MEMBUKTIKAN omongannya, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, Jumat (23/10) malam memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus bekas anak buahnya, Rio Capella, yang ikut terlibat dalam permainan kotor bansos yang dilakukan kader PKS Gatot Pujo Nugroho saat masih aktif menjadi gubernur Sumatera Utara.
Sebelumnya bos Media Group itu “menantang” KPK agar memanggil dirinya guna diperiksa sebagai saksi. Surya Paloh bahkan mengatakan jika diperlukan, ia siap melakukan rekonstruksi ulang peristiwa (Gatot datang ke kantor NasDem dan bertemu dengan Surya) untuk mengetahui apa saja yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut.
Di luar ramai dibicarakan (bernada penghakiman) bahwa kedatangan Gatot Pujo ke markas Partai NasDem di Jl RP Suroso (Gondangdia Lama) adalah untuk “mengamankan” posisi Gatot yang terjepit karena keterlibatannya menyikat uang rakyat dalam proyek bantuan sosial (bansos). Wow, untuk ke sekian kali, uang bansos rupanya dijadikan santapan pejabat untuk memperkaya diri.
Sebelum bertemu dengan Surya, orang-orang Gatot telah menemui Rio Capella yang waktu itu menjadi sekjen partai. Aha, Rio terpeleset. Ia lupa dengan semangat partainya yang antikorupsi. Rio lupa bahwa ia adalah pejabat negara (anggota DPR). Ia menerima uang Rp 200 juta yang dititipkan Gatot kepada seorang perempuan yang belakangan disebut-sebut bernama Fransisca. Celakanya, Rio lupa pula mengembalikan “gratifikasi” tersebut ke KPK dengan alasan terlanjur menjalankan ibadah umroh.
Begitu Rio ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Kamis (15 Oktober) lalu, masyarakat lewat media sosial dan media mainstream pun ribut dan mencurigai Surya Paloh dan NasDem-nya ikut bermain dalam kasus tersebut. Orang pun bertanya-tanya, jika memang Surya terlibat dalam kasus tersebut sebagai “makelar kasus”, berapa besarkah uang yang disiapkan Gatot? Gatot sanggup membayar berapa miliar kepada Surya Paloh? Bersediakah Surya diajak bermain di pusaran tersebut?
Guna menjawab atas pertanyaan-pertanyan di atas, saya sependapat dengan argumentasi yang diungkap wartawan senior Derek Manangka dalam tulisannya di RMOL.co beberapa hari lalu. Di sana, Derek menulis bahwa dalam soal uang, Surya Paloh sudah “kenyang” makan pagi, makan siang dan makan malam. Dialah yang selama ini membiayai partai. Kasus yang menimpa Gatot – di dalamnya ada uang – menurut Derek, di mata Surya pasti dianggap “recehan”.
Menjawab pertanyaan media, Surya Paloh menjelaskan bahwa pertemuannya dengan Gatot (waktu itu masih aktif sebagai gubernur Sumut) adalah untuk “mendamaikan” Gatot dengan wakilnya Tengku Erry yang kebetulan kader Partai NasDem. Tak lebih dari itu.
Oleh sebab itulah Surya Paloh berani “menantang” KPK agar melakukan rekonstruksi ulang pertemuan tersebut. Tantangan ini, menurut Surya Paloh, diungkapkan kembali saat penyidik dari KPK memeriksanya Jumat (23 Oktober) malam. Itu perlu dilakukan, kata Surya, agar masalah yang dihadapinya semakin “paripurna”.
Maksudnya tentu agar kasus tersebut terang benderang. Tidak ada multitafsir dan memunculkan opini yang tidak-tidak. Harap maklum, pemberitaan pers terhadap kasus korupsi (siapa pun yang terlibat atau disangka terlibat), selalu dibingkai dengan kepentingan (maaf) “sang dalang” (bisa saja musuh politik, pemilik modal atau pihak-pihak yang senang melihat orang sedih dan sedih melihat orang senang).
Saya melihat gejala-gejala itu dalam pemberitaan kasus Rio dan Surya Paloh dilibatkan. Seusai diperiksa sebagai saksi selama tiga jam di KPK, Surya Paloh dikerubuti wartawan. Mudah-mudahan tidak keliru, menjawab pertanyaan wartawan, Surya Paloh pada intinya mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
1. Ia telah menjawab semua pertanyaan penyidik perihal dugaan keterlibatannya dalam kasus Gatot Pujo yang akhirnya menyeret Rio Capella.