Secara simbolis, para “nelayan” menggembok Pulau G. Pulau ini "Disegel Nelayan".
Setelah ini, entah aksi apa lagi yang dimainkan para “EO” untuk menggoyang Ahok. Para musuh Ahok rupanya masih menjunjung tinggi semangat “senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang.”
Puluhan warga Pasar Ikan Luar Batang yang rumahnya tergusur dalam rangka proyek relokasi (dipindahkan ke tempat yang lebih manusiawi) tempo hari juga dijadikan proyek untuk mendiskreditkan Ahok.
Dalam rangka mengarah ke sana, mereka pasti akan menutup mata dan telinga bahwa warga Pasar Ikan Luar Batang yang terkena proyek relokasi kini sudah hidup nyaman, meskipun rumah susun sewa (rusunawa) Rawa Bebek yang mereka tempati, lokasinya jauh dari transportasi umum dan fasilitas publik lainnya.
Rusunawa Rawa Bebek sendiri berada di pinggir jalan Inspeksi KBT, Cakung, Jakarta Timur. Jarak rusun ke transportasi umum Transjakarta ataupun Stasiun Cakung berjarak 10 kilometer. Jangan-jangan itu para “EO” besok akan mengajak penghuni Rusunawa rawa Bebek eks-warga Pasar Ikan berdemo: “Kembalikan kemiskinan kami.”
Kalau ini yang dilakukan, dijamin Ahok bakal pusing tujuh keliling, atau jangan-jangan dia akan berteriak lantang: “Dasar koplak.” Ahok tidak berani lagi menggunakan istilah “ngaco” saat BPK melakukan audit pembelian lahan RS Sumber Waras. Ahok khawatir dituding Anang Hermansyah, angggota DPR dari Fraksi PAN, melanggar UUD 1945.
Hah? Ahok melanggar UUD hanya gara-gara menyebut BPK “ngaco”?
BPK dan DPR memang sama-sama lembaga negara dan harus dihormati. Tapi, perilaku seperti apa yang sebenarnya lebih melanggar UUD, menuduh BPK “ngaco” atau menjadikan lembaga DPR sebagai sarang untuk melakukan korupsi? []
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H