saja, sayang sekali, air kanal Saen Saep ini kotor, hitam, dan berbau tidak sedap,” jelas Anum ketika menjemput kami di hotel.
* * *
SAKSIKAN VIDEO tentang KHLONG SAEN SAEP EXPRESS BOAT! Click link berikut ini:
http://www.youtube.com/watch?v=T5wj4dziJKw&feature=youtu.be
* * *
Memang, terlihat jelas sekali, betapa sebagian warga Ramkhamhaeng misalnya, begitu memanfaatkan layanan perahu boat sebagai sarana angkutan dan transportasi umum. Apalagi, perahu-perahu boat ini beroperasi pada jam-jam sibuk, terutama pagi dan sore hari. Pada pagi hari, perahu boat dengan seorang nakhoda, dan dua orang anak buah kapal merangkap kondektur ini mengantar sebagian warga kota yang hendak beraktivitas. Sementara sore harinya, perjalanan difokuskan untuk mengantar kembali para warga usai menjalani rutinitas di tempatnya beraktivitas. Pada siang hari, saya perhatikan, lintasan kanal Saen Saep ini sepi dari hilir mudik perahu boat. Benar-benar sebuah angkutan air di tengah kota yang praktis, murah, dan cepat!
[caption id="attachment_346018" align="aligncenter" width="500" caption="LANGSUNG BERANGKAT. Tak menunggu lama, setelah menurunkan dan menaikkan penumpang, Express Boat kembali melaju menuju dermaga-dermaga berikutnya. (Foto: Gapey Sandy)"]
Menurut Jetena-Jet, seorang pemuda warga asli Bangkok yang bekerja sebagai Bell Captain di hotel tempat saya menginap, Saen Saep bukanlah sebuah sungai, melainkan kanal buatan yang sudah dibangun sejak lama. “Kini fungsinya untuk mengatasi bencana banjir di Bangkok, dan dimanfaatkan juga untuk jalur moda transportasi warga kota. Angkutan air menggunakan perahu boat ini tidak dimaksudkan untuk berkeliling kota. Saya perkirakan, jarak perjalanannya hanya sekitar 30 sampai 35 kilometer saja, yaitu dari wilayah PhanFah menuju Sri Bunruang pulang-pergi (pp). Dari rute sejauh itu, perahu boat akan berhenti di dermaga (pier) yang telah ditentukan,” ujar Jetena kepada saya dalam Bahasa Inggris.
Yang menarik, dalam kesibukan bongkar muat penumpang di dermaga 29 Ramkhamhaeng, tak pernah kelihatan ada penumpang anak-anak atau yang masih berpakaian sekolah dan naik-turun di dermaga. Rupanya, seperti semacam ada “pelarangan” bagi anak-anak untuk menaiki perahu boat ini. “Untuk anak-anak sekolah, memang jarang terlihat ada yang menumpang pada perahu boat tersebut. Karena anak-anak kecil itu sangat tidak disarankan untuk menaikinya, lantaran kecepatan perahu yang sangat cepat, dan berpotensi membahayakan bila anak-anak kecil naik dan turun perahu boat, serta saat berada di atas perahu boat, tanpa ada yang mengawasi atau menjaga mereka. Pokoknya, express boat yang mampu memuat sekitar 100 penumpang ini cukup berbahaya buat melayani anak-anak kecil,” kata Jetena sembari memperkirakan bahwa kedalaman kanal adalah sekitar 3 hingga 4 meter.
[caption id="attachment_346019" align="aligncenter" width="500" caption="PERHATIKAN AIR LIMBAH BUANGAN DI SEBELAH KIRI. Air limbah buangan dari kawasan perkotaan langsung dibuang ke kanal Saen Saep, sementara lalu-lintas Express Boat terus saja hilir mudik beroperasi. (Foto: Gapey Sandy)"]
Selain faktor keamanan seperti yang disampaikan Jetena, mungkin alasan lain adalah masalah kesehatan. Maklum, air kotor yang menghitam dan bau tidak sedap ini, antara lain berasal dari limbah warga perkotaan yang sengaja dibuang ke kanal Saen Saep. Setiap pagi, sekitar jam 08.00 pagi, di kolong jembatan Jalan Ramkhanghaeng 39, dari jendela kamar hotel saya terlihat jelas, derasnya aliran air buangan dari sebagian wilayah perkotaan yang meluncur dari pipa berukuran besar, dan sengaja dibuang ke kanal. Sementara di kolong jembatan itu pula, melintas perahu boat bolak-balik dengan kecepatan cukup tinggi.
Meskipun air kanal begitu keruh dan bau, tapi warga kota yang tinggal di sepanjang bibir kanal Saen Saep sangat peduli akan kebersihan lingkungan. Tempat-tempat sampah mudah ditemukan di sisi kiri dan kanan jalan yang ada di sempadan kanal. Pokoknya, tidak akan ada warga yang berani coba-coba membuang sampah rumah tangga ke kanal. Bahkan, warga juga memelihara dengan baik, tanaman-tanaman bunga hias berwarna-warni, yang berjajar dan sengaja ditanam di sepanjang pagar tembok beton kanal. Tak jauh dari dermaga 29 Ramkhamhaeng, ada perahu kecil yang dioperasikan menggunakan tali tambang, untuk melayani warga menyeberangi lebar sungai. “Tarif penyeberangan kanal dengan kapal kecil menggunakan tali tambang itu hanya 3 baht,” tukas Jetena.
[caption id="attachment_346020" align="aligncenter" width="500" caption="BUNGA WARNA-WARNI BERMEKARAN. Di pagar tembok beton kanal dibuat pot tanaman bunga yang begitu indah ketika bermekaran. (Foto: Gapey Sandy)"]
Angkut 60 ribu penumpang per hari
Dalam situs khlongsaensaep.com disebutkan, layanan Khlong Saen Saep Express Boat ini setiap harinya mampu mengangkut sebanyak 60 ribu penumpang. Jam operasionalnya adalah mulai dari 05.30 pagi hingga 19.00 malam (saat akhir pekan malah hingga 20.30 malam). Khlong Saen Saep ini dikelola oleh perusahaan bernama The Family Transport, yang menjanjikan, bahwa perahu boat ini akan selalu tiba setiap 20 menit sekali, dan tanpa menunggu lama langsung berangkat lagi menuju dermaga berikutnya.
Terdapat dua rute utama yaitu The Golden Mount Line (dari dermaga Panfa Leelard dekat Monumen Demokrasi – Talad Bobae – Sapan Charoenpol – Baan Krua Nua – Sapan Hua Chang – dan berakhir di dermaga Pratunam dekat Pusat Bangkok).
Lalu, rute NIDA (dari dermaga Pratunam – Chidlom – Wireless – Nana Nua/Sukhumvit Soi 3 – Nana Chard/Sukhumvit Soi 15 – Asoke Petchaburi – Prasanmit – Italthai – Wat Mai Chonglom – Baan Don Mosque – Soi Thonglor – Vijit School – Sapan Khlongtun – The Mall Ram 3 – Wat Noi – Ramkhamhaeng 29 – Wat Thepleela – Ramkhamhaeng U – Mahadthai – Wat Klang – The Mall Bangkapi – Bangkapi – dan berakhir di dermaga Wat Sri Bunruang).
[caption id="attachment_346021" align="aligncenter" width="500" caption="AIR KOTOR, SAMPAH DAN BAU. Air kanal Saen Saep yang kini menghitam kotor, dengan sampah tetumbuhan eceng gondok, serta sejumlah sampah lainnya yang mengapung. (Foto: Gapey Sandy)"]
Khlong Saen Saep merupakan kanal paling terkenal di Thailand, dan menghubungkan antara Sungai Chao Phraya ke Prachinburi dengan Chachoengsao. Kanal ini dibangun atas perintah Raja Rama III Nang Klao (1824 – 1851), pada saat konflik antara Siam dan Annam tentang Kamboja. Pembangunan kanal ini, awalnya dimaksudkan untuk membangun transportasi air bagi tentara dan persenjataannya ke Kamboja. Konstruksi pembangunan kanal dimulai pada 1837, dan rampung pada tiga tahun berikutnya.
Layanan transportasi Khlong Saen Saep Express Boat memang tidak diposisikan sebagai obyek wisata andalan Thailand, mungkin dengan pertimbangan air kanal yang kotor, bau dan tercemar, meskipun pada kenyataannya, stasiun televisi milik pemerintah yakni National Broadcasting Television (NBT) menampilkan cuplikan gambar transportasi express boat sebagai salah satu video on air promo, sebelum dan sesudah mengiringi sajian berita-berita nasional di “Negeri Gajah Putih” ini.
[caption id="attachment_346023" align="aligncenter" width="500" caption="PEMANDANGAN SORE. Suatu sore pada hari Jumat 27 Juni 2014, bertempat di sisi kanal Saen Saep, Ramkhamhaeng, Bangkok, Thailand. (Foto: Gapey Sandy)"]
Melihat air kanal yang kotor, menghitam dan baunya yang tak sedap, memang bukan menjadi sesuatu yang harus dicontoh oleh kota-kota besar di Indonesia, terutama Jakarta. Apalagi, air kanal ini berpotensi telah tercemar, karena merupakan limbah buangan dari kawasan padat pemukiman, perhotelan, dan pusat-pusat perbelanjaan. Bukan! Tentu bukan sesuatu yang menarik untuk diteladani.
Tapi, bagaimana Bangkok berhasil memanfaatkan keberadaan kanal, sebagai jalur dan moda tranportasi umum bagi banyak warganya, lebih dari layak untuk dikaji, ditiru dan dipraktikkan secara lebih baik. Apalagi, Jakarta misalnya, bakal punya Banjir Kanal Timur (BKT) sepanjang 23,5 km, yang melintasi 13 kelurahan yang ada di Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Waaah, seru juga tuh membayangkan seandainya ada moda transportasi, BKT Express Boat di Jakarta.
Bagaimana Jakarta, bisa?!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H