DEMOKRASI di Indonesia itu lucu banget. Di mata dan hati (baca: nafsu) politisi (apalagi yang pernah berkuasa), jabatan seperti bupati dan wali kota ternyata sangat menggiurkan. Untuk mendapatkannya, berbagai cara ditempuh, baik secara halal, maupun haram.
Bahwa upaya meraih ke sana harus mengeluarkan uang miliaran rupiah dan mengabaikan hukum, bahkan memutus urat malu, tak jadi soal. Tagline “emangnya gue pikirin” sepertinya sudah melekat kuat di kalangan politisi, terutama mereka yang pernah menikmati kekuasaan.
Motto “emangnya gue pikirin” sebenarnya milik anak-anak muda yang berprinsip tak peduli dengan lingkungan. Tapi dalam urusan pemilu kepala daerah (pilkada), tagline model begitu haram hukumnya untuk dijauhi, bahkan oleh politisi gaek yang sebenarnya sudah pantas pensiun.
Pilkada yang prosesnya lucu-lucuan juga terjadi di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara. Jika tidak ada peristiwa mengejutkan, masyarakat kabupaten itu, Rabu (10 Februari) besok akan mengikuti pilkada untuk memilih bupati baru.
Tak tanggung-tanggung, pilkada di kabupaten yang berpenduduk 1.000.000-an itu diikuti lima pasangan calon bupati/wakil bupati, yaitu:
1. Tumpak Siregar-Irwansyah (didukung PDIP, Hanura PKB).
2. Evra Sasky Damanik -Sugito (jalur independen).
3. Nuryati Damanik-Posman Simarmata (diusung partai Golkar, Gerindra, dan NasDem).
4. JR Saragih- Amran Sinaga (incumbent/petahana diusung Partai Demokrat).
5. Lindung Gurning-Soleh Saragih (jalur independen).
Lho, pilkada di Simalungun, yang seharusnya diadakan pada Desember 2015, kok baru digelar besok? Ya, ini juga gara-gara ada peristiwa lucu bin aneh, mungkin juga bin ajaib, sebab saat pilkada akan digelar akhir tahun lalu, pasangan nomor urut 4 (JR Saragih-Amran Sinaga) mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Medan.