[caption id="" align="alignleft" width="165" caption="Kuajak kembali meraih janji di pasupati"][/caption] Ruang waktu, benar-benar jadi batas kerinduan. Antara, ingin mengetahui apa yang di perbuat masing-masing. Penasaran tentu, perkenalan melalui dunia maya membuat perasaan campur aduk. Apa iya, sebaik obrolan yang mengalir itu… Emh…batas kerinduan semakin tegas. Meski rindu menggebu-gebu. Dunia maya membuat berpikir jadi terbalik. Memang, ada foto yang menjadi representasi. Tapi, foto berbagai angle yang tersusun rapi dalam blog hingga fesbuk pun, tetap saja punya kesan mati. Yang menghidupkan, saling tukas obrolan terasa nyambung, nyentug hati. Lain halnya perkenalan gesture lengkap. Nuansanya berasa. Lain pula semua komponen stimulan hidup, beri tanggapan. Obrolan di dalam dunia maya punya gaya bagaimana menikmati wajah hasil jepretan kamera. Hidup, nyata berbicara. Antara mana, ya. Perkenalan gesture lengkap dan pertemanan maya. Yang jelas, saling mengisi dan berkelindan di dalam norma yang sewajarnya, deh. Pertemanan ngak ada batas, yang selalu jadi soal, kualitas pertemanan sering di sepelekan... Namanya juga rindu. Kualitas obrolan dunia maya, itu yang di rindukan. Dunia maya banyak menyaji berbagai imaji, Pantas saja di rindukan. Rindu atau ngak nya, apakah pernah merindukan ? Berbeda-beda bobot, tipis saja. Masing-masing gaya seseorang lain karakter serta khas. Bisa ngak, ya. Nyampe pada bobotnya, seberapa kualitas sih ? Dicoba.Jika diutak-atik, Utak-atik asik. Rindu dengan kata lain hasil kali antara kejujuran, humoritas plus ketertarikan. Rumus nya juga hasil utak-atik. Sembarang saja, ingin memaknai hidup menurut aturan berlaku. Juga kebetulan, ikut di iyakan kemudian oleh Ferdinand De Saussure ilmuwan bahasa dari Lingkaran Wina yang mengolah bahasa sebagai sistem sosial “bahasa itu merupakan Tanda. yang terjadi di dalam tanda selalu sewenang-wenang,” moga aja, jadi dasar serta alasan kuat. Besar kemungkinan, pelajar Lingkaran Wina membuat terobosan greget ilmiah di kampus. Bisa-bisanya, sampai memikir bahasa sebagai tanda. Luwes, tanda menjadi kegiatan intrepretasi membuka ruang-ruang untuk beda pendapat. Sekali terbuka kemungkinan orang untuk membikin sebutan apapun pada sesuatu. Tanda itu, masih menurut Ferdinand De Saussure “sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain”, benar, tuh. Mengutak-atik seluas-luasnya Meski wajahnya tak serupawan yang lain, maaf ! jika di kalikan kejujuran, humoritas dan ketertarikan. Merindukan dan dirindukan berkelindan menjadi rindu. Tinggal tambah dan mencari-cari kata yang pas buat panggilan. Boleh jadi ini yang tertuang dalam drama film Beuaty and Beast yang melegenda itu. Yang laris, begitupun serial tepe nya legendaris mengibur di tahun 80 an. Bukan ingin mencari-cari kesalahan, tapi di balik apapun ada kualitas yang harus di apresiasi serenyah mungkin. Melulu rindu. Jadi rindu, berkelindan melihat laku tingkah kulum senyumannya, begitu juga lagak tomboynya. Sebutan tomboy, terkesan rendahan. Tapi, untuk merujuk biar kegambar apa adanya… Apa, boleh buat ? Sepertinya begitu. Tampak, ketika jumpa pertama pun gesture nya menggambarkan. Berkerudung, berbaju panjang dipadu celana jeans dengan tas gendong di apit tangan menempel dada. Kaki di silang, sandal kirinya mengayun-ayun diatas pangkal kaki kanannya duduk, di pemberhentian bus antar provinsi, jemarinya tak henti memijit-mijit tuts angka piranti hape. Belum kunjung tiba, lelaki pasoepati…Gan Ridwan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H