Mohon tunggu...
Gan Pradana
Gan Pradana Mohon Tunggu... Dosen - Hobi menulis dan berminat di dunia politik

Saya orang Indonesia yang mencoba menjadi warga negara yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dukungan Palsu ‘Garis Keras’ Buat Ahok

14 Maret 2016   18:48 Diperbarui: 15 Maret 2016   12:07 2814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Pasangan Ahok-Heru. Foto: Muda Mudi Ahok"][Pasangan Ahok-Heru. Foto: Muda Mudi Ahok]

 

BERPERANG opini lewat media sosial (medsos) ternyata lebih mengasyikkan daripada berperang opini melalui media mainstream. Fakta dan fenomena inilah yang kini dimanfaatkan oleh para pendukung  Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan “musuh” (lawan) Ahok. Kedua kubu sama-sama militan dalam rangka mencapai tujuan: Ahok klenger atau Ahok semakin berjaya dan mulus melangkah menuju DKI-1.

Pertarungan sendiri sesungguhnya baru dimulai Februari 2017 saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar Pilkada Serentak di Indonesia, salah satunya adalah pemilihan gubernur DKI Jakarta. Ahok sudah menyatakan akan maju kembali menjadi DKI-1 lewat jalur perseorangan. Anak-anak muda yang tergabung dalam Teman Ahok sampai sekarang masih terus meng-update data pengumpulan KTP dukungan. Mereka dibantu Muda Mudi Ahok yang dididirikan anak-anak muda Partai NasDem.

Sampai hari ini (Senin 14 Maret), KTP dukungan untuk Ahok telah mencapai 784.977. Saya tidak tahu, apakah jumlah  sebanyak itu sudah termasuk dukungan yang diberikan untuk calon wakil gubernur Heru Budi Hartono. Informasi yang saya peroleh, booth Teman Ahok yang dibuka di sejumlah mal, dibanjiri warga DKI untuk memberikan KTP dukungan buat Ahok.

Yang pasti sejak Ahok naik daun, banyak lawan politik mantan bupati Belitung Timur itu yang kebakaran jenggot dan melakukan manuver dan aksi yang (maaf) tidak lazim. Ahmad Dhani yang disebut-sebut diusung PKB dan didukung Partai Gerindra beranjangsana ke Kalijodo, kawasan kumuh dan mesum yang waktu itu akan digusur Ahok.

Lawan tangguh harapan bangsa (?), Yusril Ihza Mahendra, pergi ke pasar mengenakan pakaian ala anak TK bergambar Mickey Mouse. Katanya sih untuk mengundang simpati publik. Siapa tahu pemilih Jakarta senang dengan sosok yang senang turun ke bawah saat ada hajatan pilkada.

Haji Lulung yang menurut pengakuannya adalah tokoh yang paling pantas menjadi gubernur Jakarta juga terus mengumbar pernyataan kontroversial. Satu di antaranya: “Saya akan mundur dari PPP jika DPP PPP mendukung Ahok dalam Pilkada Serentak 2017.”

Pernyataan dan aksi para tokoh itu memang jelas, namun yang tidak jelas, mereka bakal “nyalon” menjadi DKI-1 lewat jalur apa, numpang kendaraan partai politik atau melalui jalur perseorangan? Pasalnya, partai yang sebenarnya bisa bersolo karier mengajukan calon sendiri hanya PDIP yang punya 28 kursi di DPRD DKI Jakarta.

Namun, sayang sampai saat ini PDIP belum juga bersikap siapa tokoh yang akan diusung menjadi DKI-1 dan DKI-2. Petinggi partai ini bahkan sempat “sewot” dan “alergi” dengan Ahok setelah mengetahui Basuki “nyalon” lewat jalur perseorangan dan bermitra dengan Teman Ahok. Belakangan konco-konco Ahok malah dituding oleh PDI melakukan deparpolisasi. Gara-gara dipojokkan seperti ini, nama Ahok dan Teman Ahok malah semakin berkibar. PDIP blunder. Ini ibarat Goliath nantang berkelahi dengan David.

Maka lawan-lawan Ahok yang berprinsip Asal Bukan Ahok (ABA) pun menyerang kubu Ahok dengan (lagi-lagi) sentimen SARA: Ahok adalah Tionghoa dan Kristen yang haram hukumnya untuk dipilih menjadi pemimpin. Serangan ini begitu masif disuarakan lewat medsos.

Berdasarkan pengamatan saya, warga Jakarta sudah imun dengan serangan bernuansa SARA, karena warga kota megapolitan ini semakin dewasa dan cerdas pula. Bermain-main dengan begituan tampaknya sudah tidak mempan. Para pendukung Ahok menanggapinya dengan dingin dan menganggap para netizen yang doyan memposting isu-isu kuno semacam itu sedang sakit jiwa. Mereka dibully habis-habisan,  dan para pendukung Ahok mengatakan hanya orang bodohlah  yang melakukan kampanye hitam bersenjatakan sentimen SARA.

Tapi lawan politik Ahok tak kurang akal. Banyak di antara mereka yang kemudian membuka akun palsu di medsos seolah-olah membela Ahok. Isi pernyataan mereka benar-benar sangar. Contoh yang paling ekstrem adalah beredarnya foto Al, anak Ahmad Dhani, di media sosial dan kemudian disebarluaskan melalui BBM dan What’s App (WA). Di foto yang beredar itu, dikesankan Al tidak setuju dengan ayahnya yang belakangan ini  -- melalui pernyataannya yang kemudian dikutip media – melawan dan merendahkan Ahok.

Maaf, saya tidak akan kutip “kat-kata” Al yang tertulis di fotonya yang beredar di media sosial, selain tidak etis, salah-salah saya bisa dituduh sebagai pihak yang menyebarkan kebencian kepada Ahmad Dhani. Melalui catatan ini, saya sarankan Anda yang pernah menerima kiriman foto tersebut segeralah hapus foto tak etis itu, dan jangan coba-coba menyebarluaskannya.

Yang menyebarluaskan foto itu bukan pendukung  Ahok, tapi menurut informasi yang saya peroleh, justru diedarkan dan disebarluaskan oleh lawan politik Ahok agar tim sukses Ahok dicaci maki di medsos dan dituding sebagai  kelompok radikal, garis keras nan-ambisius yang tak mengenal tata krama.

Ada juga sementara pihak yang seolah-olah mendukung  Ahok dan melakukan pengumpulan KTP dukungan. Belakangan Ahok menganulir kelompok-kelompok itu, sebab dalam hal pengumpulan KTP, Ahok hanya mempercayakan kepada Teman Ahok. Lain tidak. Oleh sebab itulah Muda Mudi Ahok yang juga melakukan  aksi mengumpulkan KTP buat Ahok,  formulir dukungan  yang sudah diisi nantinya diserahkan  ke Teman Ahok.

Kubu ABA juga dengan sengaja menyebarluaskan informasi sesat soal tata cara pengumpulan KTP dukungan yang membuat para pendukung Ahok bingung. Supaya tidak bingung carilah informasi yang ada di www.temanahok.com.

Teman Ahok sendiri telah mengeluarkan imbauan kepada para pendukung Ahok agar melakukan gerakan positif dan tidak melakukan kampanye hitam kepada kandidat mana pun. Dalam mengumpulkan dukungan, para pendukung Ahok juga dilarang mengiming-imingi, memberi imbalan, memaksa atau mengintimidasi.

Teman Ahok kemudian mengutip pernyataan Ahok yang pernah diungkapkan pada Agustus 2015: “Saya jauh akan lebih senang warga taat aturan walaupun tidak mendukung saya, dibanding klaim mendukung tapi tidak bisa menghargai peraturan yang ada.”

Bisa dipahami jika Teman Ahok minta semua pihak waspada, sebab akun-akun palsu pendukung Ahok yang terkesan militan mendukung Ahok  itu lihai memainkan kalimat-kalimat dukungan tapi isinya racun.

Saya pernah membaca status seseorang di Facebook yang begitu vulgar mendukung Ahok dan dari kalimat yang ditulis bisa dikesankan ia seorang Kristiani karena mengutip ayat-ayat Alkitab. Namun ada pengguna Facebook lain yang curiga bahwa status dukungan kepada Ahok itu hanya untuk memancing agar umat lain panas dan memainkan sentimen SARA. Pendukung palsu Ahok itu lantas ditantang untuk menunjukkan identitas aslinya. Ditunggu-tunggu, yang ditantang tak berani keluar dan mengumumkan siapa sebenarnya dia.

Tadi pagi saya menerima pesan melalui WA bagaimana memanfaatkan medsos. Salah satu isinya seperti ini: “Politik itu penting. Memihak pada salah satu partai atau capres/cagub/cawali itu hak. Tapi jangan paksakan pandangan politik Anda di grup. Kalau mau mengkritik pemerintah, sana demo saja ke Monas. Kalau anggota grup agamanya macam-macam, ya hati-hati kalau mau posting berbau agama. Ajakan kebaikan universal lebih bermanfaat buat semua.”

Hati-hati dengan akun palsu dukungan "garis keras" buat Ahok. Jika tidak hati-hati, bisa jadi Anda malah membuat Koh Ahok klenger.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun