Mohon tunggu...
Gan Pradana
Gan Pradana Mohon Tunggu... Dosen - Hobi menulis dan berminat di dunia politik

Saya orang Indonesia yang mencoba menjadi warga negara yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Militansi Teman Ahok

7 Maret 2016   19:50 Diperbarui: 7 Maret 2016   21:35 3681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Amalia Ayuningtyas, Teman Ahok (Dok Pribadi)"][Amalia Ayuningtyas. Dok Pribadi]

BASUKI Tjahaja Purnama (Ahok) akhirnya memilih maju menuju DKI-1 lewat jalur independen. Ia mengapresiasi anak-anak muda yang tergabung dalam Teman Ahok yang sampai hari ini (Senin 7 Maret) terus mengumpulkan KTP dukungan buat Ahok agar mulus mengikuti proses Pilkada Serentak 2017 di Jakarta.

Militansi anak-anak muda di komunitas ini memang luar biasa. Mereka tidak peduli dengan suara tokoh agama di luar sana yang mengatakan bahwa mendukung – apalagi memilih – pemimpin yang bukan Muslim adalah sesat.

Sampai hari ini, KTP dukungan buat Ahok yang telah mereka kumpulkan telah mencapai  774.452. Targetnya adalah 1.000.000. Sesuai dengan aturan, formulir dukungan yang dikeluarkan KPU, nama yang didukung harus ada dua, yaitu calon gubernur dan calon wakil gubernur. Formulir yang sudah mereka kumpulkan disertai fotokopi KTP pendukung baru terisi nama Basuki Tjahaja Purnama, sedangkan nama wakilnya masih kosong.

Beberapa hari lalu dan dipertegas hari ini, Ahok menyatakan akan menjadikan Heru Budi Hartono yang selama ini menjabat Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah DKI Jakarta, sebagai calon wakil gubernur. Semula Djarot Saiful Hidayat yang kini masih menjabat wakil gubernur DKI dari PDIP disebut-sebut bakal mendampingi (cawagub) Ahok menuju DKI-1.

Tapi karena si empunya Djarot adalah PDIP, sementara PDIP sendiri masih malu dan gengsi mendukung Ahok, ya apa boleh buat, Ahok menentukan sendiri cawagub-nya.

Konsekuensinya, kolom nama cawagub dalam formulir dukungan yang masih kosong, harus diisi nama Heru Budi Hartono. Yang mengharukan, Teman Ahok menyatakan siap untuk mengisi ulang. Bahkan jika diperlukan, mereka siap mengumpulkan lagi formulir “baru” yang di dalamnya telah terketik nama Heru Budi Hartono, bukan sekadar mencantumkan nama cawagub tersebut dengan bolpoin.

Tekad itu dicanangkan, sebab dukungan buat Ahok tidak main-main. “Kami mengumpulkan KTP dukungan itu setahun yang lalu,” kata penggagas dan Koordinator Teman Ahok, Amalia Ayuningtyas suatu kali saat saya bertemu dengannya dalam sebuah acara  di Jakarta.

Gadis yang mengenakan hijab ini menjelaskan banyak suka duka saat ia dan teman-temannya mengumpulkan KTP dukungan buat Ahok. Ada kalanya untuk mendapatkan sebuah KTP dukungan, “kami harus melobi pemilik KTP hingga dua jam,” ungkap Amalia.

Oleh sebab itu, Amalia waktu itu sempat risau ketika Ahok akan maju menuju DKI-1 lewat parpol (PDIP). “Kalau Pak Ahok maju lewat partai, terus bagaimana dengan KTP yang telah kami kumpulkan. Kami, kan nggak enak dengan warga DKI yang telah dengan sukarela memberikan dukungan dan menyerahkan KTP kepada kami,” ujar Amalia.

Jika pun PDIP akan mendukung Ahok, Amalia berharap, PDIP bisa mengikuti langkah yang telah dilakukan Partai NasDem yang terang-terangan mendukung Ahok tanpa syarat. Alasan Amalia, “toh, itu warga DKI yang memberikan dukungan ke Ahok dan menyerahkan KTP ke Teman Ahok juga ada, bahkan banyak yang simpatisan PDIP,” katanya.

Ahok rupanya memberikan apresiasi kepada Teman Ahok, sehingga hari ini (Senin 7 Maret) memutuskan untuk maju ke DKI-1 pada pilkada serentak Februari 2017 lewat jalur independen.

Entah siapa yang menulis, di web Teman Ahok, ada sebuah tulisan yang menjelaskan latar belakang mengapa akhirnya Ahok menempuh jalur independen. Diceritakan, pada Minggu malam (6/3) sekitar pukul 19.00 para pendiri Teman Ahok menyambangi kediaman  Ahok di Pantai Mutiara. “Kami diterima dengan baik sekali dan dapat hidangan empek-empek yang sangat enak,” cerita anak-anak muda itu.

Tujuan mereka  malam itu hanya satu, yaitu meminta Ahok segera memutuskan nama calon wakilnya. Persoalannya waktu sudah semakin dekat, sehingga mau tidak mau mereka harus dapat nama calon wakil gubernur malam itu juga.

“Kami sadar sejak awal bahwa proses pencalonan ini bukan hanya mengumpulkan dukungan, tetapi juga menginput formulir ke database agar bisa direkap dengan rapi ke form KPU, filing berdasarkan kelurahan, dan penggandaan dukungan. Kami ingin semuanya rapi dan tidak terburu-buru supaya KPU juga lebih mudah melakukan verifikasi terhadap dukungan ini,” tulis mereka.

Dalam pembicaraan malam itu Ahok menyatakan bahwa idealnya ia tetap berpasangan dengan  Djarot Saiful Hidayat. Alasan Ahok,  Djarot sudah teruji sebagai wakil gubernur. “Namun kami tentu tidak ingin berjudi. Kami bersedia memasukkan nama Pak Djarot dalam form dukungan KTP jika beliau bersedia maju melalui jalur independen sekalipun nanti tidak didukung oleh PDIP. Jika tidak, tentu pekerjaan kami akan sia-sia. Karena tidak mendapatkan kepastian soal itu dari Pak Ahok, kami meminta nama lain yang lebih pasti. Pak Ahok menyodorkan nama Pak Heru Budi Hartono, kepala Badan Pengelola Keuangan dan  Aset Daerah Pemprov DKI.”

Kepada anak-anak muda itu, Ahok bercerita tentang pribadi dan karakter  Heru. Ahok menjelaskan Heru adalah sosok PNS  yang berani pasang badan untuk memperjuangkan transparansi perencanaan dan penggunaan anggaran di DKI. Dengan memasukkan nama Heru, Ahok juga ingin memperlihatkan bahwa di DKI ada birokrat yang baik dan terpuji.

Malam itu juga Heru dihadirkan di rumah Ahok. “Kami secara langsung berbicara kepada beliau dan menanyakan kesediaan untuk dicalonkan sebagai wakil Pak Ahok. Jika tidak mendapatkan kepastian kami akan terus meminta nama lain. Kami tidak bisa lagi menunggu karena sudah meminta nama wakil jauh-jauh hari. Pak Heru menyatakan bersedia, dan sekaligus nanti bersedia untuk mundur dari posisinya sebagai PNS DKI menjelang namanya didaftarkan di KPUD,” demikian info di www.temanahok.com.

“Jadi Minggu malam sekitar pukul 21.30 adalah detik-detik bersejarah bagi kami. Satu langkah lagi kami mendekati pembuktian sejarah di negeri ini bahwa jika anak-anak muda bergerak dengan satu cita-cita bersama, maka Insya Allah tidak ada yang bisa membendungnya. Kami belajar dari para pemuda tahun 1945 yang menculik dan memaksa para tokoh besar seperti Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera menyatakan kemerdekaan. Tanpa nyali dan kegilaan seperti itu, 17 Agustus 1945 tidak akan pernah ada. Kami tentu tidak bisa sehebat mereka. Tapi kami sedang belajar mewujudkan sebuah cita-cita untuk kebaikan Indonesia di masa depan.”

Anak-anak muda itu sadar bahwa Ahok sedang mempertaruhkan banyak hal jika ia memilih bersama Teman Ahok. “Bagaimanapun buat Pak Ahok tentu lebih enak melalui partai politik. Kendaraan tersedia, dan dukungan politik pun bisa didapatkan. Sebaliknya memilih jalur independen bersama kami penuh risiko. Oleh sebab itu data kami harus betul-betul siap dan rapi agar bisa lolos verifikasi KPUD .”

Militansi Teman Ahok memang luar biasa. []

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun