Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Terjegalkah Jokowi Wujudkan Bank Tani?

5 September 2014   03:30 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:35 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain itu, kelompok tanaman buah-buahan tahunan merupakan tanaman yang paling banyak diusahakan oleh rumah tangga hortikultura, yaitu sebanyak 8,3 juta rumah tangga, dengan didominasi oleh rumah tangga yang mengusahakan tanaman pisang, disusul kelompok tanaman sayuran semusim (3,0 juta rumah tangga), dan kelompok tanaman sayuran tahunan (1,2 juta rumah tangga). Lainnya lagi, rumah tangga usaha kelompok tanaman obat-obatan semusim (0,6 juta), dan kelompok tanaman lainnya seperti buah-buahan semusim, tanaman obat-obatan tahunan, dan tanaman hias baik tahunan maupun semusim sebanyak 0,5 juta rumah tangga.

Boleh jadi, ide pembentukan Bank Tani telah memiliki modal databasepaling aktual dan menyeluruh, melalui hasil ST 2013 yang dirilis BPS ini. Karena, selain rumah tangga usaha pertanian, tanaman pangan, dan hortikultura, survei ini juga membeberkan jumlah rumah tangga usaha perkebunan (kelapa sawit, karet, dan kakao) yang terus meningkat. Selain itu, ada pula paparan jumlah rumah tangga usaha peternakan (ayam lokal, ayam ras pedaging, dan petelur), serta jumlah rumah tangga usaha perikanan, dan kehutanan. Paparan hasil survey ST 2013 ini, tersaji komplit semuanya, di sini!

Lantas bagaimana teorinya mendirikan Bank Tani? Apakah sulit? Kalau tidak sepenuh hati untuk merealisasikan berdirinya bank khusus, tentu jalan mudah dan terang sekalipun, akan berubah menjadi susah dan payah. Di antara usulan implementatif dalam upaya pendirian Bank Tani, muncul dari opini Krisna Wijaya yang dimuat Kompas(23/8). Praktisi sekaligus pengamat perbankan ini menawarkan dua gagasan “jalan pintas” atau “solusi antara”, untuk dikaji lebih lanjut.

Pertama, cara paling mudah mendirikan Bank Tani adalah dengan menyatukan portofolio kredit pertanian dengan kolektabilitas lancar di semua bank pemerintah untuk kemudian dikelola oleh salah satu bank milik pemerintah lainnya yang paling banyak berpengalaman di sektor pertanian. Penyatuan pengelolaan kredit sektor pertanian tersebut mencakup kredit mikro, usaha kecil dan menengah, serta kredit korporasi.

[caption id="attachment_357238" align="aligncenter" width="567" caption="Rumah tangga pembudidaya cabai rawit yang jumlahnya melonjak hingga 711,9 ribu rumah tangga, atau naik 175,98 persen dibandingkan tahun 2003. (Sumber: ST 2013 BPS)"]

1409836991421989469
1409836991421989469
[/caption]

Karena tidak semua kredit sektor pertanian berkolektabilitas lancar, di semua bank pemerintah dibentuk unit khusus untuk menampung kredit-kredit bermasalah di sektor pertanian. Tugas utama unit kerja tersebut adalah melakukan penyehatan kredit sehingga apabila sudah kembali lancar, sisanya akan tetap dikelola bank yang bersangkutan.

Kedua, melakukan penggabungan semua bank syariah milik bank pemerintah dalam sebuah bank syariah, katakanlah namanya Bank Syariah Nasional Indonesia (BSNI). Bersamaan dengan penggabungan itu, secara bertahap dilakukan reorientasi fokus bisnis karena BSNI harus fokus ke sektor pertanian. Adanya BSNI jelas memberikan fleksibilitas bagi nasabah; apakah akan memilih bank konvensional atau syariah.

Rencana pendirian bank khusus ini disoroti pula secara optimis oleh Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono. Indonesia memang memerlukan bank khusus untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan pertanian yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Ukuran kinerja menyebabkan bank umum sulit masuk ke sektor infrastruktur dan pertanian. Seperti dikutip Kompas(1/9), Sigit berpendapat, “Kedua sektor ini memerlukan durasi pinjaman yang panjang. Tidak sinkronnya sumber dana jangka pendek dan tenor panjang kredit menyebabkan bank umum sulit masuk ke sektor infrastruktur dan pertanian. Karena itu, bank khusus sangat dibutuhkan.”

Seperti diketahui, sumber dana utama bank umum di Indonesia berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK) yang terdiri dari tabungan, giro, dan deposito. Sumber dana itu didominasi oleh deposito yang secara statistik lebih banyak jatuh tempo dalam waktu tiga bulan. Maka wajar, bila kemudian Sigit Pramono menekankan pentingnya kehadiran bank khusus!

Penulis pernah mengirimkan sejumlah pertanyaan melalui fitur kotak pesan di Kompasianakepada pengamat ekonomi dari UI, Faisal Basri, yang juga merupakan salah seorang Kompasianer. Intinya, meminta pendapat mengenai rencana Jokowi mendirikan bank khusus, seperti Bank Tani dan Nelayan. Dalam pesan balasannya, Faisal Basri menulis, "Yang terpenting adalah akses kredit untuk petani dan UMKM. Kalau ada keleluasaan, baik juga dihadirkan, terutama bank pertanian, termasuk untuk nelayan," tuturnya.

Lantas, bagaimana dengan jangkauan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang sebenarnya bisa lebih merangkul kalangan petani dan nelayan? Serta, bagaimana pula dengan kiprah Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang sebenarnya menyasar pula targetnya ke pelosok pedesaan? Jawab Faisal Basri kepada penulis, "BPR itu kebanyakan menyalurkan kredit konsumsi. Sementara BRI memang basisnya di desa, tetapi masih jauh untuk menyentuh mayoritas petani. Apalagi belakangan ini, BRI lebih intensif menggarap perkotaan dan korporasi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun