Mohon tunggu...
Ganti Asegar
Ganti Asegar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Bina Bangsa, Kota Serang, Provinsi Banten

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keberlanjutan Industri Alas Kaki di Provinsi Banten

23 Desember 2022   20:08 Diperbarui: 23 Desember 2022   20:16 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1Ganti Asegar 2Uli Wildan Nugraha 3Basrowi

1Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Bina Bangsa, Banten, Indonesia

2,3 Dosen Pasca Sarjana Universitas Bina Bangsa, Banten, Indonesia

Industri manufaktur merupakan salah satu sektor ekonomi yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Industri manufaktur memiliki peran penting sebagai tumpuan bagi penciptaan lapangan kerja, penciptaan nilai tambah, penguasaan pasar domestik, pendukung pembangunan berkelanjutan dan menghasilkan devisa. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, industri manufaktur memberikan kontribusi paling besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut yaitu 20.61% (2020), 20.55% (2021) dan 20.23% (2022). 

Tingginya kontribusi sektor industri manufaktur pada PDB Indonesia linier dengan besarnya peran industri manufaktur pada struktur nilai ekspor nasional. Pada tahun 2021, industri manufaktur memberikan kontribusi sebesar USD 127,767.8 Juta atau 77.76% terhadap nilai ekspor nasional. Begitu pula pada tahun 2022, industri manufaktur memberikan kontribusi paling tinggi terhadap nilai ekspor nasional yakni sebesar USD 156,165.1 Juta atau setara dengan 71.20%.

Seperti halnya perekonomian nasional, industri manufaktur juga merupakan sektor penting dalam perekonomian Banten. Sepertiga dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Banten disumbang dari sektor industri manufaktur dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir yakni 31.20% (2018), 30.59% (2019) ,20.61% (2020), 31.21% (2021) dan 33.07% (Trw III 2022). 

Bahkan, Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015 -- 2035 menetapkan Provinsi Banten sebagai salah satu Wilayah Pengembangan Industri (WPI), khususnya wilayah Kota Cilegon, Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang sehingga mampu mendorong capaian visi pembangunan industri nasional yaitu "Indonesia Menjadi Negara Industri Tangguh pada Tahun 2035".

Berdasarkan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS), pada tahun 2021, jumlah industri manufaktur di Provinsi Banten adalah 3,429 yang didominasi oleh 5 (lima) sub sektor yaitu industri karet, barang dari karet dan plastik, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri makanan, industri barang logam, bukan mesin dan peralatannya dan industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki.

Berdasarkan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS), pada tahun 2021 tercatat jumlah industri alas kaki di Banten adalah 107 industri yang tersebar di 4 (empat) wilayah Kabupaten/Kota. Kabupaten Tangerang merupakan wilayah dengan jumlah industri alas kaki terbanyak yaitu 76 industri kemudian Kota Tangerang dengan 19 industri, Kabupaten Serang 9 industri dan Kota Tangerang Selatan 2 industri.

Industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki menempati urutan keenam dalam penyerapan investasi pada sub sektor industri manufaktur di Provinsi Banten yakni Rp. 873,345.67 Juta. Walaupun bukan menempati posisi pertama dalam nilai investasi, industri barang dari kulit dan alas kaki menjadi salah satu tumpuan penting sebagai salah satu industri padat karya di Banten. 

Nilai investasi industri barang dari kulit dan alas kaki mengalami penurunan 34.24% pada tahun 2019 jika dibandingkan dengan tahun 2018. Pada tahun 2020, nilai investasi industri barang dari kulit dan alas kaki juga mengalami penurunan 13.83% jika dibandingkan dengan tahun 2018 (Sumber: DPMPTSP Provinsi Banten).

Dalam hal tenaga kerja, industri barang dari kulit dan alas kaki termasuk sub sektor industri manufaktur dengan jumlah penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Bahkan, pada tahun 2018, industri barang dari kulit dan alas kaki menempati posisi pertama dalam penyerapan tenaga kerja yaitu 5,798 orang dan meningkat hingga 10,052 orang pada tahun 2019. Namun, penyerapan tenaga kerja industri barang dari kulit dan alas kaki mengalami penurunan yang sangat drastis menyisakan 3,712 orang pada tahun 2020 (Sumber: DPMPTSP Provinsi Banten).

Selain penurunan nilai investasi dan penyerapan tenaga kerja, produksi industri barang dari kulit dan alas kaki juga cenderung mengalami penurunan pada periode tahun 2017 sampai dengan 2019. Pada tahun 2017, industri barang dari kulit dan alas kaki mengalami pertumbuhan produksi 2.68% dibandingkan tahun 2016. 

Namun, pada tahun 2018 produksi menurun hingga 10.92% dibandingkan tahun 2017. Pada tahun 2019, produksi industri barang dari kulit dan alas kaki semakin menurun hingga 14.06% dibandingkan tahun 2018 (Sumber: BPS Provinsi Banten).

Pertumbuhan negatif nilai investasi, jumlah tenaga kerja dan produksi industri barang dari kulit dan alas kaki menunjukkan kedinamisan lingkungan bisnis industri manufaktur di Provinsi Banten. Meningkatnya laju globalisasi, perubahan teknologi serta kompleksitas dan ketidakpastian di lingkungan bisnis merupakan tekanan yang dihadapi perusahaan manufaktur selama 2 (dua) dekade terakhir.

Bahkan, pada tahun 2020, dunia dihadapkan pada Pandemi Covid 19 yang menyebabkan penutupan banyak aspek kehidupan ekonomi dan sosial di seluruh negara. Pandemi Covid 19 memberikan dampak yang sangat signifikan baik terhadap negara maju maupun negara berkembang. 

Aktivitas ekonomi pada negara maju turun hingga 7% sedangkan pada negara berkembang turun 2.5% (World Bank, 2020). Selama Pandemi Covid 19, penurunan harga saham, pendapatan dan laba mempengaruhi beberapa perusahaan publik pada berbagai industri.

Seperti halnya negara-negara lain di dunia, Pandemi Covid 19 juga mempengaruhi kinerja industri manufaktur di Indonesia. Provinsi Banten sebagai bagian dari Indonesia juga mengalami penurunan kinerja pada sektor industri manufaktur seiring ditetapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Pemerintah sebagai dampak Pandemi Covid 19. Kebijakan PSBB yang ketat di DKI Jakarta serta perpanjangan PSBB di Jawa Barat dan Banten membuat kegiatan ekonomi masayarakat melambat.

Berdasarkan hasil Survey yang dilakukan Badan Pusat Statistik pada tahun 2020, hanya 50% industri manufaktur di Banten yang masih beroperasi seperti biasa selama Pandemi Covid 19. Hasil survey juga menunjukkan bahwa 57.1% industri manufaktur di Banten melakukan pengurangan tenaga kerja dan 21% diantaranya memberhentikan pekerja dalam waktu singkat pada masa Pandemi Covid 19.

Selain Pandemi Covid 19, industri alas kaki di Banten juga menghadapi dinamika Upah Minimum Provinsi (UMP) dan  Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang tentu saja menjadi permasalahan penting bagi industri alas kaki yang tergolong industri padat karya. 

Pada tahun 2022, 3 (tiga) perusahaan besar alas kaki di Banten akan melakukan ekpansi pabrik ke Jawa Tengah yang dianggap memiliki UMP lebih kompetitif daripada Banten (Kepala Disnakertrans Provinsi Banten, 2022). Perusahaan alas kaki tersebut antara lain, PT. Nikomas Gemilang, PT. Parkland World Indonesia dan PT. KMK Global Sports Indonesia.

Realitas upah di pasar tenaga kerja sangat tergantung pada jenis sektor industri dan penggunaan teknologi. Jika terjadi pada industri padat modal yang banyak menggunakan teknologi mesin, dinamika upah yang cenderung mengalami kenaikan bukan merupakan permasalahan besar dalam dunia industri. 

Sebagai industri padat karya, industri alas kaki harus mampu bertahan, menghadapi serta mengelola permasalahan UMP/UMK di Banten. Sebagai salah satu faktor produksi, pengusaha akan menekan pengeluaran upah tenaga kerja serendah-rendahnya. Negara yang dapat berproduksi dengan biaya rendah adalah negara yang kompetitif.

Jika membahas permasalahan upah, banyak faktor dan dimensi yang terlibat didalamnya. Upah tenaga kerja sudah pasti akan mempengaruhi roda perekonomian karena daya beli masyarakat ditentukan oleh tingkat kesejahteraan karyawan pada perusahaan tempatnya bekerja. 

Tidak dapat dipungkiri, biaya hidup yang kian tinggi menjadi momok yang meresahkan masyarakat khususnya para tenaga kerja industri alas kaki di Banten. Fenomena kenaikan harga bahan kebutuhan pokok seperti minyak goreng yang terjadi pada akhir tahun 2021 hingga awal tahun 2022 menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat. Bahkan, pada tahun 2017, inflasi di Provinsi Banten pernah mencapai 3,98% yang artinya nyaris sampai pada ambang batas inflasi 4% (Sumber: BPS Provinsi Banten).

Walaupun begitu, pada perspektif perusahaan, kenaikan upah seringkali dianggap tidak rasional karena akan berdampak pada tingginya Harga Produk Produksi (HPP) sehingga mempengaruhi keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh karena itu, peran Dewan Pengupahan menjadi sangat penting sebagai pemberi saran dan pertimbangan kepada Pemerintah untuk merumuskan kebijakan pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan sehingga tercipta relasi yang saling menguntungkan antara pengusaha dan tenaga kerja, khususnya pada sub sektor industri alas kaki yang tergolong industri padat karya.

Selain permasalahan upah yang dianggap tidak kompetitif jika dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah, industri alas kaki di Banten juga harus waspada terhadap permasalahan yang lebih mendunia yaitu persaingan dengan negara lain seperti Vietnam. Vietnam yang dikenal sebagai salah satu negara pengekspor alas kaki justru menjadi tantangan yang sangat berat. Kerjasama perdagangan bebas Vietnam - Uni Eropa memberikan dampak sebagian market share alas kaki Indonesia berpindah ke Vietnam. 

Munculnya pesaing baru dan kemajuan teknologi merupakan indikasi persaingan bisnis yang semakin agresif dan mengglobal sehingga perusahaan harus mampu bertahan di tengah-tengah tekanan dalam kondisi lingkungan yang berubah secara dinamis. Dalam lingkungan bisnis yang dinamis, perusahaan harus memperbaharui kompetensi dan strategi untuk mencapai keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Apabila keberlanjutan usaha mengalami pertumbuhan yang positif maka akan berpengaruh positif pula pada kinerja perusahaan.

Jika mengacu pada konsep "Triple Bottom Line" yang mengusulkan perlunya keseimbangan yang tepat, antara dimensi lingkungan, sosial dan ekonomi untuk mencapai keberlanjutan dalam organisasi maka industri alas kaki di Provinsi Banten dituntut untuk mampu menciptakan keseimbangan dalam bisnis, bukan sekedar berfokus pada peningkatan profit yang merupakan bagian dari dimensi ekonomi. 

Terlebih lagi, industri alas kaki masih memiliki ketergantungan terhadap impor bahan baku, bahan pendukung/penolong serta mesin produksi yang tinggi (Sumber: Kemenperin R.I, 2019). Seluruh proses dalam aset manufaktur yang terlibat dalam pra-produksi hingga pasca produksi memiliki peran signifikan dalam menjamin status keberlanjutan perusahaan.

Penulis optimis bahwa industri alas kaki akan mencapai keberlanjutan usaha di tengah-tengah fenomena kenaikan UMK mengingat Provinsi Banten memiliki keunggulan yang tidak dimiliki kompetitornya. Salah satu keunggulan tersebut adalah lokasi Banten yang lebih dekat dengan Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan ekspor terbesar di Indonesia mencapai 28.9% total ekspor pada tahun 2021 mengingat produk alas kaki didominasi untuk kebutuhan ekspor seperti ke Amerika Serikat, Belgia, China, Jerman dan Jepang. 

Sederhananya, industri alas kaki di Banten dihadapkan pada pilihan bertambahnya biaya upah tenaga kerja dengan minimnya biaya pengangkutan dan waktu yang lebih singkat atau berkurangnya biaya upah tenaga kerja dengan konsekuensi biaya pengangkutan bertambah dan waktu yang lebih lama.  Kita lihat saja bagaimana industri alas kaki akan menyikapi pilihan tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun