Intinya, keduanya – juga para kurawanya – tidak menerima keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak membolehkan pasangan ini ikut pilkada lantaran sang calon wakil bupati (Amran Sinaga) berstatus terpidana kasus korupsi.
Sebelumnya Amran Sinaga adalah Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun. Saat menjabat di instansi itulah, Amran tersangkut korupsi, perbuatan yang sudah menjadi hobi para pejabat. Status terpidana itu disandang Amran secara sah tahun 2012 begitu Mahkamah Agung (MA) memutuskan perkaranya.
UU No 1 Tahun 2015 Pasal 7 butir g menyebutkan bahwa calon kepala daerah tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Amran kini bukan lagi berstatus sebagai orang yang “terancam” pidana penjara lima tahun, tapi terpidana dengan empat tahun penjara. Persoalan menjadi lebih rumit sebab begitu PT TUN memenangkan gugatan pasangan JR Saragih-Amran, KPU mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Belakangan MA memutuskan menolak kasasi KPU. Artinya Amran boleh ikut proses pilkada. Alasan MA, status terpidana Amran Sinaga baru diketahui setelah KPU menetapkan pasangan JR Saragih-Amran sebagai calon bupati dan calon wakil bupati.
Nasi sudah menjadi bubur. Mengacu pada keputusan MA, kita bisa saja menyimpulkan KPU teledor saat memproses pencalonan JR Saragih-Amran.
Tapi, ayolah masyarakat Simalungun yang besok akan memilih, jangan tambah ruwet persoalan, dan menambah lucu proses demokrasi di negeri ini. Jika JR Saragih-Amran menang, maka dapat dipastikan, pihak yang kalah akan menggugat kemenangan JR Saragih-Amran. UU No 1 Tahun 2015 Pasal 7 butir h mengatur bahwa calon kepala daerah tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Bisa juga kemenangan JR Saragih-Amran akan menjadi sia-sia dan bikin capek banyak pihak, seperti kasus proses pemilihan bupati di Kabupaten Boven Digul, Papua. Calon bupati Yusak Yeluwo yang berstatus terpidana menang. Yang bersangkutan sempat pula dilantik menjadi bupati, namun akhirnya jabatannya digugurkan oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi pada 2013.
Lagi-lagi kalau masyarakat Simalungun bersikap masa bodoh (atau jangan-jangan bodoh—mudah-mudahan sih nggak) dan akhirnya pasangan JR Saragih-Amran menang, maka Simalungun menjadi kabupaten pertama yang warganya memilih bupati yang wakilnya berstatus tersangka. Selamatlah kalau begitu.
Namun, jika pasangan lain yang juga menang, saya pun mengucapkan selamat.[]