SEDAP, masuk tuh barang. Sip, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) punya pesaing nan seimbang setelah Senin (22 Februari) kemarin, Yusril Ihza Mahendra secara resmi mengumumkan bahwa ia bakal mencalonkan diri menjadi gubernur DKI Jakarta dalam hajatan Pilkada Serentak 2017. Lawan tangguh benar-benar sudah datang.
Lupakan dulu bahwa popularitas Ahok masih berada di posisi nomor satu dibandingkan nama bakal calon gubernur yang muncul belakangan. Kita mesti mencatat dengan baik-baik bahwa ada nama-nama tokoh yang baru muncul dan sudah mulai menempel ketat Ahok. Ini sehat buat demokrasi kita.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan Populi Center per tanggal 13 - 17 Februari 2016, Yusril yang ahli hukum tata negara dan musisi Ahmad Dhani yang belum lama ini menyatroni Kalijodo punya tingkat popularitas lumayanlah.
Namun, popularitas Ahok tetap nangkring di atas, yaitu 99,2 persen, Rano Karno (nggak tahu mengapa nama ini kok dimunculkan) 96 persen, Ahmad Dhani 93,5 persen, dan Yusril 78 persen. Menurut peneliti Populi Center, Nona Evita, popularitas mereka bahkan berada di atas Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Kamil berada di posisi kelima (75,2 persen).
Kita apresiasi Yusril yang “demi bangsa, negara dan Jakarta”, mau turun derajat dari mantan menteri, ketua umum partai dan mantan calon presiden, menjadi cuma calon gubernur Jakarta. Luar biasa.
Dia memang dikenal sebagai sosok pria yang rendah hati. Tak percaya? Mari kita simak kata-katanya sebagaimana dimuat Kompas.com kemarin (maaf sudah saya edit):
1. Saya mundur menjadi calon presiden dalam Pemilu 1999 semata-mata untuk menjaga perdamaian. (Hebat, kan jiwa kenegarawannya?)
2. Saya sebenarnya lebih mengutamakan menjaga kesatuan dan persatuan di antara kita. Jangan sampai pecah belah sehingga saya berkorban dengan mengundurkan diri dari pencalonan itu. Itu bukan berarti saya kalah. (Hebat, mengalahnya Yusril pada 1999 itu sekarang ditebus dengan mencalonkan diri menjadi gubernur DKI agar ia bisa mengalahkan Ahok).
3. Saya pada waktu itu sebenarnya bisa mengalahkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Saya telah menghitung suara yang mungkin saya peroleh. (Wuih, optimismenya itu, lho, mana tahan. Memang ia pantas menjadi gubernur DKI Jakarta).
4. Pada saat itu, kemungkinan saya mendapat dukungan sebanyak 220, Gus Dur mendapat dukungan sebanyak 185, dan Megawati sebanyak 308. (Tuh, luar biasa, kan prediksinya? Ayo, maju terus Bung. Lawan Ahok!)
5. Jadi kalau di-vote pertama, Gus Dur kalah. Tinggal saya berhadapan dengan Mega. (Ah, Yusril kok ngomong “kalau”. Bukan Bung, itu bukan “kalau”, tapi fakta. Janganlah merendah dan mengandai-andai).